Sokrates menjadikan manusia sebagai landasan penelitiannya sebagai bentuk kemajuan dibandingkan dengan teori pra-sokratik.
Tahun 2024 memiliki inti dari ajaran filsafat yaitu menuju euthymia dimana kesenangan menjadi tolak ukur tujuan manusia dalam kehidupan.
Pertanyaan saya, mengapa kisruh politik meningkat padahal pahlawan sudah berjuang penuh untuk meningkatkan kecerdasan bangsa yang terangkum dalam UUD 1945, apa yang perlu dibenahi?Â
Di sinilah praduga kisruhnya tahun politik, selamat menikmati tulisannya!
Perbudakan ModernÂ
Karl Marx menyatakan bahwa tuan memang ketergantungan dengan budak dan sebenarnya budak dapat sedikit leluasa untuk belajar banyak hal, partai ketergantungan rakyat atau sebaliknya?
Jangan dikira saat ini kehidupan sosial terlepas dari perangkap majikan dan asistennya, sekarang malah dikemasnya lebih rapih lagi.
Contohnya saat ini banyak yang tunduk kepada musuh di depan mata, rival antar kader menjadi ruwet
 Penulis punya prinsip seperti filsuf Gorgias yaitu kita perlu untuk memiliki seni dalam meyakinkan lingkungan maupun diri sendiri (The Art of Persuation).
Kita juga memiliki hak yang sama, jangan pernah takut terhadap musuh, atasan, lawan politik.
Selagi anda benar, jangan mau menjadi budak mereka dengan mengiyakan keburukan.
Rival yang misalnya merendahkan diri anda, cobalah untuk anda setir dan tegur, bisa juga dengan pembuktian value dengan hasil kerja yang lebih meningkat dan realistis di lingkungan masyarakat.
Point pertama ini terkecuali jika pekerjaan anda memang sebagai asisten rumah tangga yang memang tugasnya disuruh-suruh.
Anda perlu profesional, ART pun jika terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan maka sebagai manusia, berhak untuk membela dirinya.
Tradisi Sebagai Penguat atau Pelemah?
Indonesia penulis yakin sudah dewasa, jika kita selalu membandingkan dengan negara lain tentu mustahil sebab masing-masing memiliki geopolitik yang khas.Â
Sama saja seperti kajian Rorty tokoh filsafat, mengatakan bahwa saat ini pemikiran kita jangan kembali untuk politik identitas saja tapi harus naik level dengan menguatkan kebiasaan yang positif.
Saat adat istiadat menjadi kaku justru ini penghalang kesatuan dan malah menimbulkan egosentrisme, namun ketika di ruang diskusi terdapat berbagai macam budaya maka kita bahkan bisa mengkolaborasikannya menjadi pentas yang mewah.Â
Masyarakat harus mau untuk mengosongkan gelasnya saat memulai mempelajari hal baru atau membuka ruang untuk karakter-karakter yang berbeda.Â
Kuncinya adalah iman, dalam konteks ini selalu junjung kesponan di antara pemikiran modern yang kalian berikan.
Yang Kekinian Itu Kurang Etis
Pembeda orang jaman dulu dengan yang sekarang adalah kesopanannya, coba deh renungin di ranah pendidikan jika dulu guru galak-galak sedangkan sekarang anak bandel aja guru bisa di penjara.
Beban politis, lakukanlah kampanye dengan sopan dan beretika, masuk ormas juga jangan rusuh karena aji mumpung tahun politik ya.Â
Etika dan norma itu perlu dibentuk kepada siapapun, itulah karakter bangsa Indonesia, kemarin ada yang kasih saran ke saya kalau jangan terlalu banyak minta maaf.
Nah di sini saya setuju sebab kita perlu sedikit membumbui personal branding dengan kredibilitas tapi tetap dengan kata-kata yang elegan dan berbudi pekerti luhur.
Saat ini sudah bukan modern lagi eranya tapi post modern karena semakin kacau dan tak terkendali kemajuannya.
Sah-sah saja untuk beradaptasi dengan teknologi tapi yang harus ditingkatkan bukan rasa konsumtifnya saja melainkan pola pikirnya yang perlu meninggalkan sisi primitif.Â
Tak sependapat jangan menghina tapi carilah solusinya dan sportiflah, udah gede kan?***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H