Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan yang Belum Tersampaikan

19 Agustus 2024   08:29 Diperbarui: 19 Agustus 2024   08:30 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar: https://dunia.tempo.co)

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi hutan lebat, terdapat sebuah rumah tua yang telah lama terbengkalai. Rumah itu, meskipun terabaikan, selalu menarik perhatian penduduk setempat karena berbagai cerita menyeramkan yang beredar. Mereka menyebutnya sebagai "Rumah Keluarga Angkasa". Konon, keluarga Angkasa yang dulunya tinggal di sana menghilang secara misterius tanpa jejak, dan rumah itu sejak saat itu dikenal sebagai tempat yang angker.

Di balik rumor yang beredar, terdapat seorang pemuda bernama Bayu yang tertarik untuk mencari tahu kebenaran di balik cerita itu. Bayu, seorang jurnalis lepas, selalu bersemangat mengejar misteri yang belum terungkap. Suatu hari, dia memutuskan untuk mengunjungi rumah tua itu, meskipun banyak orang memperingatkannya agar tidak melakukannya.

Ketika Bayu tiba di rumah itu, dia merasakan aura aneh yang menyelimuti tempat tersebut. Pintu rumah berderit pelan saat dia mendorongnya. Di dalam, ruangan itu penuh dengan debu dan sarang laba-laba yang menutupi setiap sudut. Bau apek dan kayu lapuk menyergap hidungnya.

Bayu berjalan perlahan menyusuri rumah, memeriksa setiap ruangan dengan hati-hati. Di ruang tamu, dia menemukan beberapa foto keluarga Angkasa yang terpajang di dinding. Foto-foto itu tampak bahagia, tetapi di salah satu foto ada sesuatu yang aneh. Di latar belakang, di sudut kiri atas, tampak bayangan samar seseorang yang tidak seharusnya ada di sana.

Rasa penasaran Bayu semakin membesar. Dia merasa ada sesuatu yang belum tersampaikan di rumah ini, sebuah pesan yang mungkin bisa mengungkap misteri di balik hilangnya keluarga Angkasa. Dia melangkah ke lantai atas, menuju kamar utama yang dahulu milik kepala keluarga, Pak Angkasa.

Kamar itu gelap dan suram. Di sudut kamar, terdapat meja tulis yang tertutup debu tebal. Di atas meja itu, Bayu menemukan sebuah buku harian yang usianya terlihat sudah sangat tua. Dia membukanya dengan hati-hati, dan mulai membaca halaman demi halaman.

Buku harian itu milik Pak Angkasa. Di dalamnya, dia menuliskan kisah hidup keluarganya, kebahagiaan yang mereka alami, serta kekhawatiran yang perlahan muncul. Bayu terus membaca hingga tiba pada halaman terakhir yang tertulis pada malam sebelum mereka menghilang. Pak Angkasa menulis tentang seorang tamu tak diundang yang datang ke rumah mereka, seorang pria misterius yang memberikan peringatan tentang bahaya yang akan datang.

Di akhir catatan itu, terdapat pesan yang sepertinya ditulis dengan tergesa-gesa: "Jika ada yang menemukan ini, tolong sampaikan pesan ini kepada keluargaku. Kami dalam bahaya besar. Pria itu datang untuk menuntut sesuatu yang hilang darinya. Hanya di ruang bawah tanah, kalian akan menemukan jawabannya."

Jantung Bayu berdebar kencang. Dia merasa pesan ini adalah kunci untuk mengungkap misteri hilangnya keluarga Angkasa. Tanpa ragu, dia mencari jalan menuju ruang bawah tanah, yang tersembunyi di balik pintu kecil di dapur.

Ruang bawah tanah itu gelap gulita. Bayu menyalakan senter dan menuruni tangga kayu yang berderit setiap kali dia melangkah. Ruangan itu penuh dengan barang-barang tua yang tertutup debu, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Di sudut ruangan, dia melihat sebuah peti kayu besar yang terkunci rapat.

Bayu mencari-cari di sekitar ruangan, dan akhirnya menemukan sebuah kunci yang tergeletak di bawah tumpukan buku tua. Dengan tangan gemetar, dia membuka peti itu. Di dalamnya, terdapat beberapa dokumen kuno, surat-surat yang telah usang, dan sebuah benda kecil yang dibungkus kain merah. Bayu mengambilnya dan membuka kain itu dengan hati-hati.

Di dalamnya terdapat sebuah liontin emas yang indah. Benda itu tampak sangat berharga, dan Bayu yakin inilah yang dicari oleh pria misterius dalam catatan Pak Angkasa. Namun, saat dia menyentuh liontin itu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari atas, seolah-olah sesuatu atau seseorang sedang bergerak di lantai atas.

Bayu merasa ada yang tidak beres. Dia segera menyimpan liontin itu di saku, lalu kembali naik ke lantai atas. Ketika dia sampai di ruang tamu, dia terkejut melihat seorang pria tua berdiri di tengah ruangan. Pria itu memiliki tatapan dingin dan wajahnya yang pucat membuat bulu kuduk Bayu merinding.

"Siapa Anda?" tanya Bayu dengan suara yang bergetar.

Pria itu tidak menjawab. Dia hanya menatap Bayu dengan mata yang penuh amarah. "Keluarkan liontin itu. Liontin itu milik keluargaku," katanya dengan suara parau.

Bayu merasa ada sesuatu yang salah. Dia mencoba berbicara, "Apakah Anda yang datang ke rumah ini sebelum keluarga Angkasa menghilang?"

Pria itu mengangguk pelan. "Mereka mencuri liontin itu dariku. Keluargaku telah lama mencari benda itu, dan ketika aku menemukannya di sini, sudah terlambat. Keluarga Angkasa telah menghilang karena kutukan yang tertanam dalam liontin itu. Dan sekarang, kutukan itu akan menimpa siapa saja yang memilikinya."

Bayu merasa takut, tapi dia tahu bahwa dia tidak bisa mundur sekarang. "Aku akan mengembalikan liontin ini jika Anda memberitahuku bagaimana menghentikan kutukan ini."

Pria itu tertawa sinis. "Kutukan itu tidak bisa dihentikan, tapi bisa dipindahkan. Kembalikan liontin itu kepadaku, dan aku akan menanggung beban kutukan ini. Namun, jika kau tidak mengembalikannya, kau akan mengalami nasib yang sama seperti keluarga Angkasa."

Bayu merasakan tekanan yang sangat besar. Dia tahu bahwa ini mungkin satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya dan mungkin orang lain. Dengan tangan gemetar, dia mengeluarkan liontin itu dan menyerahkannya kepada pria tua tersebut.

Saat pria itu mengambil liontin itu, dia mengucapkan sesuatu dalam bahasa yang tidak dimengerti Bayu. Dalam sekejap, pria itu menghilang, meninggalkan rumah itu dalam kesunyian yang mencekam.

Bayu terdiam beberapa saat sebelum dia menyadari bahwa semuanya telah berakhir. Dia merasakan beban yang besar terangkat dari pundaknya. Tanpa menunggu lebih lama, dia keluar dari rumah tua itu dan berjanji untuk tidak pernah kembali lagi.

Meskipun Bayu berhasil mengungkap misteri di balik hilangnya keluarga Angkasa, dia tahu bahwa ada hal-hal yang seharusnya tidak diusik. Pesan yang belum tersampaikan akhirnya telah disampaikan, tapi dengan harga yang sangat mahal. Bayu memutuskan untuk menyimpan rahasia ini sendiri, dan meninggalkan kota kecil itu dengan perasaan lega yang bercampur ketakutan.

Namun, jauh di dalam hatinya, Bayu tahu bahwa beberapa misteri lebih baik dibiarkan tidak terungkap.

Setelah meninggalkan rumah tua itu, Bayu merasa lega, meski bayangan kejadian tadi terus membayanginya. Setiap kali dia menutup mata, dia melihat wajah pria tua itu, dengan tatapan penuh amarah yang kini terasa melekat di benaknya. Namun, Bayu berusaha keras melupakan semuanya dan melanjutkan hidupnya.

Bayu kembali ke rutinitasnya sebagai jurnalis. Ia menulis artikel-artikel biasa, meliput berita-berita lokal, dan mencoba menghindari cerita-cerita yang mengandung unsur misteri atau supranatural. Namun, semakin dia mencoba menjauh dari masa lalunya, semakin jelas bahwa sesuatu masih menghantuinya.

Beberapa minggu setelah kejadian di rumah keluarga Angkasa, Bayu mulai mengalami mimpi-mimpi aneh. Dalam mimpi-mimpinya, dia selalu berada di dalam rumah tua itu, berputar-putar di dalamnya, seolah-olah ada sesuatu yang terus memanggilnya kembali. Setiap kali dia terbangun, Bayu merasakan ketakutan yang tak bisa dia jelaskan. Mimpi-mimpi itu semakin intens, hingga akhirnya dia merasa bahwa ada yang tak beres.

Suatu malam, setelah mimpi buruk yang membuatnya terbangun dengan keringat dingin, Bayu memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang pria tua yang dia temui di rumah itu. Dia mengunjungi perpustakaan kota dan mulai menggali arsip-arsip lama, mencoba menemukan petunjuk mengenai identitas pria tersebut.

Bayu menemukan bahwa keluarga Angkasa bukanlah satu-satunya yang mengalami nasib tragis di kota itu. Beberapa dekade sebelumnya, ada sebuah keluarga kaya yang hidup dalam kemewahan, tetapi tiba-tiba jatuh miskin dan hilang secara misterius. Keluarga itu dikenal sebagai keluarga Wiratama, dan ternyata mereka memiliki liontin yang sangat mirip dengan yang ditemukan Bayu di rumah keluarga Angkasa.

Dalam salah satu artikel lama, Bayu menemukan cerita tentang keluarga Wiratama yang terlibat dalam transaksi gelap dengan seorang kolektor barang antik yang dikenal memiliki reputasi buruk. Kolektor itu memberikan liontin emas yang dikatakan memiliki kekuatan magis. Liontin itu dianggap bisa memberikan kekayaan tak terbatas, tetapi dengan harga yang mengerikan. Beberapa bulan setelah menerima liontin itu, keluarga Wiratama mulai kehilangan semua kekayaan mereka, dan akhirnya mereka menghilang tanpa jejak.

Bayu merasa ngeri saat membaca lebih lanjut. Tampaknya kutukan yang terkait dengan liontin itu telah berpindah dari keluarga Wiratama ke keluarga Angkasa, dan sekarang mungkin telah berakhir di tangannya, meskipun dia telah menyerahkan liontin itu kepada pria tua yang misterius.

Merasa ada sesuatu yang masih belum selesai, Bayu memutuskan untuk mengunjungi seorang dukun terkenal di kota itu, yang dikenal memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh-roh. Dukun itu, seorang wanita tua dengan mata yang tajam, menyambut Bayu dengan tenang dan mendengarkan ceritanya tanpa mengganggu.

Setelah Bayu selesai bercerita, dukun itu menatapnya dalam-dalam, seolah-olah melihat langsung ke dalam jiwanya. "Liontin itu adalah kunci dari kutukan yang sangat kuno," katanya dengan suara yang penuh kebijaksanaan. "Pria tua yang kau temui adalah penjaga kutukan itu. Dia telah terjebak dalam siklus kutukan selama berabad-abad, dan sekarang, dia ingin mengakhiri penderitaannya."

Bayu merasa merinding mendengar penjelasan dukun itu. "Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya, berharap ada cara untuk mengakhiri mimpi buruk yang terus menghantuinya.

Dukun itu tersenyum tipis. "Kau harus kembali ke rumah itu, dan menghadapi pria tua itu sekali lagi. Kutukan itu bisa dipatahkan, tetapi hanya jika ada seseorang yang bersedia mengorbankan dirinya untuk mengakhiri siklus ini."

