negara adalah sebgaian misi Islam yang agung, sebab membangun negara merupakan salah satu kewajiban agama." Maqolah Abu A'la al-Maududi.
"Membentuk suatauMerujuk pada ungkapannya di atas, maka negara yang dibangun harus dipelihara eksistensinya, namun tidak boleh sampai didewa-dewakan. Setiap negara memiliki sistem sebagai dasar atas penyelenggaraan pemerintahan demi terpeliharnya eksistensi negara tersebut. Indonesia sendiri menganut sistem Republik Presidensial, dalam Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik. Dan dalam Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945 menjelaskan bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial karena kekuasaan tertinggi berada ditangan presiden.
Negara Islam juga merupakan sebuah sistem, yang pada intinya sistem tersebut berbeda dengan sistem negara Sekuler, menyangkut sifat atau karakteristik maupun tujuannya, Abu A'la Al-Maududi atau sering disebut al-Maududi yang pemikirannya menjadi rujukan konsep negara dalam artikel ini, beliau menjelaskan bahwa Islam merupakan antitesis dari demokrasi barat sebab landasan filosofi demikrasi barat hanya terpaku pada kedaulatan rakyat.
Al-Maududi merupakan putra India yang dilahirkan pada tanggal 3 Rajab 1321 H / 25 September 1903 M di Aurangbad. Dididik sejak kecil oleh ayahnya Sayid Ahmad Hasan, yang merupakan seorang pengacara dan pernah belajar di Universitas Aligargh, ayahnya mendidik al-Maududi di lingkungan rumah karena kekhawatirannya atas anggapannya bahwa moral umat muslim telah tergerus oleh budaya hidup ala barat. Pada jenjang menengah al-Maududi melanjutkan jenjang pendidikannya  pada Madrasah Fakaniat, kemudian lanjut ke jenjang pendidikan tinggi di Dar al-Umm, di Hyderabad, namun kabar duka atas kewafatan ayahnya membuatnya berhenti dari Dar al-Umm, dan memilih menempuh jalan pendidikan secara otodidak.
Al-Maududi muda sangat tertarik dengan dunia politik, disamping dia juga bergelut pada dunia kewartawanan. Kemudian ketertarikannya dalam politik menjadi sekular dan terfokus hanya pada nasionalisme, terlihat saat dia menulis esai yang memuji para pemimpin partai kongres, terutama Mahatma Gandhi dan Madan Muhan Malavia pada tahun 1918-1919.
Pemikiran al-Maududi  tentang teori politik Islam atau konsep negara yang dikemukakannya terletak pada konsep dasar yang menegaskan kedaulatan ada ditangan Tuhan, bukan seperti demokrasi barat yang menegaskan kedaulatan berada ditangan rakyat. Jadi tidak aneh jika orang-orang dahulu sering menentang doktrin-doktrin sosial, ekonomi, yang bersendikan tauhid.Â
Dari dasar utama tauhid ini, maka lembaga negara yang dikonsep oleh al-Maududi dikenal dengan nama theocracy. Namun bukan teokrasi yang pernah jaya di Eropa, yang pada saat itu sekelompok pendeta mendominasi penegakan hukumnya sendiri atas nama Tuhan, yang pada akhirnya lebih memaksakan keilahian atau ketuhanan mereka sendiri dari pada kedaulatan rakyatnya.Â
Sedangkan teokrasi yang dibangun Islam tidaklah dimonopoli oleh kelompok keagamaan manapun melainkan seluruh masyarakat karena Islam merumpakan rahmatan lil alamin. Di sini al-Maududi memkai istilah konsep negara dengan theodemocracy yaitu sistem pemerintahan demokrasi ilahi, karenanya masyarakat islam diberi kedaulatan yang terbatas di bawah pengawasan hukum dan norma Tuhan.
Untuk menjalankan sebuah negara al-Maududi membagi kekuasaan penyelenggaraannya dalam tiga wilayah kekuasaan yang disebut trias politica, yaitu :
1. Legislatif yang berdasarkan terminologi fikih disebut dengan lembaga penengah dan pemberi fatwa atau ahl al-hilal wa al-aqd, lembaga ini harus berkerja secara musyawarah dalam memformulasikan hukum dengan tidak melampaui batasan Allah SWT dan Rasulullah SAW.
2. Eksekutif yang bertujuan untuk menegakan pedoman-pedoman untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan secara terminologi Islam disebut ulil amr, dan Al-Qur'an memerintahkan untuk patuh kepadanya, dengan syarat lembaga eksekutif ini mentaati Allah SWT dan Rasulullah SAW serta menjauhi hal-hal yang dilarang syariat.
3. Yudikatif atau bisa di sebut qadha (lembaga peradilan) yang berfungsi sebagai penegak hukum ilahi, lembaga ini bersifat independen.
Di Indonesia sendiri walaupun mayoritas masyarakatnya beragama Islam, tidak cocok jika menggunakan ideologi negara islam sebagai sistem pemerintahannya karena sama halnya dengan menyetarakan Islam dengan ideologi lain buatan manusia. Perwujudan negara dengan masyarakat Islam di Indonesia dilakukan dengan cara melakukan pembuatan Bank Syariah, Kompilasi Hukum Islam, dan sebagainya.Â
Meskipun di Indonesia unsur keIslaman lebih ditonjolkan dalam segala bidang termasuk juga bidang hukum, namun hal ini belum cukup untuk dikatakan bahwa indonesia adalah negara Islam karena konsep yang dibawakan oleh al-Maududi demi mendapatkan tujuan negara Islam haruslah menggunakan konsep Islam secara kafah atau keseluruhan, dan juga karena di Indonesia mempertimbangkan toleransi keaneka ragaman masyarakatnya dengan berbagai macam agama, suku, dan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H