Hanya sampai di situ, tanpa memberi penjelasan mengapa? Dan yang lebih penting lagi, justru sumber utama, yakni si kepala polisi cantik, tidak pernah coba digali informasinya. Jika pun ia ditanyakan, maka siapa yang bisa menjamin bahwa informasi yang diberikannya tidak bias? Apalagi jika yang memberi informasi adalah sebuah korps atau institusi negara, tentu akan banyak informasi hasil settingan. Ia pasti tidak mengungkap segalanya, karena ada hal-hal yang harus dilindungi pemberitaannya.
Sesungguhnya, diawal peliputan, para kuli tinta sudah dihadapkan dengan soal validitas informasi. Pada saat ia memindahkannya dalam bentuk naskah tulisan, bisa saja terjadi kembali apa yang disebut dengan distorsi. Mungkin berdasarkan keberpihakan peliput, karena membawa kepentingan medianya (tempat di mana ia bekerja), atau hal lainnya. Hasil liputan kemudian biasanya diperiksa oleh redaksi dan tidak menutup kemungkinan terjadi sedikit-banyak perubahan (baik dari sisi penampilan/layout, judulnya bahkan kontensnya/isi).
Pada akhirnya, berita tersaji untuk dibaca oleh masyarakat. Masyarakat sesungguhnya tidak pernah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Yang mereka ketahui adalah apa yang mereka baca. Mereka tidak pernah mengenal siapa yang menulis atau peliput beritanya, siapa narasubernya, siapa tokoh utama yang ada dalam berita. Intinya, sebuah berita bohong pun (apabila tidak ada yang menggunakan hak jawab), maka masyarakat tidak ada yang tahu dan bahkan tidak mau tahu.
Di sinilah pentingnya untuk berpikir kritis, dalam artian tidak menelan mentah-mentah apa-apa yang diinformasikan. Seorang peliput berita yang profesional tidak akan pernah puas dengan hanya mendapat satu infomasi saja. Bahkan jika perlu bagaimana caranya mendapat info sumber utama dengan nyawa taruhannya.
Tapi jika ingin berfilosofi aman, maka sumber dapat diperoleh dari mana saja yang tidak terlalu menyusahkan. Bila ini yang terjadi, tanggungjawab moral seorang kuli tinta patut dipertanyakan, karena ia akan menyampaikan sebuah berita kepada masyarakat. Adanya manipulasi data oleh narasumber dan kemudian ditambah distorsi seorang peliput berita, alhasil masyarakat hanya mengkonsumsi berita penuh kebohongan. Bagaimana kawan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H