Dari Bromo hingga Semeru Lama tidak menulis bukan berarti saya lupa bahwa saya masih punya rumah maya di sini. Sibuk dengan berbagai perkerjaan, yuk luangkan waktu sejenak untuk berwisata dan Bromo dapat menjadi salah satu alternatif menarik. Sudah sering ke Bromo dan ingin sesuatu yang berbeda? Nah...ulasan kali ini siapa tau bisa membuat anda sampai ke puncak Gunung Semeru. Eit...tenang saja...bagi anda yang tidak punya banyak waktu liburan, Ranu Kumbolo di lereng Semeru juga dapat menyegarkan mata loh. Lima Negara dalam Satu Perjalanan Berawal dari liburan serempak di Singapore, beberapa rekan kompasiana Felix yang bekerja disana dari berbagai profesi dan negara pun memutuskan tuk menjelajah Bromo hingga Semeru. Dan perjalanan menuju kesana pun kita mulai. Kali ini kita menggunakan guide Pak Keno, rekan dari kompasiana Felix dan juga Om Kusmanto. Persiapan pun dilakukan termasuk bekal air minum dan makanan. Karena beberapa ada yang sensitif mudah diare maka diputuskan menambah satu porter khusus membawa air botol kemasan. Kali ini higenitasnya dinaikkan walau tuk yang lokal tetap memakai air lokal yang dimasak sampai mendidih. Sementara keenam rekan saya  berasal dari lima negara yaitu Filipina, Jepang, Korea, German, dan Amerika (2 orang). Perjalanan terasa seru walau harus beberapa kali menyesuaikan irama jalan dengan langkah bule. Kebetulan mereka memang hobi naik gunung dan jalan-jalan.  Kalau mereka jalan karena memang ingin melihat Semeru maka berbeda dengan saya yang jalan karena memang ingin mengabadikan momen dan mengambil banyak foto terutama di Ranu Kumbolo. Bagi saya kembali ke Ranu Kumbolo dengan perlengkapan kamera tempur yang lebih adalah anugerah. Dua Rute Pendakian Setelah melewati Bromo dan masuk ke desa Ranu Pane kita mengambil jalur pendakian melalui Ayak-Ayak. Tuk pemula yang tidak didampingi porter, tidak terlalu saya sarankan tuk mengambil jalur ini di awal. Walaupun hanya seperti rangkaian garis lurus tapi ada beberapa belokan yang harus didampingi porter. Harga porter sendiri bervariasi antara 150 ribu untuk seharinya dan bisa lebih jika bawaan yang dibawa memang lebih. Jalur ini lebih menantang karena penuh dengan tanjakan dan turunan ekstrem. Terkadang, jalur ini dipakai jika ingin menghemat waktu tempuh yang hanya total tiga jam sudah sampai di Ranu Kumbolo. Namun terkadang terasa "tidak sampai-sampai" kala melewati jalur ini karena beratnya tanjakan. Ini yang pernah saya rasakan ketika pertama kalinya dulu melewati jalur Ayak-Ayak.  Berbeda jika melewati rute asli yang dibuat oleh TNBTS Ranu Kumbolo. Rute asli ini tergolong mudah dan biasanya memang dikombinasi dimana perginya melewatu rute Ayak-Ayak dan pulang melalui rute asli atau sebaliknya. Saya sarankan tuk mengkombinasi supaya bisa melihat keseluruhan jalan menuju Ranu Kumbolo dengan puas. Ranu Kumbolo Surganya Danau Ketika sampai di Ranu Kumbolo, kita harus mematuhi aturan yang ada antara lain dilarang berenang di danau karena beberapa kasus mati tenggelam banyak terjadi bagi yang melanggar dan nekad berenang.  Beberapa analisis muncul di kepala saya, boleh jadi karena kadar keasaman danau yang berbeda atau mungkin karena dasarnya tertutup sehingga tidak pernah diketahui kedalaman pastinya di danau. Namun yang unik dari Ranu Kumbolo adalah pohon yang tumbang dan seringkali dijadikan spot foto wajib di Ranu Kumbolo. Konon kata para porter, pohon itu sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, sejak para porter ini kecil dan kata kakek mereka pun sejak dulu pohon tumbang itu sudah ada. Artinya, betapa awetnya kayu dari pohon tersebut yang tidak hancur dimakan waktu padahal terendam air danau Ranu Kumbolo puluhan tahun lalu. Bagi saya, Ranu Kumbolo merupakan surganya danau. Perjalanan pulang pergi selama lebih kuang 8 jam (bisa kurang jika berjalan cepat dan tidak banyak berhenti mengambil foto) rasanya terbayar ketika melihat Ranu Kumbolo. Lebih mantap lagi ketika kita bisa bermalam dan keesokan paginya menangkap mentari muncul dari bukitnya. Luar biasa. Bagaimana kesan dari pada bule? Brian dari Amerika menuturkan jika dia ingin sekali membuat rumah di padang rumput raksasa "Oro-Oro Amba" dan kami tertawa membayangkan dia membutuhkan puluhan orang untuk mengangkut bahan bangunannya. "I really wanna back here someday" penutup Brian sembari kita melewati sekaligus menyampaikan perpisahan pada Ranu Kumbolo. Ranu Kumbolo tidak pernah membuat saya bosan. Dan untuk ukuran pejalan kaki yang tidak terlalu rajin, saya lebih suka menghabiskan waktu bercengkarama dan mengambil foto di Ranu Kumbolo daripada harus naik terus.Hehe... Salam Ranu Kumbolo dr.Hafiidhaturrahmah [caption id="attachment_294642" align="alignnone" width="800" caption="Pendakian dimulai"].[/caption] [caption id="attachment_294643" align="alignnone" width="530" caption="Semangat...terus berjalan "]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H