Mohon tunggu...
Agung Wibawanto
Agung Wibawanto Mohon Tunggu... -

Tidak semua orang bisa menjadi penulis hebat, namun seorang penulis hebat bisa berasal dari mana saja... Saya selalu meyakini itu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

What Kind of Trump's Dream about Nation?

21 Januari 2017   11:51 Diperbarui: 21 Januari 2017   12:13 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I have a dream that my four children will one day live in a nation where thay will not be judged by the color of their skin, but by the content of their character—Martin Luther King, Jr

Sepertinya hal yang diimpikan Martin Luther King di atas masih akan sulit diwujudkan di Amerika. Disebabkan memang Martin Luther King bukanlah seorang presiden melainkan hanya tokoh pergerakan kaum hitam yang Anti Rasis di Amerika. Mimpi seorang pemimpin sesungguhnya adalah mimpi rakyatnya. Namun kini rakyat Amerika tampaknya dipaksa untuk mengikuti mimpi pemimpinnya (Presiden baru AS).

Tidak ada yang menyangkal bahwa Donald John Trump (70 th) adalah seorang yang sukses di dalam berbisnis. Ia juga sempat mendapat gelar Master of Deal, segala sesuatu yang ada ditangannya seolah bisa disulap menjadi pundi-pundi yang menguntungkan. Kini ia mendapat posisi sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat (Presiden ke 45 untuk empat tahun ke depan). Seperti apa ia akan menyulap wajah AS, akankah sesuai dengan keinginannya?

Mengapa saya sebut sesuai keinginannya dan bukan sesuai keinginan rakyat AS? Seorang pemimpin memang harus memiliki visi pribadi ke depan. Selain itu sosok pribadi Trump memang terkenal sebagai one man show. Ia orang yang sangat percaya diri, yakin akan kemampuannya. Segala sesuatu inginnya dikerjakan sendiri, karena ia memang tidak terlalu mudah percaya kepada orang lain. Sepanjang hidupnya, ia tidak memiliki seorang sahabat.

Menyimak isi pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden AS (tadi malam (20/1), waktu Indonesia), Trump memaparkan visi dan mimpinya tentang AS secara gamblang dan tanpa tedeng aling-aling. Ia tidak peduli ada beberapa orang bahkan banyak orang yang tidak setuju dan mencibirnya. Undangan, termasuk mantan presiden (carter, bush, clinton dan obama), mereka dibuat tertegun, bukan karena takjub namun mungkin agak risih karena jelas jauh dari apa yang pernah mereka suarakan.

Namun itulah demokrasi, the fact, Trump is the real president of United State, now. Para mantan hanya terdiam, sesekali tertunduk agar tidak terlihat kamera bagaimana ekspresi wajah mereka mendengar isi pidato Trump. Pidato Trump mirip dengan masa kampanye, “menyerang” kebijakan pemerintahan lama, serta membangun harapan baru rakyat Amerika. Padahal kini ia sudah menang. Intinya, ia ingin menjadikan AS sebagai negara adi daya yang besar, ditakuti dan disegani negara-negara lain.

Bring American proud again, bring American save again and bring American great again... Adakah ia ingin membangkitkan semangat Chauvinisme? Seperti diketahui, Chauvinisme merupakan paham tentang fanatisme terhadap tanah air yang berlebihan sehingga merendahkan kualitas bangsa lain. Negara penganut paham ini diantaranya: Jerman, Italia dan Jepang. Trump ingin mengisolasi diri dari para imigran dari seluruh penjuru dunia, yang selama ini memang menganggap Amerika sebagai “dream land”.  

Paham Chauvinisme merupakan paham yang tercetus dari kisah fiktif yang melegenda dan kemudian mempengaruhi pimpinan dunia. Tersebutlah Nicholas Chauvin, seorang tentara yang sangat mencintai dan setia pada pimpinannya Napoleon Bonaparte. Demi kesetiannya, ia rela berkorban nyawa untuk melindungi Napoleon dari ancaman pembunuhan. Paham Chauvinisme juga merupakan cara berpikir yang tidak berkembang dan bersifat individualis (ingat, kini eranya globalisasi, di mana IT sebagai panglimanya).

Biarkan saja Trump bermimpi, karena ia juga tidak pernah mengurusi apa isi mimpi kita. Yang perlu diantisipasi adalah bagaimana efek terhadap hubungan bilateral antara AS-Indonesia (ada bebrapa perusahaan berlabel Amerika beroperasi di Indonesia). Hal ini mengingat sensitifnya Trump terhadap dunia Islam, sementara Indonesia adalah negara dengan penduduk pemeluk Islam terbesar dunia. Belum lagi banyaknya ulama dan ormas Islam yang “galak-galak” kepada mereka yang sering disebut-sebut kafir.

Seluruh kebijakan pemerintah yang berkait dengan Amerika harus dikaji secara lebih bijak, terutama soal keuntungan serta kedaulatan bangsa dan negara. Namun sepertinya AS masih dapat bernafas lega, karena ormas-ormas Islam sekarang ini lebih banyak merepotkan diri dengan mengawasi segala sesuatu yang berbau China. Produk Amerika juga masih cukup laku di pasaran Indonesia dan dikenakan warga, termasuk ormas tersebut (ingat kasus akun tweeter Rizieq yang diblokir, betapa mereka ternyata sangat membutuhkan medsos).

Menjadikan Amerika Hebat Kembali itulah mimpinya Trump (presiden tertua AS). Kita baru mengetahui secara ditail Amerika Hebat seperti apa yang dimaksud Trump setelah seminggu ke depan. Terutama saat Trump membuat kebijakan awal berkait dengan hubungan luar negeri, terutama terhadap negara-negara lawan politiknya. Apakah menggunakan kebijakan “bumi hangus” atau seperti apa? Karena jika kebijakan perdamaian dan toleransi yang dipilih, sepertinya kok bukan watak Trump yang keras dan tidak mau kalah.

Orangtua (ayah) Donald Trump mengalir darah Jerman (Fred Trump). Dan tentu saja sejarah kelam Jerman dibawah rezim Hitler mengungkap kedigdayaan Jerman terutama dari ras Arya untuk membinasakan ras bangsa lain. German Uber Alles yang artinya Jerman di atas segalanya, tidak ada negara dengan ras yang unggul lainnya selain Jerman. Bahkan Negara sudah berubah status menjadi Tuhan di dunia. Hanya karena sedikit kecipratan darah (gen) tidak kemudian menjadikan watak seseorang serupa dengan darah awal. Tapi mungkin saja dengan doktrin di masa kecil menjadikan Trump berwatak ingin selalu disebut unggul.

Namun bila “Amerika Hebat” tersebut diartikan sebagai meningkatnya kesejahteraan rakyat serta kemajuan roda perekonomian negara, maka memang sudah sewajarnya setiap presiden memimpikan hal tersebut. Mimpi setiap orang berbeda-beda. Kini Trump memiliki tanggungjawab penuh untuk merealisasikan mimpi-mimpinya kepada seluruh rakyat Amerika, dan mungkin dunia. Yang pasti, sepertinya mimpi Trump tidak sama dengan mimpi Martin Luther King di atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun