Mohon tunggu...
Yusuf Awwab
Yusuf Awwab Mohon Tunggu... -

Hidup tanpa prasangka buruk akan menumbuhkan kecintaan dan persaudaraan pada sesama manusia. Love For All Harted For None

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SARA dan Kekerasan Atas Nama Agama

20 November 2016   21:06 Diperbarui: 21 November 2016   06:06 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aung San Suu Kyi dengan reporter bbc, muslim (sumber. www.bbc.com)

Serangan bom ke Gereja Oikumene Samarinda, Kalimantan  Timur yang menewaskan gadis kecil, Intan, mengundang simpati banyak pihak. Bukan hanya umat Gereja, umat Islam yang tidak suka kekerasan pun mengutuk serangan tersebut. Mereka, para umat Islam yang berada di sekitar Gereja bersama-sama dengan umat Gereja merapihkan dan membersihkan bangunan Gereja yang rusak. Kapolres Samarinda, Kombes Setyobudi Dwiputro menggambarkan bahwa suasana tersebut begitu sejuk.

Beberapa pria yang mengenakan kopiah putih, sebuah identitas yang selama ini disalahgunakan beberapa oknum dalam perbuatan tindakan in-toleran mereka, merasa terpanggil untuk membantu membersihkan Gereja. Bagi mereka apa yang mereka lakukan adalah bentuk dari toleransi dan saling menghargai antar umat beragama.

Umat Islam membersihkan Gereja Oikumene Samarinda. (sumber: www.kaltim.tribunnews.com)
Umat Islam membersihkan Gereja Oikumene Samarinda. (sumber: www.kaltim.tribunnews.com)
Persoalan SARA merupakan persoalan yang paling fundamental, dan isu ini akan tetap bergeliat muncul kepermukaan selama manusia itu ada.

SARA lahir dari pola pikir manusia yang merasa paling hebat, pintar, cerdas, tampan, suci, benar dan lainnya. Kemudian dari pikiran tersebut muncul sifat merendahkan, menghina, melecehkan hingga membenci orang lain.

Kita mungkin tidak sadar jika SARA sudah biasa terjadi di lingkungan keluarga. Bagaimana seorang kakak membully adiknya ketika sang adik tidak lebih pintar daripadanya. Bahkan terkadang orang tua pun menjadi pemicu timbulnya SARA.Ketika orang tua membangga-banggakan salah satu anaknya dan menjatuhkan anak yang lainnya. Mereka tidak adar bahwa sebenarnya mereka sedang mengajarkan kepada anak-anak mereka perbuatan SARA.

www.merdeka.com
www.merdeka.com

Disini lah sebenarnya peran agama masuk. Agam dibuat Tuhan untuk membersihkan dan menghapus sifat seperti itu, namun apa jadinya jika Agama pun ternyata dijadikan isu SARA. Tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan untuk membunuh orang yang tidak berdosa. Semua agama mengajarkan cinta damai. Namun ketika para pemeluknya melakukan tindak kekerasan dengan berlindung dibalik topeng agama, maka inilah yang menjadi masalah.

Kita perlu mengutuk tindakan pengeboman yang dilakukan seseorang yang mengatasnamakan agama di Gereja Oikumene Samarinda, sebagaimana kita juga mengutuk pembantaian terhadap kaum Muslim Rohingyah yang dilakukan Umat Budha di Miyanmar.

Sumber: www.stream.aljazeera.com
Sumber: www.stream.aljazeera.com
Kita tidak bisa menutup mata terhadap pembantaian tersebut. Para biksu memprovokasi umatnya untuk menyerang dan membakar rumah-rumah umat Islam Rohingyah. Bahkan Aung San Suu Kyi, peraih nobel perdamaian, bungkam atas tindakan pembantaian Umat Budha terhadap Umat Islam Rohingyah. Bahkan ia menghadrik reporter BBC, Mishal Husein dengan mengatakan, “Kenapa tidak ada yang memberitahu saya bahwa saya akan diwawancarai seorang Muslim.” Sikapnya tersebut menuai kritikan dunia. Jelas dari nada bicaranya, peraih Nobel Perdamaian yang kini berkuasa di Miyanmar tersebut memiliki kebencian terhadap umat Islam.

