Gelitik Subhan HS
Menanggapi tanggal 3 oktober  sebagai hari Kretek Nasional Dan kebetulan juga dapat bahan dari kawan  Mujiono untuk di hisap maka izinkanlah saya mengkretek' rumusan APBN 2020.
Dalam slide yang dituliskan dalam dokumen tersebut, disebutkan penerimaan negara salah satunya berasal dari pengenaan kenaikan tarif cukai, salah satunya adalah cukai rokok.
Sebagai penikmat kretek, saya setuju saja. Toh akhirnya saya dan penikmat kretek bisa memberikan kebaikan dibalik risiko keburukan diri sendiri dan mudhorot lain akibat menjadi penikmat kretek.. Â
Namun saya sedikit tergoda dengan kebijakan ini, mengapa ?
1. Jika Cukai Rokok dinaikan maka bagaimana dengan nasib industri rokok lokal  *bukan nasional, begitu juga dengan industri rumahan rokok.
2. Jika diberlakukan maka dalam bayangan kepulan asap rokok yang saya hisap tergambar jelas, kedepan hanya akan ada industri rokok nasional dan multi nasional yang akan menguasai pasar rokok Indonesia, karena hanya mereka yang mampu beradaptasi dengan adanya penyesuaian cukai rokok. Hehehe.. *lagi-lagi yg kecil terusir...
3. Bagaimana dengan nasib karyawan/pekerja industri rokok lokal dan rumahan? Walau dalam dokumen tersebut sudah diantisipasi dengan beragam model pemberdayaan dan pembinaan. Tapi tetap saja ini akan membawa dampak buruk, akibatnya pengangguran bertambah, daya beli masyarakat pun menurun karena penghasilan tidak pasti.
4. Sepertinya pemerintah perlu mengkaji secara rigid dampak negatif ekonominya terkait dengan kebijakan penyesuain tarif cukai. Hehehe
5. Secara pribadi saya lebih senang jika pemerintah fokus pada pengembangan industri hilir pertambangan mineral.
6. Fokus pengembangan pada sektor ketenangalistrikan itu hal yg tepat dan mesti digalakan, ketimbang yang lain karena project 50.000 Mw saja sampai saat ini belum jelas.