Mohon tunggu...
Avivatul Fitri
Avivatul Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi nonton tv

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual Pada Perempuan Salah Siapa?

7 Januari 2023   09:59 Diperbarui: 8 Januari 2023   05:42 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Nur Avivatul Dhatul Fitri

Prodi: Perbankan Syariah

Dosen Pengampu: Wahidullah S. H. I., M. H

Tema: Lawan! Kekerasan Seksual

Universitas Nahdlatul Ulama Jepara

Selama ini, kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin sering terjadi, juga dari lingkungan terdekat, seperti keluarga atau teman. Banyaknya kekerasan seksual terhadap perempuan kini menarik perhatian banyak orang. Selama ini perempuan beranggapan jika mereka berhak atas kehidupan yang layak, tanpa rasa takut dan setara, maka perlu peningkatan pemahaman tentang kekerasan seksual, karena kekerasan seksual juga tidak dibenarkan. atau diremehkan.
DEFINISI KEKERASAN SEKSUAL

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang mempermalukan, menghina, melecehkan dan/atau menyerang tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang karena ketidaksetaraan kekuasaan dan/atau jenis kelamin dan yang mengarah atau dapat mengakibatkan penderitaan emosional dan/atau fisik, termasuk yang mencegah kesehatan reproduksi seseorang dan kehilangan kemampuan untuk berolahraga secara aman dan optimal.

Kekerasan seksual adalah tindakan yang mengarah pada seksualitas dan dipaksakan oleh siapa saja, terlepas dari hubungannya dengan korban, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Ada berbagai bentuk kekerasan seksual, yaitu:
1.    Pelecehan seksual verbal, yakni pelecehan yang dilakukan melalui sebuah ucapan atau komentar seperti menyindir, melempar candaan, menggoda, atau pertanyaan yang bersifat seksualitas sehingga membuat korban merasa tidak nyaman.
2.  Pelecehan seksual non verbal, yakni pelecehan yang dilakukan dengan memperlihatkan sebuah isyarat yang membuat ketidaknyamanan pada korban, contohnya seperti menatap penuh nafsu pada suatu bagian tubuh korban ataupun menunjukan alat kelamin.

3.   Pelecehan seksual secara fisik, yakni pelecehan yang dilakukan dengan melakukan kontak fisik, misalnya seperti memeluk, mencium, meraba-raba tubuh korban tanpa izin hingga melakukan pemerkosaan.

Baik perempuan maupun laki-laki bisa mengalami kekerasan seksual. Pada tahun 2021, PPA Symphony mencatatkan 5.376 korban kekerasan seksual terhadap laki-laki dan 21.753 perempuan (Symphony-PPA, 2021). Artinya, perempuan lebih rentan dan lebih berisiko menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu, kekerasan terhadap perempuan seringkali terjadi di tempat-tempat yang diketahui oleh korban, seperti di rumah mereka sendiri, tempat mereka bekerja atau belajar. Selain fakta bahwa kekerasan terhadap perempuan seperti pelecehan dan kekerasan seksual juga terjadi di tempat umum seperti angkutan umum, jalan umum, tempat kerja dan sekolah. 

Menurut situs Databoks, Komnas Perempuan menemukan bahwa insiden kekerasan berbasis gender (GBV) terhadap perempuan meningkat sekitar 50 persen dari laporan 226.062 kasus pada 2020, sedangkan 338.496 kasus tercatat pada 2021. Komnas Perempuan mencatat 4.500 pengaduan kekerasan seksual antara Januari hingga Oktober 2021. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan sehingga perlu dilakukan penertiban untuk mengurangi kekerasan seksual.
KEKERASAN SEKSUAL DAN PAKAIAN

Beberapa kekerasan seksual seringkali ditimpakan pada korban kekerasan seksual itu sendiri. Biasanya sifat pakaian yang terbuka disalahkan karena membangkitkan nafsu lawan jenis. Itu namanya menyalahkan korban. Victim blaming adalah tindakan dimana seseorang cenderung menyalahkan dan menganggap bahwa tindakan pelaku adalah karena perilaku korban (Ihsani, 2021). Misalnya, ketika seorang perempuan mengalami kekerasan seksual, sebagian orang masih beranggapan bahwa korban sendiri yang menyebabkan kejadian tersebut, misalnya dengan tidak mengenakan pakaian penutup atau pakaian yang menggoda lawan jenis. Selain itu, tuduhan terkait korban seperti rasa bersalah, malu, tidak aman, dan trauma memengaruhi korban, yang dapat merusak kesehatan mentalnya dalam jangka panjang.

Rika Rosvianti melakukan survei tentang gaya berpakaian perempuan saat mengalami kekerasan seksual, diikuti 32.341 responden yang mengalami kekerasan seksual. Mereka menyimpulkan bahwa pakaian itu bukanlah alasan penyerangan seksual. Mayoritas korban kekerasan seksual di tempat umum tidak menggunakan pakaian terbuka, melainkan memakai baju lengan panjang (16%), jilbab (17%) dan celana panjang atau rok panjang (18%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekerasan seksual dengan pakaian korban. Berdasarkan hal tersebut, apakah pakaian menjadi acuan bagi seorang perempuan untuk mengalami kekerasan seksual? Jelas bukan pakaian korban yang harus disalahkan, melainkan pikiran dan perilaku pelaku.

BUKAN SALAH KORBAN

Kasus tersebut menyangkut seorang guru pesantren yang memperkosa dua belas muridnya dan akibatnya melahirkan sembilan anak dari tujuh santri. Dalam hal ini, peran guru seharusnya mendidik siswanya dan memberikan contoh yang baik bagi mereka dan tidak melakukan perilaku yang tidak pantas seperti kekerasan seksual. Ada juga informasi dari PPA Symphony 2021 yaitu jumlah kejadian kekerasan terhadap perempuan berdasarkan lokasi. Rumah tangga adalah yang pertama (57,7%), diikuti oleh tempat lain (25,1%), ketiga oleh ruang publik (11,6%) dan keempat oleh sekolah (3,9%), kelima tempat kerja (1,5%) dan perguruan tinggi keenam (0,1%). . (Simfoni-PPA, 2021). Jika melihat data, tidak peduli di mana, seperti tempat umum, tempat kerja, dan lembaga pendidikan, yang masih salah adalah pikiran dan perilaku para pelakunya, sehingga seolah-olah tidak ada tempat yang benar-benar aman untuk wanita.

LALU, APA YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEKERASAN SEKSUAL?

Menurut Hosking, faktor penyebab kekerasan seksual terhadap korban secara umum dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor individu yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk menggunakan kekerasan, misalnya dari segi psikologis motif utama kekerasan adalah ketidakmampuan. menahan nafsu, bahkan ekspresi emosi. Kedua, faktor sosiokultural yang berkaitan dengan kondisi lingkungan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan.

Selama beberapa dekade, perempuan telah memperjuangkan hak-hak mereka atas keadilan sosial, kesetaraan gender, dan perlindungan dari kekerasan. Untuk itu, solusi dalam mencegah dan mengatasi dari adanya kekerasan seksual bisa dengan melalui dua metode, yaitu metode kuratif dan metode preventif. 

 

1. Metode kuratif merupakan metode yang dilakukan dengan upaya menangani dan mengatasi suatu masalah yang sedang dialami oleh individu.  Salah satu caranya adalah dengan memberikan konseling oleh tenaga profesional untuk membantu memulihkan psikologis korban dari kondisi traumatis akibat kekerasan seksual. 

 

2.  Metode preventif merupakan metode yang dilakukan dengan upaya memberi penyuluhan sehingga mencegah permasalahan pada suatu individu.

 UPAYA PENCEGAHAN 

a. Memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai kekerasan seksual. Hal tersebut berupaya untuk dapat melakukan pencegahan secara mandiri agar individu sadar dan tetap waspada pada saat mengalami kekerasan seksual (Effendi, 2021).

 

b. Memberikan pendidikan seksual sejak dini. Adanya pendidikan seksual sejak dini berupaya untuk memberikan pemahaman dan penyadaran mengenai bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh dan mana yang boleh disentuh. Selain itu, pendidikan seksual juga mengajarkan cara melindungi diri jika terjadinya kekerasan seksual pun mengajarkan anak untuk menghargai diri dan orang lain. Jika seorang anak tumbuh dewasa membawa bekal ilmu mengenai batas-batasan mana yang benar dan mana yang salah, diharapkan akan menjadi individu yang baik dan terhindar dari perilaku menyimpang seperti kekerasan seksual. Dengan hal ini, penting memberikan pengetahuan tentang pendidikan seksual yang berdasar pada norma agamanya masing-masing dan moral Susila agar anak dapat melindungi diri dari kekerasan seksual.
Menurut WHO (2017) cara untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, melalui :

1. Pendekatan individu, yaitu:
Memberikan dukungan psikologis kepada korban kekerasan seksual;
-Menyusun program bagi pelaku kekerasan seksual yang meminta pertanggungjawaban pelaku atas perbuatannya, seperti  menjatuhkan hukuman yang pantas bagi pelaku kekerasan seksual;
- Berikan pelatihan tentang pencegahan kekerasan seksual, misalnya memberikan pendidikan kesehatan reproduksi;
- sosialisasi tentang penyakit menular seksual; dan
- Pelatihan bela diri melawan kekerasan seksual.
2. Pendekatan perkembangan
Pendekatan perkembangan adalah mencegah kekerasan seksual dengan mengajarkan anak sejak dini, seperti:
- Pendidikan Seks;
- Mendidik anak-anak tentang pelecehan seksual dan risiko kekerasan seksual;
- Mengajari anak cara menghindari kekerasan seksual;
- Ajari anak batas-batas bagian tubuh pribadi; dan
- Mengajarkan batasan aktivitas seksual selama perkembangan masa kanak-kanak.
3. Pencegahan Sosial Komunitas seperti :
- Mengadakan kampanye anti kekerasan seksual;
- Memberikan pendidikan seksual di lingkungan sosial
- Mensosialisasikan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan sosial.
4. Pendekatan petugas kesehatan, yaitu:
- Petugas kesehatan memberikan rekam medis yang menjadi bukti medis korban kekerasan seksual;
- Petugas kesehatan memberikan pendidikan kesehatan tentang kekerasan seksual terkait dengan deteksi dini kekerasan seksual;
- Petugas kesehatan melindungi dan mencegah HIV; dan
- Tenaga kesehatan memberikan pengobatan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.
5. Pendekatan hukum dan kebijakan kekerasan seksual, yaitu:
- Menyediakan tempat untuk melaporkan dan menangani kekerasan seksual;
- Memberikan ketentuan hukum dan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual untuk melindungi korban kekerasan seksual;
- Kesepakatan internasional tentang standar hukum melawan kekerasan seksual telah dibuat. dan
- Menyelenggarakan kampanye melawan kekerasan seksual.
Adapun secara umum agar terhindar dari tindakan pelecehan seksual, berikut ini yang dapat dilakukan untuk menghindari kekerasan atau pelecehan seksual :

1. Bersikap Percaya Diri
2. Bersikap Tegas
3. Jangan Memberikan Kepercayaan Penuh
4. Membekali Diri dengan Pendidikan Seksual
5. Mempelajari Ilmu Bela Diri
6. Membawa Alat Perlindungan Diri
7. Waspada terhadap Lingkungan Sekitar
8. Hindari Bepergian dengan Orang yang Baru Dikenal
9. Hindari Obrolan Berbau Porno
10. Menghubungi Pihak Berwajib.

