"Aku tidak bisa memaksamu untuk memilih, Maya," kataku dengan suara serak. "Tapi, aku juga tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian ini. Jika kau mencintai Fandi, aku akan mundur."
Mata Maya berkaca-kaca. "Arman, aku tidak ingin kehilanganmu. Kau adalah sahabat terbaikku, dan aku tidak bisa membayangkan hidup tanpamu. Tapi, aku juga tidak bisa menipu perasaanku terhadap Fandi."
Keheningan menyelimuti kami, hanya ada suara desahan napas yang berat di antara kami. Aku merasakan ada sesuatu yang patah dalam diriku, sebuah perasaan bahwa aku akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
"Maya, mungkin kita perlu waktu untuk berpikir," kataku akhirnya. "Aku butuh waktu untuk menyembuhkan luka ini."
Maya mengangguk, meskipun air mata sudah mengalir di pipinya. "Aku mengerti, Arman. Aku akan memberi waktu dan ruang yang kau butuhkan."
Aku meninggalkan kafe itu dengan langkah berat, merasa seperti separuh dari diriku telah hilang. Hari-hari berikutnya, aku mencoba menjalani hidupku seperti biasa, tetapi bayangan Maya dan Fandi selalu menghantui pikiranku. Setiap kali aku melihat mereka bersama, hatiku seperti ditusuk pisau. Aku tahu bahwa aku harus menerima kenyataan bahwa cinta segitiga ini telah menghancurkanku.
Waktu berlalu, dan aku berusaha menjauhkan diri dari Maya dan Fandi. Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan pekerjaan dan hobiku, tetapi rasa sakit itu tetap ada. Hingga suatu hari, aku mendengar kabar bahwa Fandi akhirnya mengungkapkan perasaannya kepada Maya, dan mereka memutuskan untuk bersama.
Berita itu menghancurkanku, tetapi di sisi lain, aku merasa lega. Setidaknya, aku tak lagi hidup dalam ketidakpastian. Maya telah membuat pilihan, dan aku harus belajar menerima kenyataan itu.
Namun, meski waktu terus berjalan, luka di hatiku tak kunjung sembuh. Setiap kali aku mengingat Maya, rasa sakit itu kembali mengoyak perasaanku. Cinta segitiga ini telah mengubah hidupku, meninggalkan bekas yang dalam dan tak terhapuskan.
Aku mencoba bangkit, mencoba mencari kebahagiaan dalam hal-hal lain. Namun, tak peduli seberapa keras aku berusaha, bayangan masa lalu itu selalu menghantui. Aku tahu bahwa aku harus belajar menerima kenyataan dan melepaskan rasa sakit ini. Tapi, itu bukanlah hal yang mudah.
Hari-hari berlalu menjadi minggu, dan minggu menjadi bulan. Aku perlahan-lahan mulai menerima kenyataan bahwa Maya dan Fandi bersama, dan aku harus melanjutkan hidupku. Namun, meskipun aku berusaha sekuat tenaga, luka itu tetap ada.