Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kematian Keluarga Pak Joko

15 Agustus 2024   07:43 Diperbarui: 15 Agustus 2024   07:47 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar: tribun-maluku.com)

Pak Joko adalah seorang pria paruh baya yang selalu dikenal sebagai sosok pekerja keras di desanya. Setiap pagi, ketika matahari baru saja mulai menyapa bumi, Pak Joko sudah berdiri di sawahnya, membajak tanah dengan tangan yang mulai keriput. Istrinya, Bu Lina, tak kalah rajin. Dia sering terlihat membawa sekarung kecil hasil panen ke pasar untuk dijual. Meskipun kehidupan mereka sederhana, mereka selalu bersyukur atas apa yang mereka miliki. Namun, kebahagiaan itu mulai pudar ketika kekeringan melanda desa mereka.

Musim kemarau tahun itu lebih parah dari yang pernah dirasakan sebelumnya. Hujan tak kunjung turun selama berbulan-bulan. Sawah-sawah mengering, sungai-sungai menguap, dan tanah yang tadinya subur berubah menjadi padang tandus. Pak Joko mencoba bertahan, namun hasil panen terus menurun drastis. Padi yang ditanamnya tidak tumbuh, dan ternaknya banyak yang mati karena kehausan. Ketika keadaan semakin sulit, Pak Joko dan Bu Lina mulai menjual barang-barang mereka satu per satu. Tapi uang hasil penjualan itu hanya cukup untuk makan beberapa hari.

Pak Joko kemudian mencoba mencari pekerjaan di kota. Setiap hari dia berjalan kaki ke kota, berharap ada pekerjaan yang bisa dilakukannya. Namun, kota pun tak lebih baik. Kemarau panjang telah menyebabkan krisis ekonomi. Pabrik-pabrik banyak yang tutup, dan orang-orang kehilangan pekerjaan. Setiap kali Pak Joko kembali ke rumah dengan tangan kosong, dia bisa melihat kekecewaan di mata Bu Lina dan ketiga anaknya yang masih kecil. Perut mereka sering kali kosong, dan tubuh mereka mulai menipis karena kurangnya asupan makanan.

Suatu hari, saat Pak Joko pulang dari kota, dia menemukan rumahnya dalam keadaan sunyi. Tidak ada tawa anak-anak, tidak ada sapaan lembut dari Bu Lina. Dia langsung merasa ada yang tidak beres. Dengan hati yang berdebar, Pak Joko memasuki rumah kecilnya. Di dalam, dia menemukan Bu Lina terbaring lemah di atas tikar lusuh, sementara anak-anaknya duduk di sampingnya, tampak pucat dan kurus.

"Lina, apa yang terjadi?" tanya Pak Joko dengan suara bergetar.

Bu Lina membuka matanya perlahan, menatap suaminya dengan tatapan yang penuh keputusasaan. "Aku... aku tidak kuat lagi, Mas. Anak-anak... mereka butuh makan, tapi aku tidak punya apa-apa untuk diberikan."

Pak Joko tertegun. Air mata mulai mengalir di pipinya. Dia merasa hancur melihat keluarganya dalam keadaan seperti itu. Selama ini, dia selalu berusaha sekuat tenaga untuk menjaga mereka, tapi kini dia merasa gagal.

"Kita akan mencari jalan keluar, Lina. Aku akan mencari makanan, aku akan melakukan apapun untuk kalian," kata Pak Joko, mencoba menyembunyikan rasa putus asanya.

Namun, Bu Lina menggelengkan kepala lemah. "Aku tahu, Mas. Kau sudah berusaha. Tapi mungkin... mungkin ini memang sudah takdir kita."

Hari-hari berikutnya semakin sulit. Makanan yang tersisa semakin menipis, dan kondisi keluarga Pak Joko semakin memburuk. Pak Joko berusaha sekuat tenaga untuk mencari bantuan, tetapi di desa yang sama-sama dilanda kekeringan, tidak ada yang bisa memberi. Satu per satu, anak-anaknya mulai jatuh sakit. Mereka tidak punya tenaga lagi untuk bermain, dan suara riang mereka digantikan oleh isak tangis yang lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun