Tak cuma para pemain dan ofisial yang akan merasakan dampak buruk dari pergantian badan hukum sebuah klub, pihak ketiga seperti pajak pun bisa ikut terkena getah karena badan hukum yang sebelumnya menaungi klub tersebut bisa lari dari tanggung jawab. Sementara pihak badan hukum yang baru tak mau membayarkan apa yang menjadi kewajiban pengurus badan hukum sebelumnya.
Contoh kasus pergantian nama klub dan pembelian lisensi bisa dilihat jelas pada Pelita Jaya. Pada 2012 saat Indonesia memiliki dua liga, ISL dan IPL, klub Pelita Jaya melalui PT Pelita Jaya Cronus mengakuisisi Arema ISL yang kala itu justru sama sekali belum berbadan hukum. Kalaupun ada itu merupakan PT bodong. Nama Arema Malang pun berubah menjadi Arema Cronus. Skuatnya diisi pemain-pemain asal Pelita Jaya.
Akibat lanjutannya, PT Pelita Jaya Cronus pun harus melepaskan hak kepemilikan atas Pelita Jaya. Saat itu Pelita Jaya masih punya lisensi untuk tampil di ISL. Akhirnya muncul nama Pelita Bandung Raya (PBR), yang merupakan hasil merger antara Pelita Jaya dengan klub Divisi III, Bandung Raya.
Pada 2014, PBR kembali melakukan merger dengan Persipasi Bekasi yang memunculkan Persipasi Bandung Raya. Dua tahun kemudian, karena kesulitan finansial Persipasi Bandung Raya dijual kepada pengusaha asal Madura, Achsanul Qosasi. Sejak saat itu tak ada lagi nama Pelita Jaya dalam kancah sepak bola Indonesia. Karena sudah berganti menjadi Madura United. Hebatnya, klub ini bisa langsung tampil di level tertinggi TSC, bukan dari divisi terbawah.
Lalu bagaimana dengan Arema Cronus? Klub yang dipertanyakan status badan hukumnya sejak 2012 ini baru empat tahun kemudian mengumumkan nama PT yang menaungi yaitu PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (PT AABBI). Hal ini jelas sebuah pelanggaran dari Regulasi PSSI sendiri. PSSI selaku lisensor seharusnya tidak boleh mengakui pergantian Badan Hukum/PT yang berbeda untuk satu klub yang sama.
Poin menarik lainnya adalah Iwan Budianto, CEO Arema Cronus, pernah mengakui kalau selama ini dia tidak tahu NPWP PT Arema Indonesia. Uniknya, meski tak mengetahui NPWP PT Arema Indonesia yang memang terdaftar di PSSI, Iwan menyebut selalu membayar pajak. Jika selama ini Iwan mengaku selalu membayar pajak, lalu NPWP siapa yang dibayar?
“NPWP itu identitas pribadi. Ngapaincoba bayar pajak tapi pake NPWP pihak lain? Yang ada malah kita rugi karena negara menganggap yang membayar pajak adalah pihak yang dipakai NPWP-nya. Itu alasan yang aneh,” jelas Muhammad Jani, Ketua Pengawasan dan Kosultasi KPP Malang Selatan, seperti dilansir Jawa Pos.
Di KPP Malang Selatan sendiri PT Arema Indonesia memang sudah terdaftar. NPWP atas nama PT Arema Indonesia ini dipegang oleh pengurus klub Arema Indonesia yang awal Januari ini baru dikembalikan statusnya sebagai anggota PSSI.
Kenapa Arema Cronus mengganti nama PT yang menaungi mereka? Karena telah jelas siapa pemilik sesungguhnya dari PT Arema Indonesia. Kubu Arema Cronus yang selama ini bersikukuh merekalah yang berhak memakai PT Arema Indonesia akhirnya memilih jalan pintas dengan mendirikan PT AABBI.