Nama        : Pretty Boys
Pemeran      : Deddy Mahendra Desta, Vincent Rompies, Danilla Riyadi, Roy Marten, Onadio Leonardo, Imam Darto, Joe P. Project, Tora Sudiro.
Genre        : Drama, Comedy
Sutradara     : Tompi
Durasi        : 1 jam 40 menit
Tanggal Rilis : 19 September 2019
Atas alasan apa kita berjuang? Atas alasan apa kita kecewa? Bisa jadi sebabnya satu, kecewa. Hal itulah yang membangun Anu sebagai sosok yang idealis dengan restu ayah, alih-alih ketakutan.
Rahmat yang yatim-piatu sejak lahir, merasa tidak ada yang memperdulikannya, ia hanya tidak bersyukur. Hingga kenikmatan melanda, akhirnya badai mengguncang persahabatan, wanita memperkeruh keadaan. Anu dan Rahmat mencoba lagi dari titik awal.Â
Dua sahabat yang bermimpi memiliki karier cemerlang dengan masuk di dunia televisi, akhirnya memutuskan hijrah ke Jakarta untuk mengadu nasib. Anugerah (Vincent) dan Rahmat (Desta) menjalani semua pekerjaan untuk mendapatkan hidup yang kaya seperti yang mereka inginkan.
Mereka bekerja di sebuah bar-resto, awal perkenalan Anu dan Mamat dengan Asty (Danilla) yang akhirnya menjadi lubang cobaan mereka berdua.
Tawaran demi tawaran dicoba oleh Mamat dan Anu agar bisa menjadi MC di televisi, namun ekspektasi tidak selalu sesuai dengan harapan. Hingga disatu titik, meski hanya tawaran menjadi penonton bayaran, itulah awal datangnya rezeki dan petaka bagi Anu dan Mamat.
Di sana, mereka berkenalan dengan Roni (Onadio Leonardo), managernya kelak. Serta Mas Bayu (Imam Darto) Produser program acara yang menjulangkan nama mereka berdua.
Pretty Boys menjadi debut Tompi sebagai sutradara dan Desta sebagai produser. Dilihat dari jalan cerita, alasan Anu dan Mamat masuk ke dunia televisi menjadi unik, sebagai MC. Berbeda dengan alasan kebanyakan film yang bertema sama, yaitu menjadi artis atau penyanyi.
Chemistry yang didapat dari Desta dan Vincent pun tidak perlu diragukan lagi. Jokes-jokes receh khas mereka berhasil membuat penonton terhibur dan tertawa terpingkal-pingkal.
Pemilihan Danilla, sosok penyanyi Indie sebagai pemeran Asty pun dinilai berani. Pasalnya, baru belakangan ini Danilla mulai merambah ke dunia perfilman. Karakter Anu yang idealis, yang dibangun berdasarkan faktor ayahnya (Roy Marten) seorang Tentara layak menjadi sorotan.
Anu merupakan korban ke-egoisan sang ayah dan lemahnya kesetiaan seorang ibu, hingga berimbas pada sosok Anu yang dirasa kurang mendapatkan kasih-sayang dan perhatian orang tua.
Satu sisi lainnya, ketika Mamat berada di puncak karir, lantas ia dengan mudahnya menghamburkan uang, bermain wanita patut dipelajari alasan yang mendasarinya. Mamat adalah seorang yatim-piatu sejak kecil. Ia dibesarkan oleh warga dengan tinggal di Gudang masjid.
Saya merasa, bisa jadi dengan kurangnya kasih sayang dari orang tua, seorang anak akan berbuat seenaknya, tanpa tau batas. Saat itulah, harusnya Anu hadir sebagai sosok seorang abang yang menasehati dan meluruskan kembali perbuatannya.
Namun, karena besarnya egois yang dimiliki Anu dan kemarahannya kepada Mamat karena telah menelantarkan Asty, menjadikan konflik memuncak. Dan sosok banci yang diperankan oleh Tora Sudiro mampu memberikan pelajaran besar bagi Anu.
Pemilihan music dalam film ini juga tergolong out of the box. Selain pastinya ada lagu Danilla, kita juga dimanjakan dengan lagu-lagu indienya Pamungkas dan Nadin Amizah. Meski, dirasa kurang cocok timing lagunya dengan keadaan.
Aspek pengambilan gambar juga harus menjadi pelajaran dan perhatian. Beberapa scene tidak didapatkan titik fokus pengambilan gambar yang pasti. Jargon "Hancurnya dunia pertelevisian" juga tidak didapatkan secara utuh permasalahannya.
Tidak ada penggambaran yang melatar belakangi rusaknya industry hiburan televisi atau studi-studi kasus. Kita seperti diberikan solusi bahwa televisi sedang mengembangkan sayap dan mencoba melakukan symbiosis mutualisme, tapi tanpa tahu masalah yang sedang dihadapi oleh televisi itu sendiri apa.
Secara keseluruhan, film ini sangat bagus dan sukses. Melihat ini merupakan debut awal Tompi dan Desta di dunia perfilman. Suasana lucu diberikan secara natural oleh Vincent dan Desta. Persoalan keluarga juga 'disentil' dalam film ini dan menjadi salah satu konflik.
Film ini cocok untuk ditonton oleh remaja berumur 13 tahun keatas, dan menjadi pilihan untuk menikmati akhir pekan atau bisa menjadi alternatif bahan perkuat persahabatan. Karena film ini sarat akan pesan-pesan persahabatan, cinta, keluarga, dan kesuksesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H