Mohon tunggu...
Navira Restu Ananda Tyana
Navira Restu Ananda Tyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Semester 1 Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Sultan Agung Semarang (Dr. Ira Alia Maerani, M. H. (Dosen FTI Pancasila, Universitas Sultan Agung Semarang))

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keadilan untuk Rakyat Kecil

20 Desember 2021   14:20 Diperbarui: 2 Januari 2022   18:05 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah menjadi rahasia umum jika membicarakan 'Hukum tumpul keatas dan menajam ke bawah' di Indonesia. Namun apakah hal tersebut akan terus terjadi ? Apakah hanya menjadi pembahasan yang lumrah untuk keseharian ? Dan apakah kata 'adil' hanya akan menjadi konotasi belaka bagi rakyat kecil ?

Indonesia adalah negara hukum sesuai pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Negara yang menegakan supremasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan memiliki berbagai aspek peraturan yang bersifat memaksa dan mengikat. Hal ini juga terkandung dalam nilai Pancasila ke 5 yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Negara hukum sendiri berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga negara. Prinsip keadilan ini bukan hanya ditemukan di undang undang dasar saja, hal itu juga diterangkan di ayat Al-Quran.

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri atau terhadap kedua orangtua dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) orang yang kaya ataupun miskin, maka Allah lah yang lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (fakta) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap segala sesuatu yang kamu kerjakan." (Q.S An-Nisa: 135).

Seperti kasus Empat pejabat Bea dan Cukai dihukum masing-masing 2 tahun penjara karena kasus korupsi impor tekstil senilai Rp 1,6 triliun. Adapun pihak swasta yang menyuap mereka divonis 3 tahun penjara. Dan Buruh tani miskin di Probolinggo, kakek Busrin berusia 58 tahun harus di penjara selama 2 tahun karena menebang 3 pohon mangrove untuk persediaan kayu bakar dapur.

2 kasus tersebut apakah bisa dikatakan dengan adil ? Dimana letak keadilannya ? Apakah hukum setiap daerah, setiap jabatan maupun setiap tingkatan berbeda ? Apakah keadilan hanya bagi mereka yang berkuasa yang mempunyai banyak uang dan bergelar saja ?

Sudah jelas, bahwa keadilan harusnya terbagi merata untuk semua orang. Bukan hanya bagi orang orang yang berkuasa, bukan hanya bagi orang orang yang memiliki harta, bukan hanya untuk pegawai pemerintahan ataupun instansi swasta, rakyat kecilpun juga membutuhkan keadilan.

Perbandingan tuntutan hukum rakyat yang tidak memiliki pangkat, gelar atau bekerja disuatu intansi pemerintahan mereka hanya karena mencuri pakaian, mencuri pohon pisang maupun hal remeh temeh lainnya mungkin bisa dikatakan hal sepele atau barang murah bisa terjerat pasal hukum berlapis lapis dan masa tahanan yang lama. Memang mencuri tidak dibenarkan dalam norma hukum maupun agama.

Jika dibandingkan para koruptor yang jelas jelas merugikan rakyat dan negara, rata rata mereka memiliki tuntutan 3 tahun di penjara. Para koruptor tersebut bukan lagi mencuri sandal, pakaian maupun barang murah lainnya. Mereka mencuri harapan rakyat miskin diluar sana untuk kesejahteraan hidup, mereka mencuri kepercayaan rakyat kepada negara dan mereka secara tidak langsung membunuh rakyat secara perlahan lahan karena ketidakmampuan rakyat untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin melonjak naik, bukan hal itu saja para koruptor juga mencuri hasil pajak, mencuri usaha negara untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa publik, menebang habis hasil investasi negara dan parahnya meningkatkan angka kemiskinan negara.

Hal itulah menjadi tugas kita semua agar 'hukum tumpul keatas, tajam kebawah' tidak marak di Indonesia. Agar rakyat kecil di Indonesia bisa merasakan keadilan, bahwasanya benar hukum di Indonesia tidak memandang status, gender dan jabatan. Nah bagaimana solusinya ?

Ditegakannya kembali HAM tentang perlakuan yang sama didepan hukum dapat terpenuhi. Kedua, menaati dan ditegaskannya Pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi,

'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum'

Ketiga, etika dan moralitas harus ditanamkan sejak di bangku pendidikan, khususnya pembentukan pola pikir, sikap dan kebiasaan hidup jujur. .Yang perlu adalah pembiasaan yang terus-menerus untuk bersikap dan hidup jujur

Dan terakhir, memaksimalkan kembali fungsi aparat penegak hukum dan memperberat hukuman bagi koruptor dan penerima suap serta mencopot semua aparat Negara yang terbukti melakukan korupsi dan menerima suap

Jika semua hal tesebut dapat terlaksana dengan baik, tidak ada lagi 'hukum tiumpul ke atas dan tajam ke bawah' dan tidak ada kasus rakyat kecil yang telindas keadilannya. (Dr. Ira Alia Maerani, M. H. (Dosen FTI Pancasila, Universitas Sultan Agung Semarang), dan Navira Restu Ananda Tyana (Mahasiswa Teknik Informatika, FTI, Universitas Sultan Agung Semarang)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun