Mohon tunggu...
Asep Soheh Irpan
Asep Soheh Irpan Mohon Tunggu... Freelancer - I am a sea navigator

Seorang pelaut, mantan santri dan mantan anak kecil yang cita-citanya menjadi astronot. Memiliki dua hal yang utama; 1. Tanggal lahir yang palsu 2. Memiliki minat terhadap astronomi dan filsafat. Bekerja sebagai Navigating Officer di kapal-kapal Ocean Going

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Usangnya Fiqih Islam dalam penentuan waktu solat dan puasa

3 Januari 2019   06:15 Diperbarui: 3 Januari 2019   08:10 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allah memahami bahwa sesungguhnya titik timur dan titik barat yang ada di dalam jargon Astronomi itu telah ada. Akan tetapi jika hal itu disampaikan kepada bangsa arab saat itu, mereka akan tercengan sama halnya jika dikatakan bahwa bumi itu bulat.

Para ulama memahami masyrik dan maghrib sebagi timur dan barat. Ini isyarat bahwa pemahaman timur dan barat akan ada dalam kebudayaan ilmiah manusia. Allah telah mengetahuinya sejak awal. Dengan menyebut masyrik dan maghrib, telah cukup bagi Allah menyampaikan timur dan barat. Saya katakan kepada anda: sebenarnya yang Allah maksud adalah timur dan barat, bukan masyrik dan maghrib. Akan tetapi konsep timur dan barat belum ada dalam kebudayaan ilmiah bangsa arab saat itu.

Jadi terdapat inversi pemahaman. Timur dan barat yang dimaksud oleh ulama adalah masyrik dan maghrib, padahal sebenarnya dengan masyrik dan maghrib lah Allah mengisyaratkan timur dan barat.
Di dalam Astronomi istilah TIMUR dan BARAT digunakan untuk menamai sebuah titik maya yang merupakan dua titik potong antara lingkaran cakrawala dengan lingkaran ekuator pada bola angkasa. Matahari akan tenggelam dan terbit pada titik ini hanya jika matahari tepat berada pada lingkaran ekuator angkasa atau dengan kata lain memiliki deklinasi ( zawal ) sebesar nol derajat yaitu pada tanggal 21 maret dan 22 september untuk tiap tahunnya. Dalam keadaan ini lamanya siang dan malam di khatulistiwa adalah saman ( Equinox ). Meskipun demikian untuk daerah sekitar khatulistiwa ( antara 23-30' U -- 23-30' S ) hampir dapat di klaim bahwa panjang malam dan siang hampir sama.

SOLUSI TAFSIR ISLAM DALAM KONSEP FIQIH WAKTU

Ketika masuk ke dalam praktik ritual mahdhoh solat lima waktu dan puasa, maka masalah pemahaman mengenai timur dan barat sangatlah penting. Kedua ayat penting di atas yaitu Al-Baqarah : 187 tentang waktu fajar dan Al-Israa tentang waktu solat perlu dipahami secara kontekstual. Patokan waktu solat dan berpuasa bukanlah matahari menengah untuk setiap tempat melainkan matahari menegah yang tenggelam di titik timur dan titik barat astronomis bukan timur dan barat masyrik dan maghrib setiap tempat karena masyrik dan magrib di suatu tempat tertentu bisa merupakan titik Utara atau Titik selatan.

Perlu dipahami bahwa lafadz masyrik dan maghrib di dalam al-qur'an adalah bermakna titik timur dan titik barat. Menilik mukhatab pada saat itu adalah bangsa mekkah yang letaknya nota bene masih berada pada daerah khatulistiwa ( lintang 21 dejat 28 menit 3 detik ) maka Allah pun memberikan standard waktu solat dan puasa nya dengan matahari karena memang matahari di daerah arab akan terbit dan tenggelam hampir pada titik timur dan titik barat setempat. Daerah lainnya di permukaan bumi harus mengikuti standard waktu yang demikian.

KESIMPULAN

Dari semua keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa perlunya standard waktu secara universal dalam penentuan waktu solat dan waktu berpuasa di permukaan bumi. Yang paling mungkin adalah dengan menggunakan Local Mean Time sebagai patokan.

Misalnya dua buah tempat di permukaan bumi memiliki posisi lintang yang berbeda tetapi memiliki bujur yang sama. Tempat A berada di khatulistiwa dan tempat B berada di lintang 60 derajat. Apabila patokan matahari yang digunakan maka pasti terdapat selisih waktu terbit dan terbenam antara kedua tempat tersebut.

Akibatnya ada tempat yang siangnya lebih lama dan ada yang lebih lambat. Apabila ini yang digunakan dalam penentuan waktu solat atau puasa maka terdapat ketidak adilan dalam syari'at. Bahkan bisa saja tidak terdapat solat tertentu samasekali atau puasa samasekali jika matahari sebagai patokan.

Oleh sebab itu penggunaan Local Mean Time sangat baik. Dalam contoh di atas waktu solat dan puasa di tempat B tetap mengikuti waktu solat dan puasa di tempat A. dengan demikian akan ada keseragaman waktu solat di semua tempat dengan bujur sama sehingga terdapat keadilan dalam syari'at. Itulah yang dimaksud dengan ayat di atas, yakni : "DIRIKAN SOLAT SESUAI WAKTU TERGELINCIR MATAHARI MENENGAH DI DAERAH KHATULISTIWA DAN TENGGELAMNYA MATAHARI MENENGAH DI TITIK BARAT DAN TERBITNYA MATAHARI MENENGAH DI TITIK TIMUR"....DAN...." MAKAN DAN MINUM SAMPAI TERLIHAT FAJAR DI DAERAH KHATULISTIWA ".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun