Kepala Daerah adalah penggerak dan penentu arah pembangunan, sehingga ini menjadi patokan dalam memilih Calon Kepala Daerah selanjutnya. Penting  untuk berkontemplasi dan merenungi realitas sosial yang terjadi, kita tidak hanya mengoreksi kesalahan Kepala Daerah tapi juga mengoreksi cara berpolitik kita selama ini.
Korupsi Kepada Daerah dan Penguasaan SDA
Praktik korupsi Kepala Daerah dipengaruhi ongkos politik yang mahal. Ongkos politik calon kepala daerah Gubernur/wakil gubernur, berkisar pada angka Rp. 100 miliar, sedangkan walikota/wakil wali kota dan bupati/Wakil Bupati menghabiskan ongkos politik sekitar Rp. 30 Miliar (kpk.go.id/)
Gaji kepala daerah selama menjabat lima tahun tidak cukup untuk mengembalikan ongkos politik, pada akhirnya harus  memakai jalan pintas mencari ongkos tambahan.
Lanskap politik di Tingkat Nasional maupun Daerah terpengaruh dengan keberadaan politisi/partai politik, pengusaha dan rakyat sipil. Mahalnya ongkos politik salah satu faktornya adalah partai politik yang menjadi kendaraan politik untuk menjadi bakal calon kepala daerah.
Fungsi ideal partai politik sebagai alat untuk membangun partisipasi warga dan sekaligus sebagai alat komunikasi politik. Partai politik sebagai mesin politik hampir seluruhnya terisi oleh oligarki pemilik modal dan pemilik kekuasaan.
Faktor lain mahalnya ongkos berpolitik adalah praktik politik transaksional atau jual beli suara yang di lakukan oleh calon kepala daerah dan masyarakat, sebab dengan uang bisa menentukan pilihan rakyat.
Relasi Politisi dan Pengusaha di Daerah
Calon kepala daerah dan pengusaha saling bersaing untuk merebut simpati rakyat dan terkadang berkerja sama demi kepentingan pribadi. Sehingga terbentuklah relasi kerja sama politisi dan pengusaha.
Calon kepala daerah menginginkan modal sebagai ongkos politik untuk mendapatkan kekuasaan yang bisa diberikan oleh pemodal. Sedangkan pengusaha menginginkan legitimasi untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang berada di Daerah, sebagai bentuk balas budi seorang kepala daerah dengan instrumen kekuasaan diterbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Â
Kerja sama ini yang disebut relasi berantai oligarki antara politisi dan pengusaha yang pada akhirnya akan membentuk monopoli dalam pengelolaan sumber daya alam. Hubungan simbiosis mutualisme antara pengusaha dan politisi sebenarnya sudah lama terjadi dan semakin tampak semenjak rezim reformasi.