Perubahan tata sosial dan kultur politik kekuasaan dalam geliat kehidupan demokratisasinya yang tengah berkembang di negara kita satu dasawarsa belakangan ini menimbulkan persepsi yang beragam di tengah masyarakat bangsa. Salah satunya yaitu bermunculannya kelompok-kelompok radikal hingga melahirkan tindakan anarkhisme berujung kepada teror di tengah masyarakat.Â
Kelompok radikal yang menimbulkan gerakan teror itu ditengarai dilakukan oleh eksponen-ekponen Islam yang bersebutan militan ataupun garis keras yang memiliki agenda-agenda tersendiri dalam konteks kehidupan bermasyara-kat, berbangsa, dan bernegara. Beberapa peris-tiwa dan aksi pengeboman yang telah ditangani oleh aparat kepolisian menunjukkan gejala tersebut.Â
Terorisme akhirnya memang menjadi momok dan ancaman serius kehidupan masyarakat bangsa. Sementara, program aksi pemberantasan terorisme itu sendiri telah dilakukan sejak terjadinya tregedi Bom Bali, yang dari situ beberapa gembong teroris berhasil ditumpas.
 Na-mun dengan demikian terorisme tidak serta-merta terhenti, penumpasan terorisme belum lagi tuntas. Kelompok-kelompok radikal yang bergerak di bawah tanah ini akan senantiasa mencari kesempatan beraksi ketika kita lengah, yang oleh karena itu menghadapi atau melawan terorisme haruslah dilakukan dengan kuat, tidak boleh setengah-setengah.
Mengapa terorisme tidak bisa segera ditumpas? Ada permasalahan ketika kita tidak bisa menggunakan cara-cara lama untuk melakukan tindakan preventif. Dalam konteks kekinian, kita akan berhadapan dengan tema-tema pelanggaran HAM yang menjadi sorotan dunia internasional. Berbeda halnya ketika di zaman Orde Baru, yang manakala ada pihak yang bicara lantang tentang ideologi, misalnya, aparat keamanan dapat langsung menangkap dan memroses yang bersangkutan, sehingga api yang disulutkan tidak sampai membesar karena segera dapat dipadamkan.
Kini, aparat kepolisian hanya bisa melakukan tindakan bersifat represif sesaat terjadinya aksi atau peristiwa, ini sesuai iklim demokratisasi yang tengah kita usung di era kekinian. Di sisi lain, kita juga harus memaklumi, karena dalam menangani permasalahan terorisme hukum kita dipandang berada dalam posisi yang lemah. Sementara negara-negara lain begitu ketat dalam penerapan hukum yang mereka tidak memberi ruang gerak bagi kegiatan terorisme. Maka
negara kita pun pantas mendapat sebutan sebagai hotbed for terrorists, surganya teroris.
Akan halnya teror dan teroris kerap dikaitkan dengan kelompok-kelompok Islam, para teroris agaknya telah keliru dalam memahami sejarah peradaban. Selama ini mereka meyakini bahwa negara-negara Barat adalah musuh Islam yang harus dihancurkan. Padahal, dalam sejarah, umat Muslim senantiasa hidup dalam kedamaian dan tidak pernah melakukan teror. Dasar berpikir kesejarahan mereka juga perlu diluruskan, karena fondasi yang digunakan oleh mereka sampai sekarang, mereka melihat Barat itu menindas Islam.
Akibat pemahaman ini, mereka membabi-buta melakukan aksi teror peledakan bom dengan menjadikan tempat-tempat yang dianggap sebagai simbol Barat sebagai sasaran. Orang-orang yang tidak berdosa pun menjadi korban. Para teroris juga perlu disadarkan bahwa ideologi yang dianutnya itu adalah salah. Yang sebenarnya dapat menyadarkan mereka adalah rekan mereka yang telah sadar yaitu -- yang dimaksud dapat menyadarkan mereka -- adalah orang yang tahu betul mengapa mereka bisa menjadi seperti itu dan mereka eks aktivis Afghan (Afghanistan) yang paling kredibel bisa melakukan itu. Drs Dadeng Hidayat
Berkenaan lahirnya partisipasi aktif elemen masyarakat dengan menerbitkan buku bacaan yang bersifat informatif, saya menyambut dengan
baik sekaligus memberi dukungan (supporting) terhadap upaya kreatif ini, karena hal ini merupakan bentuk dari respon positif warga bangsa yang memiliki empati dan kepedulian dalam rangka penanggulangan permasalahan teror dan terorisme serta gerakan radikalisme yang telah mengoyak-ngoyak kehidupan bangsa.Â
Hal ini sejalan dengan political will pemerintah, yang selama ini tentu tidak tinggal diam dalam permasalahan krusial yang menjadi potensi ancaman disintegrasi bangsa tersebut. Selama ini secara khusus presiden memerintahkan agar TNI, Polri, kabinet, dan gubernur bersinergi untuk melawan terorisme dan radikalisme dengan mengajak peran serta masyarakat secara komprehensif. Drs Dadeng Hidayat
Buku yang digagas oleh eksponen masyarakat ini menjadi hal yang strategis, mengingat gerakan-gerakan radikal dengan aksi terornya selama ini senantiasa mengaitkan dengan konteks Islam ataupun tema-tema keislaman. Pelaku dakwah dan aktivis keislaman berkewajiban mengembalikan pemandangan tentang Islam yang sesungguhnya, yaitu yang mencitrakan sebagai agama yang santun, damai, dan menjadi rahmat bagi sekalian alam.Â
Langkah-langkah deradikalisasi harus dilakukan, yaitu bagaimana mencegah masyarakat yang be-lum terpengaruh faham-faham yang ditebarkan kelompok ekstrem itu agar tidak terkena pe-ngaruh. Kita membutuhkan para alim-ulama untuk berdakwah menandingi gerakan itu dengan
melakukan proses pencerahan di seputar perma-salahan Islam, kelugasan, dan toleransi dalam kehidupan di tengah pergaulan global. Drs Dadeng Hidayat
Kiranya kehadiran buku ini akan benar-benar memberikan pengaruh signifikan bagi kehendak kita bersama mengeliminir gerakan radikal yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Drs Dadeng Hidayat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H