Halo..Sob!!! Sebagai WNI pastinya kita taukan bahwa karet atau yang disebut juga dengan lateks adalah salah satu komoditas ekspor unggulan dari Indonesia. Nahh... hebatnya per-hari ini Indonesia telah berhasil dinobatkan sebagai negara pengekspor karet nomor 2 terbesar di dunia setelah Thailand. Hal ini tentunya membuat karet memiliki peran penting dalam hal mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, terutama melalui kontribusinya terhadap perdagangan internasional. Maka dari itu, pada kesempatan ini kita akan bersama-sama mengulik informasi mengenai daya saing ekspor karet Indonesia, terkhususnya pada HS Code 4001 (karet alam) dalam perdagangan internasional. Adapun analisis daya saing dilakukan dengan mengacu pada data ekspor-impor komoditas karet periode 2014--2023 yang diperoleh melalui Trade Map, kemudian dianalisis melalui berbagai indikator seperti pangsa pasar, Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Competitiveness Index (ECI), dan Trade Specialization Index (TSI).
Pangsa Pasar dan Struktur Pasar dalam Ekspor Karet (HS CODE 4001)
Berdasarkan pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa Indonesia berada di posisi kedua setelah Thailand dengan pangsa pasar sebesar 37.455.015 (US$). Sedangkan, Thailand memimpin dengan pangsa pasar tertinggi, yakni 47.867.471 (US$), hal ini sekaligus menegaskan posisinya sebagai eksportir dominan dalam komoditas karet. Sementara itu, Vietnam memiliki pangsa pasar yang lebih kecil, sebesar 12.023.493 (US$), hal ini menunjukkan perannya sebagai eksportir menengah yang belum mendominasi pasar selayaknya Indonesia dan Thailand. Di sisi lain, China memiliki pangsa pasar yang sangat kecil, yaitu 281.098 (US$) adapun hal ini dapat diasumsikan bahwa produksi karet China hanya berfokus pada konsumsi domestik dibandingkan untuk melakukan ekspor.
Keunggulan Indonesia dalam pangsa pasar ini mencerminkan kapasitas produksinya yang besar serta efisiensi yang relatif tinggi dalam proses produksi dan distribusi. Sebagai negara penghasil karet alami terbesar kedua di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk dapat memperluas pangsa pasarnya, salah satunya melalui peningkatan produktivitas dan kualitas karet alam yang ditawarkan.
Selanjutnya, melalui HHI (Herfindahl-Hirschman Index) yang digunakan untuk menganalisis tingkat konsentrasi pasar untuk mengetahui bagaimana struktur pasar yang dihadapi oleh karet alam Indonesia yang pada akhirnya dapat menentukan tingkat persaingan yang dihadapi. Pada hasil perhitungan HHI Indonesia memperoleh nilai sebesar 785,23 artinya Indonesia termasuk ke dalam kategori tidak terkonsentrasi dengan struktur pasar persaingan efektif atau persaingan monopolistik.
Keunggulan Komparatif Berdasarkan RCA