Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengapa Kita Tidak Bersyukur dan Suka Mengeluh?

12 Agustus 2024   23:17 Diperbarui: 12 Agustus 2024   23:19 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar:https://unzah.ac.id)

Bersyukur adalah salah satu tindakan yang dianggap mulia dalam banyak budaya dan agama. Bersyukur dapat membawa kedamaian batin, mengurangi stres, dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, dalam praktiknya, banyak dari kita yang masih kesulitan untuk bersyukur dan justru lebih sering mengeluh. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa alasan kita tidak bersyukur dan lebih suka mengeluh?

1. Ketidakpuasan dengan Kehidupan yang Dijalani

Salah satu alasan utama mengapa kita sering mengeluh adalah karena ketidakpuasan terhadap kehidupan yang kita jalani. Di zaman modern ini, kita dihadapkan pada berbagai tuntutan yang semakin tinggi, baik dari segi karier, pendidikan, atau kehidupan pribadi. Tekanan sosial yang semakin besar untuk mencapai standar tertentu seringkali membuat kita merasa tidak pernah cukup. Ketika kita merasa bahwa hidup kita tidak sesuai dengan harapan atau standar yang telah kita tetapkan, keluhan seringkali menjadi pelarian yang paling mudah.

Ketidakpuasan ini bisa berasal dari berbagai sumber, termasuk rasa iri terhadap pencapaian orang lain, ketidakmampuan untuk menerima kenyataan, atau ekspektasi yang terlalu tinggi. Ketika kita tidak mampu menerima keadaan kita saat ini, kita akan cenderung mengeluh dan sulit untuk merasa bersyukur. Padahal, bersyukur sebenarnya bisa membantu kita untuk menerima apa yang kita miliki dan merasakan kebahagiaan dari hal-hal kecil dalam hidup.

2. Perbandingan Sosial yang Tidak Sehat

Perbandingan sosial merupakan fenomena di mana seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain untuk menilai sejauh mana ia telah berhasil. Dalam batas tertentu, perbandingan sosial dapat memotivasi kita untuk berkembang. Namun, jika dilakukan secara berlebihan, perbandingan sosial justru dapat merusak rasa syukur kita. Media sosial, yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita, sering kali menjadi sumber utama dari perbandingan sosial ini.

Ketika kita melihat orang lain memiliki kehidupan yang tampak lebih baik, lebih bahagia, atau lebih sukses, kita mungkin merasa iri dan mulai meragukan diri sendiri. Padahal, apa yang kita lihat di media sosial seringkali hanya sebagian kecil dari kenyataan yang sebenarnya. Kita lupa bahwa setiap orang memiliki perjuangannya masing-masing yang tidak selalu tampak di permukaan.

3. Ketidakmampuan Menghargai Hal-Hal Kecil

Sering kali, kita terlalu fokus pada hal-hal besar dan melupakan kebahagiaan yang bisa kita peroleh dari hal-hal kecil. Kita mungkin berpikir bahwa kebahagiaan hanya bisa datang dari pencapaian besar, seperti mendapatkan pekerjaan impian, membeli rumah, atau meraih kesuksesan finansial. Akibatnya, kita cenderung meremehkan atau bahkan tidak menyadari kebahagiaan yang datang dari hal-hal sederhana, seperti menikmati secangkir kopi di pagi hari, menghabiskan waktu bersama keluarga, atau bahkan hanya sekadar melihat matahari terbit.

Ketika kita tidak mampu menghargai hal-hal kecil, kita akan lebih mudah merasa tidak puas dan cenderung mengeluh. Padahal, kebahagiaan sejati seringkali terletak pada kemampuan kita untuk menghargai dan menikmati momen-momen kecil dalam hidup.

4. Budaya Mengeluh yang Terinternalisasi

Di beberapa lingkungan sosial, mengeluh mungkin sudah menjadi bagian dari budaya. Mengeluh dianggap sebagai cara untuk mengungkapkan ketidakpuasan atau mencari simpati dari orang lain. Kebiasaan ini bisa dengan mudah menyebar dari satu individu ke individu lain, terutama dalam kelompok-kelompok sosial yang memiliki pandangan pesimis terhadap kehidupan.

Ketika kita terus-menerus terpapar oleh budaya mengeluh, kita mungkin tanpa sadar mulai menirunya dan menjadikannya sebagai respons default kita terhadap berbagai situasi. Mengeluh menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan, bahkan ketika kita sebenarnya tidak memiliki alasan yang kuat untuk melakukannya.

5. Kurangnya Kesadaran Diri

Sering kali, kita tidak menyadari bahwa kita terlalu sering mengeluh dan kurang bersyukur. Kurangnya kesadaran diri ini bisa menjadi penghalang utama untuk berubah. Tanpa kesadaran bahwa kita memiliki masalah, kita tidak akan merasa perlu untuk mencari solusi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk secara aktif mengevaluasi diri sendiri dan menyadari kapan kita mulai mengeluh tanpa alasan yang jelas.

6. Ketakutan Akan Ketidakpastian

Ketakutan akan ketidakpastian juga bisa menjadi alasan mengapa kita sulit bersyukur dan cenderung mengeluh. Di tengah perubahan dan tantangan hidup yang tak terduga, kita sering merasa cemas dan takut akan masa depan. Ketakutan ini bisa membuat kita sulit untuk menerima keadaan saat ini dan lebih fokus pada potensi masalah yang mungkin terjadi di masa depan.

Ketakutan akan ketidakpastian bisa membuat kita lupa untuk bersyukur atas apa yang sudah kita miliki saat ini. Padahal, hidup ini penuh dengan ketidakpastian, dan mengeluh tidak akan membuat kita lebih siap menghadapi masa depan. Sebaliknya, bersyukur bisa membantu kita mengatasi rasa takut dan menemukan kedamaian di tengah ketidakpastian.

Cara Mengatasi Kebiasaan Mengeluh dan Meningkatkan Rasa Syukur

Mengatasi kebiasaan mengeluh dan meningkatkan rasa syukur tidaklah mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Berikut adalah beberapa cara yang bisa kita lakukan:

  1. Latihan Kesadaran Diri: Salah satu langkah pertama untuk mengatasi kebiasaan mengeluh adalah dengan meningkatkan kesadaran diri. Cobalah untuk lebih memperhatikan pikiran dan perasaan Anda setiap kali Anda mulai mengeluh. Tanyakan pada diri sendiri, apakah keluhan tersebut benar-benar penting atau hanya sekadar kebiasaan? Dengan menyadari hal ini, Anda bisa mulai mengurangi frekuensi mengeluh.
  2. Praktikkan Rasa Syukur: Setiap hari, luangkan waktu sejenak untuk merenungkan hal-hal yang Anda syukuri. Anda bisa menulisnya dalam jurnal atau hanya mengingatnya dalam pikiran Anda. Praktikkan ini secara konsisten, dan Anda akan mulai melihat perubahan dalam cara Anda memandang hidup.
  3. Hindari Perbandingan Sosial: Cobalah untuk tidak terlalu sering membandingkan diri Anda dengan orang lain, terutama di media sosial. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda, dan apa yang tampak di permukaan belum tentu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.
  4. Fokus pada Hal-Hal Positif: Ketika Anda merasa ingin mengeluh, cobalah untuk mengalihkan fokus Anda pada hal-hal positif dalam hidup Anda. Ini bisa membantu mengubah pola pikir negatif menjadi lebih positif.
  5. Bergaul dengan Orang-Orang yang Bersyukur: Lingkungan sosial Anda bisa sangat memengaruhi cara berpikir Anda. Cobalah untuk lebih sering bergaul dengan orang-orang yang cenderung bersyukur dan melihat sisi baik dari segala sesuatu. Ini bisa membantu Anda untuk lebih mudah mengadopsi sikap yang sama.
  6. Hadapi Ketidakpastian dengan Ketabahan: Daripada mengeluh tentang ketidakpastian, cobalah untuk menghadapi tantangan hidup dengan ketabahan. Ingatlah bahwa setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh dan belajar.

Kesimpulan

Mengeluh mungkin terasa alami dalam beberapa situasi, tetapi terlalu sering melakukannya bisa merusak kesejahteraan kita secara keseluruhan. Ketidakpuasan hidup, perbandingan sosial yang tidak sehat, ketidakmampuan menghargai hal-hal kecil, budaya mengeluh, kurangnya kesadaran diri, dan ketakutan akan ketidakpastian adalah beberapa alasan utama mengapa kita sulit bersyukur dan cenderung mengeluh. 

Dengan kesadaran diri, praktik rasa syukur, dan perubahan pola pikir, kita bisa mulai mengatasi kebiasaan ini dan menjalani hidup dengan lebih positif dan bermakna. Bersyukur bukan hanya tentang mengucapkan terima kasih, tetapi juga tentang bagaimana kita melihat dan menghargai hidup yang kita jalani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun