Siang itu terik. Cahaya matahari menajamkan warnanya. Putih dengan sinar kuning terang. Langit begitu indah tanpa ada awan yang menutupi. Pejalan kaki yang mayoritas mahasiswa memadati trotoar jalan Gegerkalong Girang. Beberapa mahasiswa tengah mengobrol dengan sesamanya di sudut gerbang parkir UPI.Â
Pedagang kaki lima terlihat melayani beberapa anak Sd yang ingin membeli jajanan. Saya memarkirkan motor di barisan kedua dari atas. Parkir tersebut agak lengang jika dibandingkan tempat lain.
Jumat, 29 maret 2019 Saya berencana untuk mencari sekelompok anak kecil yang sering berjualan tisu di lingkungan UPI. Dalam beberapa minggu terakhir, anak-anak kecil itu terlihat berkeliaran sembari menawarkan tisu.Â
Dulu, bahkan pernah ada anak kecil yang mengamen. Mereka cerdik. Untuk membuat mahasiswa tertarik, mereka biasa membawakan lagu ala mahasiswa, seperti; Darah juang, Buruh tani, dan lain dan lain. Saya berencana meliput aktifitas anak-anak tersebut sembari belajar Teknik Reportase.
Teknik Reportase. Gabriel Garcia Marquez, Wartawan Kolombia, dalam buku "Karena jurnlisme bukan monopoli wartawan" Karya Alm Rusdhi Mathari, pernah berkata kurang lebih, Inti dari kegiatan wartawan adalah reportase. Dia juga kerap mengkritik wartawan yang menganggap wawancara adalah segalanya. Â
Lebih lanjut Ia menegaskan, wartawan yang tidak bisa melakukan reportase lebih baik berhenti dari profesinya. Begitu tegas. Teknik Reportase memang tidak asing di telinga Saya. Namun, sampai saat ini Saya masih gagap dalam menerapkan Teknik tersebut pada setiap tugas jurnalistik yang diberikan.
Saya begitu mengagumi tulisan Linda Christanty dan Almarhum Rusdhi Mathari. Mereka melakukan Reportase terhadap orang-orang pinggiran dan menuliskannya dengan gaya Jurnalisme Sastrawi. Tulisan mereka begitu mengalir dan tajam.Â
Salah satu yang menarik dari tulisan mereka adalah bagaimana Rusdhi dan Linda mengamati hal-hal kecil dari keadaan sekitar maupun dari narasumbernya. Hal itu lalu mereka tuangkan secara apik dalam sebuah laporan.
Penerapan Teknik Reportase pada aktifitas anak-anak kecil tersebut, mungkin akan membuat Saya berkembang. Minimnya informasi membuat Saya memutuskan untuk berjalan-jalan tak tentu arah di sekitar UPI, mencoba peruntungan di setiap sudut yang saya rasa sebagai tempat mereka (Anak-anak kecil --red) berjualan. Panas matahari begitu menyengat.Â
Saya berjalan menuju Koperasi Mahasiswa (Kopma). Entah kenapa, pikiran pertama saya tertuju pada tempat itu. Kopma selalu ramai, apalagi ketika Siang hari. Mahasiswa-mahasiswa pun terlihat tengah menyantap makanan mereka sembari terlibat sebuah obrolan. Banyak pilihan makanan yang disajikan. Jelas hal itu menggugah selera civitas akademika UPI.Â
Sejujurnya Saya hanya 3x makan di Kopma. Menurut hemat saya, Kopma begitu sumpek dan ramai. Tidak ada kesunyian kecuali saat sore menjelang. Hal itu membuat kenyamanan Saya dalam menyantap makanan terganggu.
Terlepas dari semua itu, Saya tidak berhasil menemukan mereka. Tanpa pikir panjang, Saya melanjutkan perjalanan menuju Fakultas Ilmu Pendidikan. Di pertigaan dekat perpustakaan UPI, terdapat kampanye dalam bentuk mural salah satu paslon Capres dan Cawapres REMA.Â
Memang situasi Student Government UPI, ketika itu, sedang dalam tahap pemilu setelah berulang kali diundur karena ada beberapa konflik.
Marlovin, Ketua BEM Prodi BK, sedang duduk di depan perpustakaan UPI ketika saya menyapanya. Ia memakai kemeja merah muda bergaris dipadu celana hitam panjang. Saya terlibat obrolan dengannya mengenai demisioner dan lain dan lain.
"Kumaha euy, intel pemilu REMA?," ujarnya. Saya tertawa. Di beberapa kalangan mahasiswa FIP, Saya dikenal sebagai Intel karena tergabung dalam sebuah komunitas pembuat berita.
"Lebih menarik Pemilu Indonesia, Urang lagi meliput Praktik Kampanye di Kampus," kata Saya menanggapi. Memang ada kasus di beberapa Institut pendidikan, dosen ikut mengkampanyekan salah satu paslon di Lingkungan Institutnya. Praktek tersebut nyatanya dilarang.Â
Hal itu tertuang dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h yang berbunyi "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Menristekdikti pun melarang praktik kampanye di dalam kampus. "Kampanye untuk calon anggota DPR, Presiden, Wakil Presiden, Tidak boleh di dalam Kampus," ujarnya dikutip dari berita TEMPO.CO yang terbit pada Jumat, 12 Oktober 2018 08:55 WIB. Tidak hanya di kampus, lembaga pendidikan lain seperti pesantren pun harus bebas dari kampanye politik.
Dalam kode etik dosen UPI, BAB III pasal 6 huruf f, Dosen harus menghindarkan diri dari perbuatan yang dapat merusak martabat dosen sebagai tenaga pendidik yang terhormat. Lebih lanjut pada BAB IV Pasal 10 ayat 2, Dosen berpartisipasi dalam memelihara keamanan, ketertiban, kebersihan, dan keindahan fasilitas umum dalam kampus.Â
Tidak bisa dipungkiri, kedua pasal diatas bisa dicapai jika Dosen mengikuti peraturan yang berlaku, salah satunya peraturan mengenai pemilu yang melarang kampanye dilakukan di dalam kampus. Namun, Saya masih ragu perihal Dosen, civitas akademika UPI, maupun Alumni UPI yang berkampanye mendukung salah satu paslon menggunakan Embel-embel UPI. Apa itu tidak menyalahi etika?
Kembali ke depan perpustakaan. Saya beralih ke saung FIP. Marlovin mengatakan, disana ada beberapa teman seprodi Saya. "Mungkin mengerjakan tugas," tebakku dalam hati. Di saung FIP, tampak Shaef, Fadil, Teh Yuniar, dan Dara sedang melakukan Syuting untuk memenuhi tugas matkul Teknologi Media.
"Ngapain jak ke kampus?," tanya Shaef. Ia memakai kemeja lengan panjang hitam bergaris. Tangannya tampak sedang mengetikkan beberapa kata di laptop.
"Jalan-jalan aja, capek tidur terus," Kata Saya sekenanya.
Hari sudah mendekati waktu Jumatan. Setelah itu, ada rapat Kadep Himpunan untuk membahas mengenai Upgrading. Mungkin Anak-anak kecil itu tengah berjualan di tempat lain. Atau bermain bola, membantu orangtuanya, atau jangan-jangan mereka tidur?.Â
Ditengah Imajinasi Saya, mata tiba-tiba terasa berat. Jam menunjukkan Pukul 11.55. Rasa kantuk ini harus ditunda. Saya segera menutup laptop, mencukupi laporan hasil pencarian hari ini, lalu bergegas menuju Masjid Alfurqon. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H