Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengapa Kita Tidak Bersyukur dan Suka Mengeluh?

12 Agustus 2024   23:17 Diperbarui: 12 Agustus 2024   23:19 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar:https://unzah.ac.id)

Bersyukur adalah salah satu tindakan yang dianggap mulia dalam banyak budaya dan agama. Bersyukur dapat membawa kedamaian batin, mengurangi stres, dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, dalam praktiknya, banyak dari kita yang masih kesulitan untuk bersyukur dan justru lebih sering mengeluh. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa alasan kita tidak bersyukur dan lebih suka mengeluh?

1. Ketidakpuasan dengan Kehidupan yang Dijalani

Salah satu alasan utama mengapa kita sering mengeluh adalah karena ketidakpuasan terhadap kehidupan yang kita jalani. Di zaman modern ini, kita dihadapkan pada berbagai tuntutan yang semakin tinggi, baik dari segi karier, pendidikan, atau kehidupan pribadi. Tekanan sosial yang semakin besar untuk mencapai standar tertentu seringkali membuat kita merasa tidak pernah cukup. Ketika kita merasa bahwa hidup kita tidak sesuai dengan harapan atau standar yang telah kita tetapkan, keluhan seringkali menjadi pelarian yang paling mudah.

Ketidakpuasan ini bisa berasal dari berbagai sumber, termasuk rasa iri terhadap pencapaian orang lain, ketidakmampuan untuk menerima kenyataan, atau ekspektasi yang terlalu tinggi. Ketika kita tidak mampu menerima keadaan kita saat ini, kita akan cenderung mengeluh dan sulit untuk merasa bersyukur. Padahal, bersyukur sebenarnya bisa membantu kita untuk menerima apa yang kita miliki dan merasakan kebahagiaan dari hal-hal kecil dalam hidup.

2. Perbandingan Sosial yang Tidak Sehat

Perbandingan sosial merupakan fenomena di mana seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain untuk menilai sejauh mana ia telah berhasil. Dalam batas tertentu, perbandingan sosial dapat memotivasi kita untuk berkembang. Namun, jika dilakukan secara berlebihan, perbandingan sosial justru dapat merusak rasa syukur kita. Media sosial, yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita, sering kali menjadi sumber utama dari perbandingan sosial ini.

Ketika kita melihat orang lain memiliki kehidupan yang tampak lebih baik, lebih bahagia, atau lebih sukses, kita mungkin merasa iri dan mulai meragukan diri sendiri. Padahal, apa yang kita lihat di media sosial seringkali hanya sebagian kecil dari kenyataan yang sebenarnya. Kita lupa bahwa setiap orang memiliki perjuangannya masing-masing yang tidak selalu tampak di permukaan.

3. Ketidakmampuan Menghargai Hal-Hal Kecil

Sering kali, kita terlalu fokus pada hal-hal besar dan melupakan kebahagiaan yang bisa kita peroleh dari hal-hal kecil. Kita mungkin berpikir bahwa kebahagiaan hanya bisa datang dari pencapaian besar, seperti mendapatkan pekerjaan impian, membeli rumah, atau meraih kesuksesan finansial. Akibatnya, kita cenderung meremehkan atau bahkan tidak menyadari kebahagiaan yang datang dari hal-hal sederhana, seperti menikmati secangkir kopi di pagi hari, menghabiskan waktu bersama keluarga, atau bahkan hanya sekadar melihat matahari terbit.

Ketika kita tidak mampu menghargai hal-hal kecil, kita akan lebih mudah merasa tidak puas dan cenderung mengeluh. Padahal, kebahagiaan sejati seringkali terletak pada kemampuan kita untuk menghargai dan menikmati momen-momen kecil dalam hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun