Baru-baru ini tersebar berita korupsi salah satu kepala daerah di Maluku Utara. Berdasarkan hasil investigasi, Gubernur Malut terbukti melakukan kasus korupsi suap dan gratifikasi terhadap sejumlah IUP di Maluku Utara (mongabay.co.id/).
Gubernur Malut menerima uang dengan nilai yang fantastis Rp. 100 miliar. Meski begitu kasus tersebut masih dalam proses sidang putusan di Pengadilan Negeri Ternate pada (Jumat, 20/09/2024).
Wajar jika stigma buruk rakyat bahwa Pilkada ke Pilkada hanya sebatas agenda kerja sama antara elit politik dan pengusaha pemilik modal. Tujuannya untuk menguasai Sumber daya alam di daerah. kekayaan alam di daerah salah satunya sumber daya pertambangan yang menjadi banyak incaran pengusaha.
Desentralisasi Kebijakan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) dikelola berdasarkan kebijakan desentralisasi, setiap daerah diharuskan memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Dikarenakan setiap pemerintah daerah diberikan kebebasan oleh pemerintah pusat untuk mengelola sumber daya alamnya demi kemandirian secara ekonomi dan tercipta Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Terkait pengelolaan sumber daya alam di Daerah yang desentralisasi, faktanya kebijakan tersebut berbanding terbalik, pemerintah pusat mampu mengatur kebijakan pengelolaan potensi sumber daya alam di Daerah sehinga bukan lagi desentralisasi justru sentralisasi kebijakan yang dirasakan Daerah.
Argumen rasionalis pemerintah terhadap masalah pengelolaan sumber daya alam  demi kepentingan rakyat dan negara, argumen ini sebagai justifikasi legal jika terjadi resistensi rakyat sipil. Tetesan keringat dan air mata menjadi saksi  sejarah dari kekuatan politik dan ekonomi yang berlabelkan demokrasi yang dibajak oleh kekuatan oligarki.
Semangat desentralisasi setiap pengelolaan sumber daya alam intinya sebagai legitimasi untuk mengamankan kepentingan oligarki. Pengelolaan sumber daya alam tidak lagi berorientasi pada keberlanjutan yang memperhatikan dampak lingkungan, justru yang terjadi semua serba pasar kepentingan yang diuntungkan bukan rakyat banyak tapi sekelompok oligarki.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H