Mohon tunggu...
Muhammad Asif
Muhammad Asif Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and reseacher

Dosen dan peneliti. Meminati studi-studi tentang sejarah, manuskrip, serta Islam di Indonesia secara luas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

RA Kartini, Rembang dan Sebuah Manuskrip Tafsir

31 Januari 2019   14:49 Diperbarui: 8 Maret 2019   07:54 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akhir tahun lalu, tepatnya tanggal 27 Desember 2018 saya bersama rekan-rekan, mengikuti pelantikan Dewan Riset Daerah Kabupaten Rembang. Ada beberapa akademisi putra daerah yang ikut serta, mereka semua berkiprah di berbagai kampus di Indonesia. Ada yang di UGM Yogkarta, UNDIP Semarang, IPB Bogor, Unes serta beberapa yang lain berasal dari kampus-kampus di Rembang. 

Acara di laksanakan di pendopo museum Kartini, di komplek rumah dinas Bupati Rembang. Museum Kartini sendiri dulu merupakan rumah tempat dimana RA Kartini dan keluarganya tinggal. Acara itu dilaksanakan bersamaan dengan pemberian penghargaan pemenang lomba Kreatifitas dan Inovasi Masyarakat yang diselengagarakan oleh Bappeda kabupaten Rembang. 

Rembang, sebuah kota kecil yang berada di ujung timur bagian utara provinsi Jawa Tengah, dianggap sebagai salah satu daerah yang tingkat kemajuannya masih kalah dibanding daerah-daerah lain. 

Dewan Riset Daerah (DRD), selain tentu keberadaannya merupakan bagian dari peraturan dari pemerintah pusat, juga diharapkan bisa membantu merumuskan, memberikan masukan kepada pemerintah daerah kabupaten Rembang untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang diharapkan bisa mendorong kemajuan di sana. Namun bukan ini sebetulnya yang ingin saya share, meskipun nanti pada akhirnya mungkin juga bisa dikaitkan.

Selepas acara saya sempat melihat-lihat koleksi museum Kartini, rumah tempat tokoh inspiratif itu tinggal bersama keluarganya cukup lama. Saya sebagai orang yang dilahirkan di Rembang bahkan baru kali ini melihat secara langsung koleksi-koleksi yang ada di museum ini.  Ada beberapa ruangan di sana dengan berbagai koleksinya. 

Ada cukup banyak koleksi di sana, mulai dari foto-foto RA Kartini dan suaminya, RM. Djojohadiningrat, foto putranya, RM. Singgih Soesalit yang lahir pada 13 September, 1904, foto RA Kartini bersama saudaranya Kartinah, koleksi buku-buku tentang RA Kartini, catatan-catatan tangan (manuskrip) tulisan RA Kartini.

Surat-surat termasuk di dalamnya surat undangan pernikahannya, batik Lasem dengan beberapa motif kunonya yang sangat khas, mesin jahit yang biasa digunakan RA Kartini, hingga tempat tidur keluarga, peralatan rumah tangga, tempat meracik jamu, silsilah keluarga dan benda-benda peninggalan lainnya. Bangunan dan ruangannya pun tampaknya masih asli seperti sedikala. 

Gaya arsitektur bangunan dan kesan historisnya masih terasa sangat kental. Bahkan konon, menurut cerita seorang pegawai Litbang Pemda Rembang yang kebetulan menemani, tak jarang terjadi peristiwa-peristiwa mistis di rumah tersebut. 

Peristiwa itu dikaitkan dengan RA Kartini. Namun satu hal yang paling menarik perhatian saya, sebuah koleksi manuskrip yang disimpan di sebuah kotak kaca. Mungkin ini sangat terkait dengan subjektifitas diri saya yang menggemari studi tentang manuskrip. 

Apalagi manuskrip itu sebetulnya sudah cukup lama ingin saya cari. Saya ingin mengecek beberapa kajian yang mencoba mengakaitkan antara Islam dengan RA Kartini. Atau setidaknya kaitannya antara seorang ulama besar dari Jawa akhir abad ke 19, kiai Soleh Darat dengan RA Kartini.

RA Kartini, Naskah Tafsir Al-Qur'an dan Gambaran Seorang perempuan Visioner

Gb. RA. Kartini

Sebuah naskah (manuskrip) tafsir Al-Qur'an tersimpan di sebuah ruangan di bagian depan di Museum Kartini. Naskah itu berjudul  Tafsir Fayd a-Rahman fi Kalam al-Malik ad-Dayyan yang ditulis oleh kiai Soleh Darat atau Muhammad Solih as-Samarani (1820-1903 M) seorang ulama besar yang tinggal di sebuah desa yang disebut Darat, di Semarang. Kiai Soleh Darat sendiri juga merupakan guru dari banyak ulama besar tokoh-tokoh Islam terpenting. Kiai Hasyim Asy'ari, pendiri NU (Nahdlotul Ulama) pernah belajar kepada kiai Soleh Darat. 

Demikian pula kiai Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri Muhammadiyah. Meskipun pernah lama tinggal dan belajar di Mekah, tapi kiai Soleh Darat lebih memilih menulis karya-karya melalui aksara Pegon berbahasa Jawa, selain agar bisa dipahami oleh masyarakatnya, beliau sebetulnya juga ingin menunjukkan bahwa untuk bisa diterima dan memperoleh rahmat Tuhan, seorang muslim tidak harus mengerti bahasa Arab, apalagi harus ke-Arab-Araban. 

