Mohon tunggu...
Wahyu Ali J
Wahyu Ali J Mohon Tunggu... Penulis - Bebas

Life Path Number 11 [08031980]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Aku dan Oena

24 Oktober 2020   09:50 Diperbarui: 24 Oktober 2020   10:19 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bismillah...


Terlahir dan kemudian berperan menjadi seorang laki-laki adalah tantangan. Menjadi salah satu dari sekian banyak kaum adam yang terlahir lalu menjalani warna-warni kehidupan di dunia, adalah ketetapan yang memang tak bisa dihindari, sebab ketetapan-Nya adalah ketetapan.

Menjadi seorang ayah adalah ujian juga proses pembuktian. Menjadi seorang ayah adalah kewajiban bagi siapa saja laki-laki, yang memang sudah dikaruniai keturunan, pun tentunya memang sudah memiliki pasangan yang sah adanya.

Apakah mudah menjalani hidup menjadi seorang laki-laki? jawabannya adalah mudah, bilamana tidak salah berpegangan.

Apakah sulit menjalani peran sebagai seorang ayah? jawabannya adalah tergantung dirinya sendiri, tentang bagaimana sebaiknya menjadi seorang ayah yang bertanggung jawab.

Saya terlahir sebagai seorang laki-laki. Saya yang sekarang, adalah seorang ayah untuk semata wayang saya yang faktanya adalah seorang perempuan.

Husna... adalah nama depan semata wayang yang saya miliki. Siapa yang memberi nama untuknya? Ya saya dong tentunya, kan anak saya. Kan saya ayahnya Husna, semata wayang yang memang amanah, yang memang sepatutnya saya sayangi sepenuh hati.

Tentang kelahiran Husna, ada tiga momentum penting yang hingga kapanpun tidak akan bisa saya lupakan. Tiga momentum yang jelas-jelas bahan renungan, juga gambaran atas ketetapan-Nya untuk saya yang diamanahi seorang anak perempuan.

Momentum Pertama
Hei kamu, sini dong. Aku mau ngomong sesuatu. Kamu tenang saja ya, aku kuat! aku sanggup! aku seorang ibu yang tangguh! tugas kamu cukup berdoa saja ya, supaya aku selamat selama proses melahirkan! dan anak kita terlahir sehat, kemudian kelak menjadi seseorang yang berbakat dan tentunya taat!

Momentum Kedua
Hei kamu, tadi lihat proses aku melahirkan kan? nggak asyik ya? aku bercucuran keringat kan ya? aku juga kelihatan banget kelelahan kan? bersyukurlah kamu jadi seorang laki-laki! jadi seorang ayah yang tidak perlu mengalami rasanya menjadi seorang ibu!

Momentum Ketiga
Hei kamu, kamu ayah dari anak perempuan kita. Beri nama anak kita yang adalah doa terbaik dari kita berdua.

Tiga momentum yang mengingatkan saya, membangunkan saya, memberikan petunjuk untuk saya, tentang bagaimana semestinya saya memperlakukan perempuan dengan sebaik-baiknya perlakuan pun perbuatan.

Ibu kandung saya perempuan, ibu mertua saya tentunya seorang perempuan juga. Bahkan, semenjak ayah mertua berpulang ke alam yang bukan dunia lagi, saya menjadi satu-satunya laki-laki yang tinggal dengan seorang istri, dua kakak ipar perempuan, satu adik ipar perempuan, juga ibu mertua dan semata wayang yang adalah perempuan.

Hei kamu, aku sangat mengenalmu. Sedari dulu yang sewaktu kita satu kantor, hingga saat ini kamu menjadi suamiku. Kamu selalu dikelilingi para perempuan yang entah kenapa mereka bisa menyukaimu.

Pengalaman membuktikan, bahwa warna-warni hidup disertai godaan yang terkadang rasanya adalah tidak bergizi tinggi. Ujian hadir yang ternyata tidak berisi nutrisi juga non kalori, yang tidak menyehatkan saya sebagai seorang laki-laki.

Pengalaman berharga dan momentum-momentum istimewa, mengajarkan saya untuk berubah. Istilahnya lain dulu lain sekarang, sebab sekarang adalah waktunya untuk saya menjalani fase kehidupan, dengan berupaya menjadi seorang ayah yang terbaik untuk semata wayang saya, yang adalah Husna.

Hei kamu, kamu itu lucu tau! meski banyak orang yang bilang bahwa kamu itu sungguh kaku. Mereka tidak tahu sisi aslimu yang hanya untuk aku dan anak perempuan kita.

Ayah! Oena kangen, pulang dong. Kita ke game master lagi yuk! main basket berdua seperti biasa, ibu cukup nonton kita sambil senyum-senyum sendiri.

Ayah! senyuman bahagia seorang istri untuk ayah, juga seorang ibu untuk aku. Raut bahagia dari ibu juga terpancar memancar, melihat kita begitu kompak sebagai ayah dan anak perempuan yang sangat disayanginya.

Ayah! kita bisa kompak menikmati warna ragam suasana, berkat ibu yang mengajarkan kita berdua akan nilai-nilai dan fungsi utama dari saling mengasihi menyayangi.

Bahagia itu terletak dan tertanam di pikiran. Bahagia itu adalah ketika aku seorang ayah dan anak perempuan yang aku miliki, tertanam yang terbiasa satu hati.

Hei kamu, kenapa kamu memberi nama anak kita Husna? Lalu mempunyai nickname Oena Biroe?

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Terinspirasi dari Asmaul Husna. Doa kita adalah apa saja yang terbaik untuk anak kita berdua, lalu mengenai Oena Biroe, itu menunjukkan bahwa ketika biru langit tengah menyapa kita berdua dan yang lainnya, maka cerah yang akan mencerahkan yang bisa kita dapatkan, juga rasakan. (Jawaban saya untuk istri saya)

Salam sehat selalu

DS 24/10/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun