Di pulau Jawa khususnya Jawa Timur, Mayoritas varietas BL lah yang menjadi primadona di hampir semua pabrik gula meski ada beberapa alternatif varietas yang tak kalah unggul.
Kemasakan tebu bergantung dengan ruasnya, semakin banyak ruasnya, semakin tua umurnya. Tebu dipanen sekali setiap tahunnya (11-12 bulan masa tanam) dan setelah puncak kemasakan potensi gulanya akan makin turun.
Kemasakan puncak ditandai dengan munculnya bunga sebagai pertanda saat itu adalah maksimal potensi sukrosa/gula yang dapat dicapai.
Tak hanya di Sawah, tebu juga bisa di tanam di ladang dan bahkan di pekarangan. Selain itu tebu juga dapat dijadikan lahan bisnis minuman dengan es tebu nya yang menyegarkan.
Tak Afdhal juga bila tak menyebut rendemen yang secara kasar merupakan gula yang dapat dihasilkan dari tebu.
Rendemen erat kaitannya dengan kemasakan, komposisi kimiawi dari tebu, curah hujan, yang kadangkala sering anomali sehingga membuat petani galau dan hanya bisa "nrimo ing pandum" serta lama waktu dari tebang hingga masuk ke mesin penggiling di pabrik gula yang aktif 24 jam dalam 1 musim giling.
Eksistensi dan dinamika perkebunan tebu
Seiring berjalannya waktu dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, dilansir dari tempo, jumlah lahan tebu makin berkurang tiap tahunnya. Tahun 2019 saja terjadi alih fungsi lahan tebu sebanyak 70.000 hektar dalam tiga tahun.
Berbanding jauh terbalik dengan tahun 1930 dimana Indonesia menjadi raja gula dengan luas lahan 200 ribu hektar dengan produktivitas sampai tiga juta ton gula.