Aung San Suu Kyi dengan reporter bbc, muslim (sumber. www.bbc.com)
Aung San Suu Kyi dengan reporter bbc, muslim (sumber. www.bbc.com)
Aung San Suu Kyi, seorang penganut Budha yang ta’at, namun mengapa ia dan rakyatanya yang mayoritas Budha memendam rasa kebencian terhadap umat Islam. Meski Dalai Lama memintanya agar ia dan umat Budha Miyanmar memperlakukan umat Islam Rohingyah sebagai saudara, namun tetap saja tidak bisa. Siapa yang salah? Kita percaya bahwa Budha mengajarkan kasih sayang kepada sesama. Jadi Kesalahan buka terletak pada Budha dan agama Budha, tapi kesalahan terletak pada pribadi umat Budha.

Begitupun yang terjadi dengan umat Islam Ahmadiyah. Pakistan memperbolehkan rakyatnya untuk menganiaya umat Islam Ahmadiyah, karena dianggap sesat. Pembunuhan, penjarahan dan pemerkosaan terhadap umat Islam Ahmadiyah di Pakistan marak dilakukan, dan negara yang mayoritas Islam melegalkan tindakan tersebut.

Rumah warga Ahmadiyah yang dibakar massa di pakistan. (www.dailypakistan.com.pk)
Rumah warga Ahmadiyah yang dibakar massa di pakistan. (www.dailypakistan.com.pk)
Hal itu pun terjadi di Indonesia. Puluhan masjid Ahmadiyah dibakar dan dihancurkan oleh beberapa umat Islam Indonesia, hanya karena Ahmadiyah dianggap sesat. Padahal mereka sesama Islam.

Penyerangan yang dilakukan ribuan umat Islam Banten terhadap umat Islam Ahmadiyah di Cikeusik menewaskan empat orang dan melukai puluhan orang Ahmadiyah. Bahkan rumah dan masjid mereka diratakan dengan tanah. Apa yang salah? Apakah Islam mengajarkan seperti itu? Jelas jawabannya tidak.

penolakan terhadap Ahmadiyah di Indonesia (sumber: www.turunkebumi.files.wordpress.com)
penolakan terhadap Ahmadiyah di Indonesia (sumber: www.turunkebumi.files.wordpress.com)
Hal ini kembali kepada pola pikir manusia yang merasa paling suci, benar, mulia, tinggi, hebat, pintar, dan sebagainya, sehingga mereka memandang rendah hingga menimbulkan kebencian kepada orang yang berbeda.

Kasus pengeboman di Gereja Oikumene, juga pembantaian Muslim Rohingyah, serta penyerangan terhadap komunitas muslim Ahmadiyah, adalah perbuatan orang yang tidak beragama. Agama dilahirkan untuk saling mencintai dan menjunjung tinggi kehormatan manusia.

(sumber: www.pusakaindonesia.org)
(sumber: www.pusakaindonesia.org)
Parahnya bahwa umat manusia menjadikan agama sebagai tameng dari segala perbuatan buruknya. Mereka melegalkan tindakannya dengan berlindung dibalik kesucian Agama. Mereka tidak takut menumpahkan darah atas nama agama. Orang-orang seperti ini tidak layak disebut beragama, karena perbuatan  mereka jauh dari kesan agama. Mereka adalah musuh Tuhan dan selamanya akan menjadi musuh Tuhan.

Kini bagaimana caranya agar kebencian terhadap agama, suku, golongan dan lainnya itu hilang? Inilah yang menjadi peer bersama. Patut bagi kita semua untuk saling mengasihi, menyayangi, menghormati dan menghargai perbedaan diantara kita. Kebencian hanya akan melahirkan kebencian, dan bahkan akan lebih. Mengapa kita harus memelihara kebencian jika hanya akan membawa permusuhan? Bukan sebuah tindakan beradab ketika perbedaan diselesaikan dengan kekerasan. 

Perlu rasanya menggaungkan slogan umat Islam Ahmadiyah yaitu Love For All Harted For None yang memiliki makna yang luas “Cinta untuk semua manusia dan tidak ada kebencian bagi siapapun, meski itu musuh sekalipun.” Mengedepankan kecintaan daripada kebencian akan membawa seseorang kepada kedamaian.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun