Ainun melanjutkan membaca jurnal itu. "Melati dibawa ke sini untuk dilindungi dari bahaya yang mengancam keluarganya. Namun, dia tidak ingin hidup tersembunyi, jadi dia mencoba melarikan diri. Malam itu, dia berlari ke hutan dan menghilang."
Tiba-tiba, sebuah suara lembut terdengar dari sudut ruangan. "Terima kasih telah menemukanku."
Pak Ali dan Ainun berbalik dan melihat bayangan Melati berdiri di sana. Meski bayangan itu tampak rapuh, ada ketenangan dalam suaranya.
"Melati!" Pak Ali berlari mendekat, namun bayangan itu mengangkat tangannya.
"Aku tidak benar-benar hidup lagi, tapi rohku terjebak di sini, di antara dunia ini dan dunia lain. Kalian telah menemukan kebenaran, dan sekarang saatnya untuk melepaskanku."
Ainun dengan cepat memahami apa yang harus dilakukan. Dia mengambil buku catatan dan memulai ritual yang tertulis di dalamnya. Dengan setiap kata yang diucapkan, bayangan Melati semakin memudar, hingga akhirnya hanya ada kedamaian yang tersisa.
Pak Ali menangis terisak, namun juga merasa lega. "Terima kasih, Ainun. Kamu telah membantuku menemukan kedamaian."
Ainun tersenyum lembut. "Ini adalah tugas kita. Untuk mengungkap kebenaran dan membawa kedamaian."
Dengan hati yang lega, mereka meninggalkan hutan itu. Kebenaran telah terungkap, dan roh Melati kini beristirahat dengan tenang. Lukisan itu kini menjadi simbol cinta dan pencarian kebenaran yang abadi, tersimpan dengan aman di rumah Pak Ali, mengingatkan semua orang tentang kekuatan cinta dan keberanian untuk menghadapi misteri yang tersembunyi di balik lukisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H