1. Bersikap percaya diri

Bersikap percaya diri dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan kepada berbagai sumber bahwa pelaku pelecehan seksual mengincar korban yang tampak lemah dan kurang percaya diri. Oleh karena itu, usahakan untuk selalu menampilkan sikap percaya diri untuk meminimalisir pelecehan seksual. Berani untuk tidak setuju ketika seseorang melakukan sesuatu yang tidak nyaman.
2. Bersikap tegas
Kekerasan dan pelecehan seksual sering terjadi di tempat umum, sehingga kita perlu lebih waspada. Jika hal tersebut terjadi pada diri kita atau orang lain saat menggunakan angkutan umum yang sangat sensitif, segera tegur pelaku agar merasa dipermalukan dan pelaku tidak berani melakukannya lagi.
3. Jangan memberikan kepercayaan penuh
Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan. Namun, bukan berarti Anda bisa mempercayai mereka sepenuhnya, terutama orang yang Anda temui. Untuk menghindari pelecehan seksual, ada baiknya kita menjaga jarak dengan mereka yang bukan anggota keluarga atau kerabat dekat.
4. Membekali diri dengan pendidikan seksual
Hal pertama yang harus Anda ketahui dan lakukan adalah mempersenjatai diri dengan pendidikan seks. Minimal, mereka harus mengetahui bagian tubuh pribadi dan aktivitas seksual apa pun yang harus konsensual dan perilaku yang dapat dikualifikasikan sebagai pelecehan seksual. Pelatihan pendidikan seks bertujuan agar korban terhindar dari pelaku kekerasan dan pelecehan seksual.
5. Mempelajari ilmu bela diri
Salah satu tips untuk melindungi diri dari pelecehan seksual adalah mempelajari teknik bela diri. Tentu saja, menguasai teknik dasar bela diri bukan hanya sekedar pamer sebagai seorang master. Seni bela diri dianggap penting dalam mencegah pelecehan seksual. Dengan mempelajari dasar-dasar seni bela diri, Anda dapat melindungi diri sendiri dan orang lain.
6. Membawa alat perlindungan diri untuk keadaan darurat
Alat seperti pecahan kaca, cabai, dan senjata bius dapat digunakan sebagai pertahanan diri darurat jika terjadi kesalahan. Itulah mengapa penting untuk selalu memiliki salah satu dari barang-barang ini. Hal ini dilakukan agar korban dapat melumpuhkan pelaku yang hendak melakukan pelecehan seksual.
7. Waspada terhadap lingkungan sekitar
Hindari tempat dan kondisi lingkungan yang sepi untuk meminimalisir kejahatan seksual. Karena banyak pelaku kejahatan seksual yang melakukan kejahatannya di tempat-tempat sepi. Namun, kewaspadaan di tempat ramai juga tidak boleh dianggap remeh. Alangkah baiknya jika perjalanan melalui tempat-tempat gurun tidak dilakukan sendirian. Ajak teman atau kerabat yang bisa melindungi Anda jika terjadi kesalahan.
8. Hindari berpergian dengan orang yang baru dikenal
Meski begitu, Anda juga bisa menghindari bepergian dengan orang yang baru dikenal, apalagi jika orang baru tersebut hanya dikenal melalui media sosial. Hindari ini untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan. Jangan bepergian sendiri ke tempat yang jauh, tapi ajaklah keluarga, kerabat, teman atau orang yang Anda percayai untuk ikut bersama Anda.
9. Hindari obrolan berbau Porno
Percakapan pornografi dapat membuat orang lain percaya bahwa Anda terbiasa dengan hal-hal seksual. Oleh karena itu, hindari percakapan yang terlalu berbau pornografi, terutama dengan orang yang baru Anda kenal. Dikhawatirkan lawan bicara sengaja memprovokasi percakapan panjang untuk akhirnya melibatkan korban, sehingga secara tidak sadar berbicara tentang topik pornografi. Ketika ini terjadi, perbedaan untuk melakukan pelecehan seksual terbuka lebar.
10. Menghubungi pihak berwajib
Jika Anda mengalami atau mendengar dugaan kekerasan dan pelecehan seksual, segera hubungi pihak berwajib. Dengan memberi tahu pihak berwenang, Anda dapat melindungi diri sendiri dan orang lain dari kekerasan atau pelecehan. Selain itu, hal ini juga dilakukan sedemikian rupa sehingga pelaku dihukum dan hukuman yang sama seperti yang dia lakukan terhadap korban.
Adapun salah satu yang memiliki peranan penting dalam upaya penanganan dan pencegahan terhadap kekerasan seksual yang dialami anak adalah orang tua. Ada 4 (empat) langkah yang dapat diterapkan orang tua sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak, yakni sebagai berikut :

- Menjalin Komunikasi dan Kehangatan dengan Anak;

- Memberikan Edukasi Seks pada Anak;

- Melakukan Deteksi Dini; dan

- Mengajarkan Anak untuk Membuat Batasan
Menjalin Komunikasi dan Kehangatan dengan Anak

Komunikasi dapat menjadi upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. Dengan komunikasi, orang tua akan memberikan informasi kepada anak terkait edukasi seksual. Sebaliknya, komunikasi juga dapat memberikan gambaran kepada orang tua mengenai dengan siapa anaknya berinteraksi dan apa saja yang dialami olehnya.
Komunikasi yang diterapkan dengan anak, yaitu dengan menciptakan komunikasi dua arah. Salah satu bentuk komunikasi dua arah yang dapat dilakukan dengan anak adalah diskusi. Topik yang didiskusikan beragam, tetapi dalam konteks kekerasan seksual, orang tua bisa menanyakan seperti Apa yang dirasakan oleh anak ketika ada orang lain menyentuhnya tanpa izin. Apabila anak memberikan pendapatnya mengenai topik tersebut, orang tua dapat melanjutkan diskusi dengan edukasi mengenai seks. Akan tetapi, dalam menjalin komunikasi dengan anak diperlukan adanya kedekatan. Hal ini dapat dilakukan orang tua yang salah satunya caranya yaitu dengan cara menjemput anak ke sekolah dan memintanya untuk menceritakan apa saja yang dialaminya.
Memberikan Edukasi Seks pada Anak

Meskipun edukasi seks masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat, hal ini dapat menjadi langkah utama dalam mencegah kekerasan seksual pada anak. Edukasi seks ini dapat memberikan pengertian bagi anak bahwa tubuhnya merupakan ranah privat yang tidak bisa disentuh oleh orang lain tanpa persetujuannya dan mereka berhak merasa tidak nyaman apabila ada orang lain yang menyentuh tubuhnya. Cara-cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk memberikan edukasi seks pada anak menurut Neherta (2017) adalah sebagai berikut:

1. Usia 18 bulan
Ajarkan anak mengenai nama-nama bagian tubuh dengan tepat.

2. Usia 3-5 tahun
Ajarkan anak mengenai bagian-bagian tubuh privasi serta cara berkata tidak untuk tindakan seksual.

3. Usia 5-8 tahun
Ajarkan perbedaan antara sentuhan baik dan sentuhan buruk agar anak dapat menjaga diri ketika berada di luar rumah.

4. Usia 8-12 tahun
Diskusikan mengenai keamanan diri dan aturan perilaku seksual yang diterima oleh keluarga.

Melakukan Deteksi Dini

Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual tidak selalu memiliki tanda yang jelas. Beberapa anak mungkin akan berusaha menutupi apa yang dialaminya dengan tidak menceritakan kekerasan tersebut kepada orang tua. Namun, orang tua perlu mewaspadai hal-hal yang mencurigakan tampak pada anak dan terlihat terus-menerus dalam jangka waktu panjang, yaitu:
Anak mengalami perubahan sikap yang drastis atau mendadak. Hal ini bisa dilihat apabila anak yang semula ceria dan ramah tiba-tiba menjadi murung dan menghindari orang lain;

- Anak mengeluhkan rasa sakit pada bagian tubuhnya, terutama pada bagian alat kelaminnya;

- Anak mengompol, padahal sebelumnya tidak pernah mengompol lagi;

- Anak mengalami penurunan dalam prestasi belajar; dan

- Anak meminta agar tidak ditinggalkan sendiri
Apabila orang tua mendapati tanda-tanda tersebut pada anak, maka jangan ragu untuk langsung membawa anak menuju dokter anak atau psikolog anak untuk memeriksakan kondisi fisik dan psikologisnya.

Mengajarkan Anak untuk Membuat Batasan

Batasan atau boundaries perlu dibicarakan dengan anak. Dalam konteks ini, anak perlu diajarkan untuk mengatakan tidak atau menolak secara tegas apabila ada orang lain yang ingin menyentuh tubuhnya dan anak juga perlu diajari untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun