Ucapan provokatif tersebut membuahkan korban, setelah Trump dinyatakan menang, dua orang kulit putih dengan topeng bertuliskan “Make America Great Again”yang merupakan semboyan khas Trump menyerang seorang Mahasiswi Islam dengan memukul dan menarik kerudungnya. Mahasiswi Universitas Lousiana tersebut terpaksa harus dibawa ke rumah sakit.
Terlepas dari berbagai program dan janji yang disampaikannya, jelas bahwa Donald Trump paham jika isu SARA masih menjadi primadona di kalangan kelompok mayoritas di sebuah bangsa. Kita tidak bisa membayangkan seperti apa reaksinya jika yang menjadi presiden Amerika itu seseorang yang beragama Islam, pastinya akan banyak ‘hujatan’ dan ‘penganiayaan’ oleh kaum mayoritas Amerika.
Inilah realita yang ada, di belahan dunia dan bangsa manapun, setiap mayoritas ingin berkuasa dan secara naluria mereka tidak menghendaki dipimpin oleh minoritas, meskipun sang minoritas itu jujur, berintegritas dan luar biasa hebat.
Jadi jangan heran jika mayoritas akan mati-matian menolak minoritas. Dan mereka tidak perduli meskipun calon yang mereka usung tersebut korup, anti ras dan buruk citranya, asalkan bukan dari kaum minoritas mereka akan mendukungnya. Sekali lagi ini adalah realita yang ada di berbagai bangsa di dunia ini. Terlepas mayoritasnya tersebut dari segi etnis, agama dan ras yang jelas sama.
Jadi dari sudut pandang seperti itu, wajar jika keberadaan Ahok ditentang banyak pihak, khususnya dari kaum mayoritas Indonesia. Ini bukan karena Ahok tidak jujur, tidak cakap atau kurang integritas tapi karena Ahok itu Kristen dan Cina. Apalagi ditengah-tengah masyarakat sudah terbentuk opini yang kuat bahwa orang cina itu esklusif, tidak mau berbaur dengan masyarakat umum, juga mereka terkenal penjilat dan pengkhianat.
Meski opini tersebut tidak benar, karena semua itu kembali kepada sikap dan perbuatan masing-masing, dan bukan berdasarkan suku atau ras. Namun citra tersebut kadung melekat pada etnis tersebut. Padahal Ahok pernah memarahi dan menyuruh keluar PNS yang cekikikansaat lagu Indonesia raya dinyanyikan, baginya orang yang tidak serius dalam menyanyikan lagu Indonesia raya tidak pantas hidup di NKRI ini.
Dan terakhir Ahok “sial” karena termakan jebakan batman lawannya dengan mengutip surah Al-Maidah ayat 51 dalam lawatannya ke kepulauan seribu. “Sialnya” lagi Ahok mengupload pidato lawatannya tersebut ke youtube Pemprov DKI. Sehingga menjadi sasaran empuk bagi Buni Yani, yang ternyata pendukung calon presiden yang dikalahkan Jokowi, untuk memotong ucapan Ahok yang berisi surah Al-Maidah ayat 51 tersebut, dan menyebarkannya melalui jejaring sosial.
Para aktor bertepuk tangan, ibarat memancing mereka berhasil mendesak Ahok untuk memakan umpan yang mereka berikan.
Ahok ceroboh dan benar-benar ceroboh. Pidatonya dengan mengutip surah Al-Maidah ayat 51 adalah kecerobohan dan kesalahan. Ahok mungkin sudah biasa menghadapi sentimen agama, bahkan saat ia maju sebagai calon bupati belitung timur, surah Al-Maidah ayat 51 ini pun menjadi senjata bagi lawan-lawannya untuk menjatuhkannya. Tapi toh! Ia tetap melenggang bebas melangkah menduduki kursi nomor satu.
Ahok harusnya sadar bahwa sejak ia memutuskan keluar dari partai Gerindra yaitu partai yang mengusungnya menjadi wakil Gubernur bersama Jokowi, maka sebenarnya ia telah menabur genderang perang dengan partai tersebut. Kemudian ketika ia mendukung Jokowi menghadapi mantan ‘bosnya’ dalam pemilihan RI satu, maka sesungguhnyu ia telah berhadapan dengan seluruh komponen koalisi dari partai tersebut. Satu lagi yang perlu dikhawatirkan Ahok adalah relawan, simpatisan dan pendukung militan bekas partainya yang sakit hati atas keluar dirinya dari partai tersebut.
Surah Al-Maidah ayat 51 merupakan umpan, dan umpan ini dimakan oleh Ahok. Meski Ahok telah secara tulus minta maaf kepada umat Islam. Dan sebagai bukti ketulusannya, ia dengan inisiatif sendiri pergi ke Bareskrim Polri agar kasusnya segera diusut dan diselesaikan. Sehingga atas tindakannya tersebut Yusril Ihza Mahendra dan Din Syamsuddin memberikan apresiasi kepadanya, dan menyerukan kepada umat Islam untuk memaafkannya. Namun permintaan maaf tersebut sudah tiak ada artinya. Pancing sudah terlanjur tersangkut pada bibir Ahok.