Mohon tunggu...
Muhammad Asif
Muhammad Asif Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and reseacher

Dosen dan peneliti. Meminati studi-studi tentang sejarah, manuskrip, serta Islam di Indonesia secara luas.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ternyata Menulis di Kompasiana Asyik: Personal Account dari Seorang Newby

27 Februari 2019   12:03 Diperbarui: 27 Februari 2019   12:17 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah catatan bulan pertama menulis.

Beberapa waktu lalu seorang kawan bertanya ke saya, "Nulis di Kompasiana itu ada tulisannya gak pak?" Saya jawab saja dengan santai, "Kayaknya ada". Sebelumnya seorang mahasiswa juga bertanya, "Wah bapak sekarang suka nge-blog juga ya. Aktif di Kompasiana ya. Sekarang katanya ada honornya ya?" Saya jawab dengan santai, "Kayaknya ada, melalui K-Reward". Meskipun saya sendiri juga tidak tahu pastinya, karena terus terang niatan saya aktif di Kompasiana bukanlah untuk mencari honor (meskipun kalau memang benar ada juga tidak saya tolak, hehe). Saya hanya ingin berbagi dan itung-itung latihan menulis artikel (populer). Syukur-syukur bisa bermanfaat bagi pembaca. Itu saja sebetulnya.

Saya sendiri mulai bergabung di Kompasiana mulai 21 Januari 2019 (sesuai yang tertera di akun). Namun saya baru mulai menulis pada 27 Februari, dengan tulisan pertama saya tentang potensi radikalisme di sekolah . Saya yang waktu itu belum melakukan sapa kenal, langsung nguploud artikel. Hasilnya tulisan itu tidak banyak dilirik, mungkin karena pendatang baru atau entahlah.  

Hingga kini total saya telah menulis 20 artikel, dengan 6380an viewers dan 261 poin. Jika dirata-rata berarti setiap tulisan memiliki lebih dari 300 viewer. Sebagai seorang pemula atau newby saya tentu saja sudah merasa cukup puas dengan jumlah viewer segitu. Jika dihitung berarti persis telah sebulan saya menulis. Saya tentu saja menulis dengan mencuri-curi waktu, di tengah-tengah pekerjaan mengajar, membaca proposal mahasiswa, menguji proposal hingga rapat. Apalagi ketika di awal-awal menjadi Kompasianer adalah pas ketika padat-padatnya: ada raker (rapat kerja)dan rapat selama beberapa hari, mengisi laporan BKD (beban kerja dosen), belum lagi ketika di rumah harus membantu menjaga dan merawat anak-anak. Misalnya kalau pagi harus ikut membantu istri memandikan anak-anak, mengantar anak pipis atau buang air besar dan lain sebagainya. 

Tapi di tengah-tengah itu semua entah kenapa saya senang dan bahkan begitu bersemangat terus menulis. Apalagi ketika beberapa tulisan saya kemudian dibaca oleh banyak viewer. Jika sebelumnya tulisan saya rata-rata hanya dibaca puluhan atau bahkan ada yang hanya belasan, tulisan saya berjudul "Kyai Maimun Zubair, Ahok (BTP), dan Islam Ahok"kemudian dibaca lebih dari 1100 viewer dalam waktu sehari. Tulisan itu juga mendapatkan cukup banyak rating dan beberapa komentar. Ada kepuasan tersendiri rasanya. 

Tulisan selanjutnya berjudul "Gus Mus dan Mbah Moen, Rais 'Am dalam Kerendahan Hati Seorang Ulama" yang awalnya selama dua hari hanya memiliki viewer sekitar 40, tiba-tiba ketika saya lihat di pagi hari di hari ketiga muncul jadi Head line atau Artikel Pilihan dan viewernya sudah lebih dari 700 dan selanjutnya terus meningkat hingga lebih dari 2500.

Ada perasaan senang rasanya tulisan dibaca dan bisa berbagi ke banyak orang. Apalagi tulisan itu tidak hanya mengundang rating dan komentar di akun. Saya bahkan cukup merasa terkejut ketika mau berangkat mengajar, tiba-tiba dijapri oleh seorang kawan lama. Intinya dia mengatakan gini: "mas saya tadi baca tulisan kamu. Rame dibicarakan di group WA". Ya dia adalah teman lama yang sudah hilang kontak cukup lama. Dia sekarang mengajar di sebuah perguruan tinggi swasta di Jepara dan tidak pernah ketemu. 

Tapi hanya gara-gara tulisan itu kami jadi sambung lagi. Senang rasanya. Respon itu saya rasakan hampir sama rasanya seperti ketika sebuah artikel ilmiah yang pernah saya publikasikan di sebuah jurnal terus mengundang respon baik melalui email, WA maupun telepon dari cukup banyak insan kampus di beberapa daerah, baik Jakarta, Yogjakarta, Solo, hingga Surabaya. Tulisan itu dianggap menawarkan kebaruan dalam disiplin suatu ilmu.

Dua artikel itu saya tulis dengan mencuri-curi waktu di sela-sela rapat kerja sampai malam. Jika tulisan ilmiah akan dihargai jika memiliki kebaruan atau memiliki memiliki impact factor tinggi, maka di Kompasiana tulisan akan ngetren jika masuk Pilihan Editor atau mendapat banyak rating atau viewer meskipun belum tentu tulisan itu orisinil---apalagi otoritatif--. Saya pun jadi memahami tulisan-tulisan yang cenderung agak "akademis" pun belum tentu diterima dan banyak viewer, malah yang saya lihat tulisan-tulisan ringan yang renyah dan kadang "provokatif" yang paling banyak viewernya, di samping tentu saja tulisan-tulisan yang dianggap menginspirasi dan berfaedah tentu saja. 

Namun saya agak kaget ketika sebuah tulisan yang menyoal tentang kondisi riset di Indonesia masuk Featured Article dan dilihat lebih dari seribu orang. Ternyata setelah saya perhatikan data-data yang ditampilkan tampaknya tidak hanya usang, tapi bahkan sangat meragukan dan tampaknya penulisnya  juga kurang memahami atau bahkan mungkin tidak tahu-menahu tentang perkembangan riset di Indonesianya, tatapi memaksakan untuk menulis itu.

Meskipun tulisan-tulisan saya berikutnya viewernya tak sebanyak dua tulisan yang saya sebut, tapi sebagai pendatang baru (newby) saya sudah cukup merasa senang ketika beberapa artikel saya nongol di artikel terpopuler atau setidaknya mendapat rating dan komentar dari kompasianer lainnya. Sebulan menulis di Kompasiana juga membuat saya jadi tahu bahwa editor di Kompasiana bisa saja mengedit judul dan menempatkan artikel sesuai dengan rubrik yang dianggap tepat. Tulisan saya tentang Gus Mus dan Mbah Moen misalnya sebelum masuk ke Pilihan Editor judul awalnya adalah, "Gus Mus, Mbah Moen, Rais Am dan Kerendahan Hati seorang Ulama" kemudian diubah jadi, " Gus Mus, Mbah Moen, Rais Am Dalam Kerendahan Hati Seorang Ulama". Demikian pula beberapa tulisan saya misalnya "Era Jurnal di Indonesia, Kemajuan Sebuah Bangsa dan Tantangan Hoaks" awalnya saya taruh di bagian Teknologi, tapi kemudian ditempatkan di Humaniora dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun