Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melayat, Lebih dari Sekedar Menghibur tetapi Juga Sebagai Pengingat akan Kepastian Kematian

18 Agustus 2024   18:13 Diperbarui: 18 Agustus 2024   18:16 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar: sulsel.kemenag.go.id)

Ketika mendengar kabar duka tentang seseorang yang telah meninggal dunia, langkah pertama yang sering kita lakukan adalah melayat ke rumah duka. Tindakan ini bukan hanya sebatas tradisi atau formalitas, tetapi merupakan bagian penting dari kehidupan sosial dan spiritual kita. Melayat memiliki dimensi yang lebih dalam daripada sekadar menghibur keluarga yang ditinggalkan. Melalui momen ini, kita diingatkan akan kenyataan hidup yang tak terhindarkan kematian.

Melayat sebagai Wujud Solidaritas dan Empati

Pertama-tama, melayat adalah bentuk solidaritas dan empati terhadap keluarga yang ditinggalkan. Kehadiran kita di tengah-tengah mereka yang sedang berduka memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan. Saat seseorang kehilangan orang yang dicintai, mereka seringkali merasa kesepian dan terpuruk. Kehadiran kita, meski hanya dalam diam, dapat memberikan kekuatan bagi mereka untuk menghadapi masa-masa sulit tersebut.

Dalam konteks ini, melayat bukan hanya tentang kata-kata penghiburan. Sering kali, tidak ada kata-kata yang cukup untuk mengurangi rasa sakit karena kehilangan. Kehadiran kita adalah tanda bahwa mereka tidak sendiri, bahwa ada orang-orang yang peduli dan siap untuk mendukung. Ini adalah bentuk nyata dari kasih sayang dan kebersamaan yang dibutuhkan oleh keluarga yang ditinggalkan.

Menghibur dengan Mengingatkan akan Kepastian Kematian

Namun, melayat tidak hanya berhenti pada menghibur keluarga yang berduka. Lebih dari itu, ini adalah momen bagi kita semua yang hadir untuk merenungkan kembali makna hidup dan kematian. Saat berdiri di samping jenazah, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa hidup di dunia ini sementara, dan kematian adalah sesuatu yang pasti.

Dalam agama Islam, misalnya, ada ajaran bahwa setiap orang yang hidup pasti akan merasakan mati. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan ke kehidupan yang lain. Dengan melayat, kita diingatkan untuk selalu siap menghadapi kematian kapan pun itu datang. Kita diingatkan untuk hidup dengan penuh kesadaran, melakukan kebaikan, dan menjauhi segala sesuatu yang bisa merugikan kita di akhirat kelak.

Meningkatkan Kesadaran akan Pentingnya Hidup yang Bermakna

Ketika kita melayat, kita sering kali mendengar cerita-cerita tentang almarhum dari kerabat dan teman-teman yang datang. Kisah-kisah ini menggambarkan bagaimana almarhum menjalani hidupnya apakah dengan kebaikan, ketulusan, atau perjuangan dalam menghadapi berbagai tantangan. Cerita-cerita ini bukan hanya untuk mengenang almarhum, tetapi juga menjadi pelajaran bagi kita yang masih hidup.

Dari setiap kisah, kita bisa mengambil hikmah bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang diisi dengan perbuatan baik, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Hidup yang bermakna adalah hidup yang bermanfaat, di mana kehadiran kita dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita. Melalui melayat, kita diberi kesempatan untuk merenungkan kembali, apakah hidup yang kita jalani saat ini sudah cukup bermakna? Apakah kita sudah cukup berbuat baik? Dan yang paling penting, apakah kita sudah siap menghadapi kematian?

Sebagai Pengingat untuk Memperbaiki Diri

Melayat juga menjadi momen introspeksi. Saat melihat jenazah yang terbaring kaku, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak ada satu pun di antara kita yang tahu kapan waktunya tiba. Tidak ada yang tahu kapan kita akan menghadapi saat terakhir dalam hidup kita. Oleh karena itu, momen melayat menjadi pengingat yang sangat kuat untuk segera memperbaiki diri, memperbaiki hubungan dengan orang lain, dan yang terpenting, memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan.

Melayat memberi kita kesempatan untuk merenung, apa yang telah kita perbuat selama ini? Apakah kita sudah menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini? Apakah kita sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan setelah mati? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk kita renungkan, karena kematian adalah sesuatu yang pasti, dan tidak ada seorang pun yang bisa lari darinya.

Mempererat Tali Silaturahmi dan Kekerabatan

Selain sebagai bentuk empati dan pengingat akan kematian, melayat juga memiliki fungsi sosial yang penting. Melayat adalah momen untuk mempererat tali silaturahmi dan kekerabatan. Dalam suasana duka, biasanya keluarga besar berkumpul, termasuk mereka yang jarang bertemu karena jarak atau kesibukan masing-masing. Melalui momen ini, hubungan yang mungkin sempat renggang bisa kembali terjalin.

Ini juga menjadi waktu yang tepat untuk memperbaiki hubungan yang mungkin sempat bermasalah. Kehilangan seseorang yang kita cintai sering kali mengingatkan kita betapa berharganya waktu yang kita miliki dengan orang-orang terdekat. Melalui melayat, kita diingatkan untuk tidak menyia-nyiakan waktu, untuk tidak menyimpan dendam, dan untuk selalu menjaga hubungan baik dengan sesama.

Kesimpulan: Melayat Sebagai Pengingat untuk Hidup Lebih Baik

Melayat kepada keluarga yang ditimpa musibah adalah sebuah kewajiban sosial dan spiritual yang membawa banyak hikmah. Selain memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka, melayat juga menjadi pengingat bagi kita semua akan kepastian kematian. Momen ini memberi kita kesempatan untuk merenung dan introspeksi, untuk memperbaiki diri, dan untuk mempererat tali silaturahmi.

Kematian adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari. Setiap kali kita melayat, kita diingatkan untuk hidup lebih baik, untuk lebih bermakna, dan untuk selalu siap menghadapi saat terakhir dalam hidup kita. Dengan demikian, melayat bukan hanya tentang menghibur keluarga yang berduka, tetapi juga tentang mengingatkan diri sendiri bahwa suatu hari nanti, kita pun akan berada di posisi yang sama. Dan ketika saat itu tiba, semoga kita sudah siap dengan bekal amal kebaikan yang cukup untuk menghadapi perjalanan selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun