Mohon tunggu...
Awan Aditya
Awan Aditya Mohon Tunggu... Musisi - Music player

Awan Aditya, adalah seorang yang memiliki hobi dibidang musik dan eksplorasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah dan Perkembangan Huruf Braille, Huruf Timbul untuk Membantu Menulis dan Membaca Disabilitas Netra

5 Mei 2021   12:09 Diperbarui: 5 Mei 2021   12:38 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tentu huruf braille memiliki sejarahnya tersendiri. Sejarah huruf braille bukan berawal dari Luis braille, melainkan terlebih dahulu dari seorang Prajurit asal prancis bernama Charles Barbier. Ia adalah prajurit yang tergabung dalam pasukan Napoleon Bonaparte. 

Saat itu, banyak pasukan yang gugur karena masih menggunakan cara berkomunikasi dengan menggunakan penerangan. Disitulah ia memiliki inovasi untuk menciptakan huruf unik yang Ia namakan tulisan malam. Tulisan ini dapat ditulis dan dibaca tanpa mata  karena untuk kebutuhan berkomunikasi tanpa penerangan untuk misi keselamatan dalam berperang pada tahun 1800. Wah, unik ya! Lalu, bagaimana cara membacanya?

Huruf ini dapat dibaca dengan cara diraba. Sesuai dengan apa yang dijelaskan pada sejarahnya, huruf ini memang diciptakan untuk dibaca dalam kegelapan atau tanpa penglihatan. Bisa juga dikatakan, berangkat dari misi untuk penyelamatan, sang prajurit (Charles Barbier) mungkin ingin menciptakan huruf ini untuk kerahasiaan cara berkomunikasi pasukannya itu.

Pertama kali, huruf malam ini dikenal dengan nama huruf Sonografi Barbier, karena berasal dari nama penciptanya yakni Charles Barbier. Huruf Sonografi Barbier memiliki 12 sell (masing-masing memiliki 6 lubang timbul yang sejajar) berdasarkan letak lubang dalam sel.

Menarik ya? Tidak hanya sampai disitu, huruf Barbier ini memiliki cara penulisan dan cara membaca yang berbeda. Jika saat ini teman-teman reader menulis dengan huruf biasa (dengan pencil/pulpen dan kertas) dengan arah menulis dan membacanya sama, akan berbeda dengan cara penulisan huruf yang diciptakan oleh Charles Barbier. Huruf ini ditulis dari kanan dan dibaca dari kiri karena untuk membaca tulisan ini kertas harus dibalik terlebih dahulu.

Itulah sejarah pertama kali munculnya huruf malam yang berawal dari nama Sonografi Barbier.

Nah, pertama kali, huruf timbul ini digunakan dan direfisi kembali oleh seorang anak berumur 8 tahun asal desa kecil di Coupfray, Prancis bernama Luis Braille. Luis berteman dengan Barbier beberapa tahun seusai perang di Prancis terjadi. 

Luis Braille yang saat itu diterima disebuah sekolah bernama The National Institute for The Blind, mengadopsi table Barbier untuk digunakan oleh penyandang tunanetra untuk menulis dan membaca. Agar kelak nantinya penyandang tunanetra dapat menulis dan membaca seperti orang-orang yang normal. 

Lalu, Luis mengurangi sell table sonografi Barbier menjadi setengahnya, yang awalnya adalah 12 sell, hanya menjadi 6 sell saja agar lebih terstruktur dan lebih mudah diraba oleh jari. Menurut Luis, 6 titik saja sudah cukup. 12 sel memang akan  banyak kombinasi titik yang dapat digunakan. Namun, hal itu akan membuat jari tidak sensitif lagi dalam meraba titik-titik tersebut.

Sejarahnya yang sangat berkesan, dari anak berumur 8 tahun yang memiliki ide yang sangat brilian, menciptakan huruf braille yang diadopsinya dari Sonografi Barbier (huruf malam) untuk cara berkomunikasi pasukan perang agar dapat ditulis dan dibaca dalam keadaan gelap atau tanpa penglihatan, saat ini telah digunakan oleh seluruh penyandang disabilitas netra di seluruh dunia.

Oleh karena itu, tanggal 4 Januari diperingati sebagai hari braille sedunia untuk kesadaraan pentingnya braille sebagai pemenuhan hak asasi manusia bagi orang tidak melihat atau tunanetra.

Sumber: tempo.co dan wikipedia.org

Lalu bagaimana metode penggunaan huruf braille?

Huruf braille ditulis dengan sebuah dua buah alat khusus bernama riglet dan stilus. Ditulis dengan stilus yang bentuknya menyerupai pulpen dan memiliki sudut tajam untuk melubangi kertas menurut dengan terstruktur menurut cara penulisan huruf braille. 

Untuk membentuk sebuah huruf, riglet merupakan alat yang dapat membentuk 6 titik tersebut. Riglet berbentuk seperti pengaris, namun memiliki lubang lubang yang masing-masing memiliki 6 titik (3 titik di sel sebelah kanan dan 3 titik sel sebelah kiri). 6 titik tersebut dapat membentuk satu atau lebih kombinasi huruf dan bermacam jenis huruf, baik untuk penulisan huruf latin biasa, symbol matematika, penulisan huruf arab, dan notasi musik.

Ada juga mesin ketik braille yang lebih modern dibanding cara penulisan dengan riglet dan stilus. Penulisan huruf tetap sama namun cara penggunaannya berbeda. Jika menggunakan stilus dan riglet, untuk membentuk susunan huruf yang rapih harus menggunakan stilus yang tidak terlalu tumpul ataupun terlalu tajam agar huruf yang dihasilkan rata dan tidak merusak kertas. Jika menggunakan mesin ketik braille bergantung pada tekanan yang dihasilkan dari masing-masing jari.

Saat ini juga telah hadir printer braille yang dapat meminimalisir waktu dalam pengerjaan huruf braille berjumlah banyak, seperti untuk soal ujian pada sekolah khusus atau inklusi, buku perpustakaan braille, dan buku bacaan lainnya.

Mengingat harganya yang sangat mahal, tidak seperti mesin printer pada umumnya, maka printer braille hanya digunakan untuk kebutuhan lembaga/institusi pendidikan atau perpustakaan/percetakan  braille saja, dan tidak digunakan untuk perorangan karena harganya yang dapat menembus angka puluhan juta (untuk jumlah cetak kertas sedikit), dan ratusan juta untuk jumlah cetak banyak.

Era digital ini, huruf braille juga diadopsi pada smartphone besutan apple dan google android. Pembaca layar yang tertanam didalamnya telah disertai dengan keyboard braille yang tampilannya menyerupai riglet dan mesin ketik braille. Lalu jika pada smartphone menggunakan keyboard braille, apakah input dan output akan menghasilkan huruf braille? Jawabannya tidak.

Input dan output tulisan yang dihasilkan akan menghasilkan huruf biasa. Namun hanya metodenya saja yang menggunakan huruf braille. Menurut teman teman difabel tunanetra yang saya temui, mereka dapat mengetik lebih cepat dibanding menggunakan keyboard konvensional yang ada pada smartphone. Namun, untuk sebagian tunanetra lainnya mereka kesulitan dalam menulis dengan keyboard braille tersebut karena harus mengetik dengan 6 jari, 3 jari kanan dan 3 jari kiri. Mereka lebih memilih tetap menggunakan keyboard konvensional pada umumnya yang digunakan oleh teman teman normal.

Demikian tulisan saya. Terimakasih telah membaca tulisan ini. Semoga dapat membawa manfaat dan idukasi teman teman pembaca mengenai huruf braille.

Salam, Awan Aditya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun