Mohon tunggu...
Agung Wibawanto
Agung Wibawanto Mohon Tunggu... -

Tidak semua orang bisa menjadi penulis hebat, namun seorang penulis hebat bisa berasal dari mana saja... Saya selalu meyakini itu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mohon, Kasus Rizki Jangan Terulang Kembali

22 Januari 2017   13:56 Diperbarui: 22 Januari 2017   14:09 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemendikbud sendiri selama ini berkesan mendiamkan saja isu-isu yang berkembang, tidak mengiyakan tapi juga tidak membantahnya. Penekanan wajib lulus ditengarai berlaku struktural berjenjang, mulai dari kementerian kepada dinas pendidikan propinsi, turun kepada dinas kabupaten/kota, terus ke UPT Pelayanan Pendidikan di kecamatan, dan dari UPT Yandik kepada kepala sekolah, hingga kepala sekolah kepada guru-guru di sekolah. Alhasil sekolah hanya fokus pada satu tujuan UN yakni bagaimana meluluskan siswa.    

Matinya Ruh Lembaga Pendidikan

Mungkin saja tujuannya baik agar guru lebih mempersiapkan siswa-siswanya menghadapi evaluasi akhir dan dengan demikian artinya guru harus lebih aktif memberi bimbingan, pengarahan serta mendampingi siswa dalam belajar. Dengan begitu diharapkan siswa dapat mengerjakan soal-soal ujian dengan baik serta mencapai angka kelulusan. Hal ini tidak dilakukan oleh sekolah yang menginginkan serba praktis atau instan, mereka lebih memilih “mengorganisir” siswa di saat mengerjakan soal ujian. Mungkin hal tersebut lebih menjamin kelulusan, mulai dari mengupayakan bocoran soal kemudian mencari kunci jawaban, membebaskan siswa mencontek, dan sebagainya.

Ketika praktik seperti ini terjadi, maka sesungguhnya ruh dari lembaga pendidikan yang bernama sekolah itu sudah mati. Sekolah bukan lagi wadah menempa siswa sebagai insan-insan yang tidak hanya cerdas tapi juga memiliki akhlak mulia. Sekolah justru melahirkan anak-anak bangsa yang tidak memiliki integritas (kejujuran dan tanggungjawab), tidak percaya pada diri sendiri, menghalalkan segala cara, serta melanggar nilai-nilai kepatutan. Sekolah dengan pengelola yang berperilaku seperti itu sudah selayaknya dievaluasi, bahkan jika perlu wajib mengikuti lagi Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), sehingga bisa mengarahkan sekolah dan siswa untuk berkompetisi secara sehat dan jujur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun