Mohon tunggu...
Axel Rizqya Yusuf Brahmana
Axel Rizqya Yusuf Brahmana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 23107030049

Lil bit autistic

Selanjutnya

Tutup

Film

Kesepian dan Koneksi: Menggali Hubungan Pribadi dan Tematik Antara 'Lost in Translation' dan 'Her'

17 Juni 2024   18:03 Diperbarui: 18 Juni 2024   08:54 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/hidden.ny

Film sering kali tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga media untuk mengungkapkan emosi, pengalaman, dan pemikiran mendalam pembuatnya. Dalam hal ini, dua film yang sangat relevan untuk dianalisis adalah "Lost in Translation" dan "Her". Kedua film ini sering kali dianggap saling berkaitan, bahkan ada yang menyebutnya sebagai balasan satu sama lain.

"Lost in Translation" disutradarai oleh Sofia Coppola dan dirilis pada tahun 2003, sedangkan "Her" disutradarai oleh Spike Jonze dan dirilis pada tahun 2013. Keterkaitan antara kedua film ini lebih dari sekadar tema dan gaya, melainkan juga berhubungan dengan kehidupan pribadi dari dua sutradara tersebut.

Konteks Pribadi dan Emosional

Sofia Coppola dan Spike Jonze pernah menikah pada tahun 1999 sebelum bercerai pada tahun 2003. "Lost in Translation" dirilis tidak lama setelah perceraian mereka, dan banyak yang berspekulasi bahwa film ini mencerminkan perasaan Coppola selama masa tersebut. Dalam "Lost in Translation", kita melihat karakter Charlotte (Scarlett Johansson), seorang wanita muda yang merasa terisolasi dan tidak dipahami oleh suaminya, John (Giovanni Ribisi), seorang fotografer yang sibuk. Hubungan mereka yang penuh ketegangan dan alienasi sering kali dianggap sebagai cerminan dari pernikahan Coppola dan Jonze yang gagal.

Sepuluh tahun kemudian, Spike Jonze merilis "Her", sebuah film yang berfokus pada Theodore Twombly (Joaquin Phoenix), seorang pria kesepian yang menjalin hubungan dengan Samantha (Scarlett Johansson), sebuah sistem operasi canggih. Dalam film ini, kita juga melihat tema-tema isolasi, kesepian, dan kebutuhan akan koneksi emosional yang mendalam. Banyak yang berpendapat bahwa "Her" adalah tanggapan Jonze terhadap "Lost in Translation", mencerminkan bagaimana ia memproses emosi dan pengalaman pribadinya setelah perceraian mereka.

Refleksi Pribadi dalam Karya

"Lost in Translation" seringkali dianggap sebagai refleksi dari perasaan Sofia Coppola selama pernikahannya dengan Spike Jonze. Film ini menangkap rasa keterasingan dan ketidakpuasan dalam hubungan, mirip dengan apa yang mungkin dirasakan Coppola dalam kehidupannya sendiri. Karakter Charlotte sering dianggap sebagai alter ego Coppola, merasakan kehilangan arah dan mencari makna dalam lingkungan yang asing.

"Her" bisa dilihat sebagai tanggapan dari Spike Jonze terhadap "Lost in Translation." Theodore, karakter utama, juga mengalami kesepian yang mendalam setelah perceraian dan mencoba menemukan kembali makna dalam hidupnya melalui hubungan dengan entitas yang tidak sepenuhnya nyata. Samantha, sistem operasi, mencerminkan cara teknologi dapat menggantikan atau memperumit hubungan manusia.

Tema Kesepian dan Isolasi

Kedua film ini secara mendalam mengeksplorasi tema kesepian dan isolasi. Dalam "Lost in Translation", Bob Harris (Bill Murray) dan Charlotte merasa terasing di tengah-tengah hiruk-pikuk Tokyo. Mereka menemukan kenyamanan satu sama lain dalam kesamaan perasaan mereka yang tidak dipahami dan kesepian. Kota Tokyo, dengan keramaian dan budayanya yang asing, menjadi latar yang sempurna untuk menggambarkan perasaan mereka yang terasing.

Sebaliknya, "Her" mengambil latar di masa depan dengan teknologi yang canggih namun menciptakan jarak emosional antara manusia. Theodore, meskipun hidup di dunia yang sangat terhubung, merasa sangat kesepian setelah perceraiannya. Hubungannya dengan Samantha, sebuah entitas non-fisik, menyoroti bagaimana teknologi bisa menjadi pedang bermata dua, memperkuat kesepian sekaligus menyediakan bentuk koneksi baru.

Gaya Visual dan Atmosfer

Kedua film ini juga memiliki gaya visual yang khas yang mencerminkan suasana hati dan tema yang mereka eksplorasi.

Sofia Coppola menggunakan sinematografi yang lembut dan pemandangan kota Tokyo yang indah namun asing untuk menggambarkan isolasi dan keindahan kesepian dalam "Lost in Translation." Gaya visual ini memperkuat perasaan keterasingan yang dirasakan oleh karakternya.

Spike Jonze dalam "Her" menggunakan palet warna hangat dan suasana futuristik untuk menggambarkan dunia yang secara teknologi maju namun secara emosional terputus. Penggunaan warna dan desain produksi yang hati-hati membantu membangun dunia yang terasa akrab namun asing, mencerminkan perjalanan emosional Theodore.

Kedua film ini, meskipun dibuat dengan jarak waktu sepuluh tahun, menunjukkan keterkaitan yang mendalam baik secara tematis maupun emosional. "Lost in Translation" dan "Her" masing-masing menggambarkan pengalaman kesepian, isolasi, dan pencarian koneksi manusia dalam konteks yang berbeda namun tetap relevan. Hubungan pribadi antara Coppola dan Jonze menambahkan lapisan interpretasi tambahan, di mana kedua film ini bisa dilihat sebagai dialog emosional dan artistik antara dua pembuat film berbakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun