Roby hanya tertawa kecil. "Tenang saja, Nisa. Tidak ada apa-apa di sini. Ini semua hanya cerita."
Namun, saat mereka melangkah lebih jauh, lampu senter mereka mulai berkedip-kedip. Suara aneh mulai terdengar dari lantai atas, seperti langkah kaki yang berat. Mereka saling berpandangan dengan cemas.
"Kita periksa ke atas?" tanya Dika, mencoba menyembunyikan rasa takutnya.
Dengan hati-hati, mereka naik ke lantai dua. Tangga kayu berderit di bawah kaki mereka, membuat suasana semakin mencekam. Di lantai dua, mereka menemukan sebuah kamar dengan pintu yang sedikit terbuka.
"Kita masuk?" tanya Toni dengan suara bergetar.
Roby mengangguk dan membuka pintu itu perlahan. Di dalam kamar, mereka melihat sebuah cermin besar yang tergantung di dinding. Di depan cermin, ada sebuah kursi kayu yang tampak seperti sering digunakan.
Namun, yang paling mengejutkan adalah bayangan yang tampak di cermin. Bayangan seorang wanita dengan rambut panjang dan pakaian putih, berdiri di belakang mereka. Roby berbalik dengan cepat, tetapi tidak ada siapa pun di sana.
"Kalian lihat itu?" tanya Roby dengan suara bergetar.
Dika, Toni, dan Nisa hanya mengangguk, wajah mereka pucat pasi. Tiba-tiba, cermin itu retak dengan suara keras, membuat mereka terlonjak mundur. Kursi kayu di depan cermin bergerak sendiri dan terlempar ke arah mereka.
"Kita harus keluar dari sini!" teriak Nisa dengan panik.
Mereka berempat berlari turun dengan cepat, namun saat mereka mencapai lantai bawah, pintu depan yang tadi mereka masuki kini tertutup rapat. Roby mencoba membukanya dengan sekuat tenaga, namun pintu itu seakan terkunci dari luar.