Makhluk biasa, kerap menjelma.
Menyusuri ruang-ruang hati, menghampiri isi hati.
Rinai kadang bersamanya, resah sering dibawanya.
Bila aku terlarut suasana, ragam jingga duduk manis di singgasana rasa.
"Apalah daya, kala dada meronta. Tepiskan petuah jiwa, demi selera."
Menandai Jiwa
Aku menghitung hari. Tujuh semestinya bersimpuh, luluh daripada lelah, patuh untuk bukan kalah.
Aku menandai bulan. dua belas dalam genggaman, dua belas jadi suratan.
Aku jumpai pagi, kesejukan. Aku bersua siang, kekaguman. Aku jejaki sore, keteduhan. Aku bertemankan malam, keheningan.
"Sepandai apa menyulam gaduh, berujung jatuh sebab tersentuh."
"Sedalam apa menuai riak, berujung terjebak, tak kuasa menolak."
Salam Fiksiana
Bandung, 24062021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H