Bayu terdiam sejenak, memikirkan kata-kata dukun tersebut. Ia tahu bahwa kembali ke rumah itu berarti menghadapi bahaya yang tak bisa dia bayangkan sebelumnya. Namun, dia juga menyadari bahwa jika dia tidak melakukan apa-apa, kutukan itu mungkin akan terus menghantui orang lain.

Dengan tekad yang kuat, Bayu memutuskan untuk kembali ke rumah tua itu. Kali ini, dia membawa sesajen yang diberikan oleh dukun sebagai penawar kutukan. Sesajen itu terdiri dari bunga-bunga suci dan dupa yang diikat dengan kain putih, yang menurut dukun bisa menenangkan roh-roh yang terikat pada liontin.

Saat Bayu tiba di rumah tua itu, malam sudah larut. Bulan bersinar terang, memancarkan cahaya pucat yang membuat rumah itu tampak semakin menyeramkan. Dengan hati-hati, Bayu memasuki rumah itu sekali lagi. Setiap langkah yang dia ambil, lantai kayu berderit pelan, seolah-olah memperingatkan kehadirannya.

Ketika dia mencapai ruang tamu, pria tua itu sudah menunggu di sana, seperti yang dia duga. Tatapan pria itu masih dingin dan penuh amarah, tetapi ada kesedihan yang tersembunyi di balik matanya. "Kau kembali," kata pria itu, suaranya lebih lembut dari sebelumnya.

Bayu mengangguk pelan. "Aku ingin mengakhiri kutukan ini, untukmu, dan untuk keluarga Angkasa," katanya dengan suara tegas.

Pria tua itu terdiam sejenak sebelum mengangguk. "Kutukan ini hanya bisa diakhiri dengan pengorbanan. Apakah kau siap?"

Bayu menarik napas dalam-dalam. "Jika itu satu-satunya cara, aku siap."

Pria tua itu mendekat, dan saat dia melakukannya, Bayu merasakan hawa dingin yang sangat menusuk. Pria itu memegang liontin yang dulu dia ambil dari Bayu, dan dengan suara pelan, dia mulai mengucapkan mantra kuno. Cahaya terang tiba-tiba memancar dari liontin, dan ruangan itu dipenuhi dengan angin kencang yang berputar-putar.

Bayu menahan napas, merasakan tubuhnya mulai melemah. Tapi dia tetap berdiri teguh, mengetahui bahwa dia telah membuat keputusan yang tepat. Dalam sekejap, cahaya itu menghilang, dan angin kencang pun reda.

Saat semuanya kembali tenang, Bayu merasa pusing dan hampir jatuh, tetapi pria tua itu menangkapnya dengan tangan yang tak lagi terasa dingin. "Kau telah menyelamatkanku," kata pria itu dengan suara penuh terima kasih. "Kutukan itu kini telah berakhir. Kau akan baik-baik saja."

Pria tua itu perlahan menghilang, meninggalkan Bayu sendirian di ruangan yang kini terasa hangat dan damai. Meskipun tubuhnya lelah, Bayu merasakan kedamaian yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Kutukan itu telah dipatahkan, dan dia tahu bahwa keluarga Angkasa, serta pria tua itu, kini bisa beristirahat dengan tenang.

Bayu meninggalkan rumah tua itu untuk terakhir kalinya, dengan hati yang lega. Dia tahu bahwa meskipun dia harus menghadapi ketakutan dan bahaya, dia telah melakukan hal yang benar. Misteri itu kini telah terselesaikan, dan pesan yang belum tersampaikan telah ditemukan jawabannya.

Kini, setiap malam, Bayu bisa tidur dengan tenang, mengetahui bahwa cerita keluarga Angkasa telah berakhir, dan tidak ada lagi yang akan menderita karena kutukan itu. Namun, pelajaran dari pengalaman itu akan selalu membekas dalam dirinya, mengingatkan bahwa beberapa misteri, meskipun menakutkan, kadang-kadang harus dihadapi demi kebaikan semua pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun