Suara gemuruh di pasar tradisional itu menjadi latar belakang kesibukan pagi hari. Pedagang yang memanggil pelanggan, ibu-ibu yang tawar-menawar, serta anak-anak kecil yang bermain di sela-sela keramaian. Namun, di sudut kecil pasar tersebut, terlihat seorang pria berusia 40-an berdiri dengan senyuman yang tenang. Pria itu adalah Rudi Santoso, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang baru saja terpilih pada pemilu tahun lalu. Hari itu, Rudi datang bukan sebagai pejabat, melainkan sebagai orang biasa yang ingin berinteraksi langsung dengan masyarakat yang telah memilihnya.
Rudi adalah sosok yang berbeda dari kebanyakan pejabat lainnya. Ia lahir dan besar di kota kecil ini, sebuah kota yang selalu dipandang sebelah mata oleh pemerintah pusat. Sejak kecil, Rudi sudah terbiasa melihat ketidakadilan yang dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Bapaknya, seorang pedagang kecil, kerap mengeluh soal jalanan rusak dan harga sembako yang naik tanpa kendali. Ibunya, seorang ibu rumah tangga, seringkali kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semua pengalaman pahit itu menumbuhkan tekad di hati Rudi: suatu hari, ia akan mengubah nasib kota ini.
Ketika dewasa, Rudi menempuh pendidikan tinggi di ibu kota. Setelah lulus, ia kembali ke kampung halamannya dengan satu tujuan: menjadi wakil rakyat yang sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan masyarakat. Selama masa kampanye, Rudi berjanji bahwa ia akan memperbaiki infrastruktur jalan, mengupayakan harga sembako yang lebih stabil, serta meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan di daerahnya. Banyak yang meragukan janji-janji Rudi, mengingat banyak pejabat sebelumnya yang hanya datang untuk mencari suara, lalu menghilang begitu saja setelah terpilih.
Namun, Rudi berbeda. Setelah terpilih, ia langsung mulai bekerja.
Babak 1: Perjuangan Dimulai
Kantor kecil di sudut jalan itu menjadi markas Rudi. Setiap hari, ia menerima keluhan dari masyarakat, mendengarkan curahan hati mereka, dan mencatat setiap masalah yang muncul. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi adalah jalan utama menuju pasar yang rusak parah. Sudah bertahun-tahun jalan itu berlubang-lubang, membuat para pedagang kesulitan membawa barang dagangan, dan bahkan menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
"Kita sudah lapor berkali-kali, Pak Rudi. Tapi sampai sekarang belum ada tindakan dari pemerintah," keluh Pak Herman, seorang pedagang sayur yang selalu datang ke kantor Rudi untuk mengadukan masalah ini.
"Saya akan usahakan, Pak. Saya sudah kirim proposal ke pemerintah provinsi, dan kita akan terus desak agar dana perbaikan segera turun," jawab Rudi dengan nada serius.
Rudi tahu, memperbaiki jalan bukanlah perkara mudah. Ada prosedur yang harus dilalui, proposal yang harus disetujui, dan anggaran yang harus dialokasikan. Tapi ia tidak ingin masyarakatnya terus menunggu tanpa kepastian. Ia berjanji, dalam waktu enam bulan, jalan utama menuju pasar itu akan diperbaiki.
Rudi pun mulai bergerak. Ia mendatangi kantor dinas pekerjaan umum, mengajukan proposal dengan detail, dan bahkan beberapa kali menemui pejabat provinsi untuk mempercepat proses pengesahan anggaran. Tidak jarang ia harus menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menunggu audiensi dengan pejabat yang lebih tinggi. Tapi Rudi tidak pernah menyerah. Ia tahu, jika ia ingin memenuhi janjinya, ia harus berusaha lebih keras dari yang lain.