Mohon tunggu...
Kurniawan T Arief
Kurniawan T Arief Mohon Tunggu... lainnya -

Indonesian People

Selanjutnya

Tutup

Money

Platform Newstand dalam Menyongsong Digital Publishing di Indonesia

9 September 2013   09:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:09 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Qbaca

QBaca resmi diluncurkan pada 9 November 2012 lalu di Jakarta, bersamaan dengan penyerahan penghargaan Indigo Fellowship 2012. Qbaca adalah platform hasil pengembangan Access Co.Ltd –sebuah perusahaan asal jepang- yang diperuntukkan untuk PT Telekomunikasi Indonesia.

Qbaca bukan saja memigrasikan buku ke bentuk digital, namun juga menjadi platform bagi konten dan aplikasi digital skala mini dan didistribusikan dalam Qbaca bookstore dengan ePub 3 yang dipilih dalam mempersiapkan eBook sebelum disubmit. Program gratis seperti Calibre pun dapat melakukan konversi ke ePub. Selain itu, program Sigil dapat digunakan untuk membuat dan mengedit file ePub.

Untuk menjaga hak-hak penerbit, file akan dikirimkan ke user dalam bentuk file EPUB3 yang terenkripsi. Qbaca dapat dinikmati sebagai aplikasi yang dapat dipasang di smartphone atau tablet dengan sistem operasi Android atau Apple iOS. Satu akun Qbaca dapat digunakan untuk melakukan download buku di lima device. Namun, 1 device hanya dapat digunakan untuk login dua akun saja dalam satu bulan.

Sejak peluncurannya, platform ini jumlah download-nya mencapai 40 ribu dengan jumlah user sekitar 25 ribu. Qbaca sendiri sudah menggandeng sekitar 15 penerbit. Sayangnya, PT Telkom sebagai perusahaan pengembang dinilai belum cukup fleksibel untuk membuka kerjasama dengan individual publishing. Kerjasama baru sebatas dilakukan dengan lembaga yang berbadan hukum. Padahal, selfpublishing menjadi elemen bisnis digital publishing di masa depan yang patut diperhitungkan. Namun begitu, Qbaca tetap membuka kerjasama melalui pihak ketiga untuk menerima naskah dari penulis indie.

Buqu

Platform ini paling ‘bungsu’ dibanding platform lainnya di Indonesia, namun bukan berarti paling minim dalam hal sisi kekayaan produknya. Malah, dengan kematangan usia riset (sebelum diluncurkan, Buqu lahir dari riset selama 3 tahun) dan perkembangan respon pasar yang cepat, rasanya layak platform Buqu ini menjadi referensi utama bagi anda selain platform sebelumnya yang juga tak kalah canggih.

Platform besutan Erlan Priamsyah dan Elwin yang diluncurkan pada Mei 2013 lalu, oleh dua orang yang bersahabat sejak masa kuliah di Institut Teknologi Sepuluh November ini langsung mencuri perhatian.

Karena dikembangkan langsung oleh perusahaan lokal, lisensi teknologinya tidak memakan biaya besar. Selain itu, produk ini diklaim lebih aman dari praktek pembajakan karena telah dienkripsi dengan 256 bit SSL. Ditambah, Buqu ini bisa didownload per bagian sesuai keinginan pembaca. Keunikan inilah yang mampu menjadi magnet bagi pembaca, sehingga pembaca dapat berhemat sesuai dengan kebutuhannya.

Tak heran jika kemudian Buqu yang diusung oleh Techbator sebagai perusahaan pengembangnya, dalam tempo kurun waktu empat bulan saja telah sukses menjalin kerjasama dengan ratusan penerbit buku baik skala kecil maupun skala besar, hingga penerbit kampus terkemuka di Indonesia.

( Ulasan khusus tentang Digital Publishing dan prospeknya bisa didapatkan di Majalah Teknopreneur edisi September 2013 DISINI )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun