Dan saat panggilan ditutup, aku melanjutkan penantian akan kedatangan ibuku sambil menatap langit yang kini mulai menggelap. Sementara, orang-orang masih meragukan apakah Corona ada atau tidak, aku masih memikirkan; bagaimana caranya aku bisa segera bertemu ibuku kembali.
Karena seminggu setelah itu,
Ada panggilan yang masuk ke teleponku. Kata-katanya hanya satu kalimat, sementara yang gugur adalah seluruh duniaku;
"Ini Denis, anaknya Dokter Nana?"
"Iya."
"Dokter Nana meninggal dunia."
Runtuh dan luluh lantak. Tak kudengar lagi apapun selain gemuruh yang melanda dada dan kepalaku---sementara kusaksikan seluruh duniaku menjadi keping. Ada yang terenggut dari dadaku, seperti jantungku pelan-pelan berhenti, organku pelan-pelan tak berfungsi; rasanya, seperti aku yang mati.
Sebab ibuku kini, tak akan kembali. Dan aku, tak bisa, bahkan untuk sekadar mengunjunginya yang terakhir kali.
Sementara kubiarkan panggilan itu tetap bersuara, dan aku menangis dalam sunyi;
Karena aku tahu ibuku tak akan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H