Hanya untuk menjemput keridhoan Tuhan ia lakukan itu, tidak ada embel embel surga dan neraka disana, apalagi perkara duniawi. Sangat menyedihkan tentu dengan kita hari ini, yang beribadah selalu dengan alasan ingin surga di akhirat untuk menghindari neraka.
Benefit duniawinya ingin kaya karena sholat dhuha, pasangan yang cantik/tampan karena puasa, bahkan tak jarang untuk kepentingan pribadi yang bersifat duniawi.Â
Adakah yang lebih indah dari seorang yang bangun di saat orang tidur, menyembah Tuhan di sepertiga malam yang diniatkan bukan untuk melunasi hutang, bukan untuk di kayakan, melainkan hanya alasan cinta dan ingin bermesraan dengan Tuhan. Maka, lagi lagi tertangkap pesan bahwa hadirkan Tuhan dalam setiap gerakmu.
Pandemi memang telah mengubah banyak hal. Tetapi ia tak akan bisa mengubah esensi dan makna dari Idul Adha, kita selalu diminta merenung, berusaha menjelajahi kedalaman diri kita kepada Tuhan.Â
Sebab Idul Adha bukan lagi soal siapa yang paling bagus bajunya, tapi tentang siapa yang paling ikhlas dalam ibadah.Â
Idul Adha itu bukan lagi soal selebrasi semata, ia ajarkan kita untuk menggembirakan sesama manusia. Pandemi atau bahkan penjara sekalipun tidak akan mengurangi semangat kita untuk menjemput panggilan Tuhan itu. Panggilan itu adalah panggilan kemenangan!
Tabik,
Awaluddin Rao.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H