Meski sudah lewat tiga hari, demo 4 November masih menyisakan cerita yang menarik. Aksi damai tersebut mendadak menjadi ricuh saat memasuki detik-detik terakhir berakhirnya waktu demo. Sekitar pukul enam lewat lima belas menit pecah bentrokan antara pendemo dengan aparat. Siapakah yang menjadi provokator dari aksi damai yang sudah terbangun begitu damai dan indah dari pukul satu siang hingga enam malam tersebut? Seakan suara dentangan lonceng enam kali bukan menandakan telah berakhirnya demo, melainkan waktu untuk memulai sebuah gerakan baru. Sebuah skenario yang sudah disusun matang oleh pihak-pihak penyusup.
Mendadak semua massa, baik itu dari pihak pendemo maupun aparat sontak terkejut, panik dan tak menyangka akan pecah kerusuhan. Penyusup ini begitu licin dan cantik permainannya. Menurut Indra J. Pialing di tweet-nya bahwa lima belas menit sebelum waktu demo berakhir beberapa gerombolan kecil masing-masing terdiri dari tiga orang berbadan tegap berjalan santai melewati aparat dan bergabung dengan para demonstran yang saat itu berjalan pulang meninggalkan tempat mereka berkumpul.
Kelompok-kelompok kecil ini meraih apa saja yang mereka dapati, baik itu atribut, bendera maupun lencana para pendemo yang terjatuh atau sengaja dibuang. Mereka berdiri tepat di belakang kelompok mahasiswa yang saat itu pun hendak membubarkan diri. Para mahasiswa tidak bisa bergerak karena terdesak oleh para pendemo di belakang mereka, yang ternyata bukanlah pendemo sesungguhnya tetapi para penyusup yang sudah dipersiapkan matang oleh “Sang Penumpang Gelap” guna menggagalkan aksi demo yang bermartabat tersebut.
Lalu sekejap kemudian “DUAAAAR!” bentrokan pun terjadi. Dengan pekikan “Allahu Akbar!” para penyusup ini mulai melemparkan batu, bambu, dan apa saja ke arah brikade polisi. Para demonstran lainnya panik mereka berusaha mencegah agar gerombolan ini tidak berbuat anarkis. Pun dengan para koordinator pendemo, dari balik pengeras suara mereka berkali-kali agar para pendemo menahan diri dan tidak menyerang aparat polisi dan TNI.
Dalam keadaan kacau seperti itu tidak ada lagi jalan keluar bagi polisi selain menembakkan gas air mata. Sekejap cara tersebut membuahkan hasil. Para penyusup lari lintang pukang. Mungkin bagi mereka, misi telah berhasil. Sementara para kyai, ulama, habib dan tokoh masyarakat terguncang atas tembakan gas air mata dari polisi. Syekh Ali Jabar, Ustadz Arifin Ilham, Aa Gym dan ulama lainnya terpaksa terkena gas air mata. Mereka pun berteriak agar polisi menghentikan tembakannya.
Kapolda Metro Jaya, Irjen M. Iriawan langsung turun menghampiri para demonstran yang mulai tersulut amarah karena melihat para kyai, habib, dan ulama yang mereka hormati menderita terkena gas air mata. Dikepung oleh para demonstran dan tembakan gas air mata, sang Kapolda berlari dan berteriak ke tengah-tengah para demonstran untuk menenangkan diri mereka.
Akhirnya suasana pun mulai terkendali. Saat situasi dirasa cukup stabil, para demonstran dan polisi kembali berdiri di tepi batas garis mereka masing-masing. Tiba-tiba perhatian mereka diahlikan ke Luar Batang. Di sana terjadi bentrokan. Sepertinya skenario “Sang Penumpang Gelap” berjalan. Para pendemo bayaran yang mereka susupkan berhasil memancing amarah para demonstran, namun sepertinya bukan para demonstran yang menjadi sasaran mereka tetapi warga Luar Batang.
Mereka tidak hanya melawan aparat, tapi juga menjarah dua minimarket milik keturunan Tionghoa. Terpaksa aparat TNI dan polisi menurunkan 100 anggota tambahan mereka yang diterjunkan guna mengendalikan dan menghalau massa serta menangkap para penjarah minimarket. Suasana pun terkendali.
Upaya “Sang Penumpang Gelap” bisa jadi tidak berhasil. Dia sepertinya ingin mengulangi tragedi 98 di mana kerusuhan dan penjarahan hampir bersamaan. Penggulingan pemerintahan (kala itu Soeharto) yang diiringi dengan sentimen kebencian terhadap etnis Tionghoa ingin dihidupkan kembali pada demo kali ini. Sayangnya hal tersebut tidak berjalan sesuai skenarionya. Namun, setidaknya ia berhasil membangun image bahwa kerusuhan terjadi akibat Presiden tidak bersedia menemui para demonstran dan lebih memilih mendatangi proyek rel kereta api yang ada di bandara.