Seorang Muslim Jawa, bisa menjadi muslim yang saleh sekaligus menjadi  Jawa "tulen".  (lihat Saiful Umam, God Mercy is Not Limited to Arabic Speaker: Reading the Intellectual Biography of Muhammad Salih as-Samarani and His Pegon Texts).

Di dalam kotak kaca yang menyimpan naskah tersebut tertulis, "Tafsir Al-Qur'an berbahasa Jawa dengan huruf Arab Pegon karya Kyai Soleh Darat yang dihadiahkan kepada RA Kartin". Kartini sendiri sebelumnya sering mengikuti pengajian kiai Soleh Darat yang diadakan di pendopo kabupaten Demak. Bahkan beberapa sumber menyebut bahwa melalui ajaran-ajaran yang diperoleh dari kiai Soleh Darat lah RA Kartini kemudian menjadi yakin untuk mau menikah dengan RM. Djojohadiningrat, padahal sebelumnya menolaknya (Umam, 248). 

Mungkin karena hal tersebut kiai Soleh Darat kemudian menghadiahkan sebuah buku terjemah dan tafsir Al-Qur'an itu kepada Kartini. Naskah itu kemudian disimpan oleh Kartini. Saya yakin, RA Kartini sering membaca naskah itu. Kartini memang mulai mempelajari isi Al-Qur'an setelah mengikuti pengajian-pengajian yang disampaikan oleh kiai Soleh Darat sebelum dia menikah. 

Barangkali pula, slogan "Habis gelap terbitlah terang" yang sering disematkan kepada Kartini, juga diserap olehnya melalui naskah itu. Ungkapan itu dengan sebuah (terjemah) ayat al-Qur'an "min azhzhulumat ila an-nur" atau "dari gelap, menuju ke cahaya". Bisa jadi Kartini membacanya dari terjemah dan tafsir yang ditulis oleh kiai Soleh Darat itu.

 Gb. Manuskrip tafsir

Melihat lebih jauh koleksi-koleksi di museum Kartini kita setidaknya akan mendapatkan gambaran awal tentang tokoh emansipasi ini. Kartini orang yang rajin menulis dan mencatat , berkorespondensi, belajar menjahit dan mungkin juga mem-batik, dan juga seorang yang religius. Ia juga membaca dan mempelajari tafsir Al-Qur'an, padahal ketika itu akses untuk memahami terjemah Al-Qur'an cukup sulit, mengingat ketika itu beredar fatwa tentang pengharaman terjemah Al-Qur'an yang didukung dan disebarkan oleh Belanda. 

Namun Kartini beruntung, menerima terjemah Al-Qur'an dari gurunya tersebut sehingga ia bisa mempelajarinya. Selain itu tampaknya RA Kartini juga menguasai bahasa Inggris dengan baik, hal itu tercermin dari beberapa tulisannya yang ditulis berbahasa Inggris. Ia juga mengauasai bahasa Belanda dengan baik, sebuah tulisan tangan yang diberi keterangan "Kongso Adu Jago Bahasa Belanda" menjadi bukti ia mahir menulis berbahasa Belanda. 

Disamping itu ia tampaknya juga bisa meracik jamu, terdapat peninggalan tempat meracik jamu juga di sana. Menurut catatan yang ada di museum RA Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan putra pertamanya Sosalit yang lahir pada 13 September 1904, dan dimakamkan di Mantingan, Bulu, Rembang. Kartini jelas perempuan yang visioner untuk jamannya.

Gambar catatan berbahasa Inggris

Potensi Wisata di Rembang

Selain Museum Kartini, makam RA Kartini, yang bisa dijadikan sebagai destinasi wisata sejarah yang memiliki nilai historis tinggi, Rembang juga memiliki cukup banyak destinasi wisata lainnya. Ada destinasi wisata religi, ada petilasan Sunan Bonang di Lasem, makam Eyang Sambu atau Sayyid Abdurrahman yang juga merupakan tokoh penyebar Islam di daerah Lasem dan sekitarnya yang berada di komplek masjid Lasem. Dan juga beberapa tempat ziarah lainnya yang tersebar di daerah Rembang. Ada wisata pantai: Dampo Awang Beach, pantai Karang Jahe dan lain sebgainya. Selain itu Rembang juga memiliki Batik Lasem, yang memiliki motif corak "Empat Nagari", sebuah corak yang menggabungkan empat negeri/kebudayaan: Jawa, Arab (Islam), Cina dan Eropa. 

Irisan empat budaya itu pula yang tampaknya menggambarkan budaya masyarakat setempat. Ada pula buah Kawis, yang merupakan buah khas dari Rembang. Buah ini tampaknya hanya ada di Rembang dan beberapa daerah sekitar. Potensi-pontensi itu akan menjadi "berkah" bagi Rembang, jika benar-benar dikelola dengan baik dan maksimal.

Gb. Salah satu koleksi batik Lasem (mohon maaf untuk sementara gambar-gambarnya belum bisa ditampilkan, karena terkendala teknis)

Jika anda melewati jalur pantura pulau Jawa bagian Timur, mampir lah ke Rembang. Anda bisa mencoba berbagai destinasi yang ada di kota garam ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun