Bos, bagaimana kabar di toko?
Aku khawatir semangatmu menurun
Ketika aku membuat selai kacang, aku selalu mendengarkan cerita-cerita yang dikisahkan kacang-kacang itu.
Aku membayangkan ...
Saat hujan maupun cerah yang telah kacang-kacang itu lalui. Angin apa yang bertiup di seluruh tanaman kacang polong. Mendengarkan kisah perjalanan mereka.
Ya. Dengarkanlah mereka.
Aku percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki kisah untuk diceritakan.
Bahkan sinar matahari dan angin, ku rasa kau bisa mendengar cerita mereka.
Mungkin itulah alasannya tadi malam, angin yang bertiup di pagar dari tumbuhan holi, tampak mengatakan bahwa aku harus menghubungimu.
Bos...
Kami mencoba untuk menjalani hidup tanpa mencela, tapi kadang-kadang kami dihancurkan oleh ketidaktahuan dunia. Ada kalanya kami harus menggunakan akal kami. Aku harus membicarakan itu denganmu.
Aku yakin bahwa... suatu hari nanti, kau akan membuat dorayaki... yang memenuhi impianmu sendiri. Milikilah kepercayaan diri untuk mengikuti jalanmu sendiri. Aku yakin kau bisa melakukan itu, Bos.
***
Surat bernada mengharukan di atas ditulis oleh perempuan berusia senja bernama Tokue. Tokue adalah pengidap kusta atau di Jepang disebut dengan penyakit hansen. Surat di atas ditujukan kepada bosnya bernama Sentaro. Kisah bermula saat Tokue mendatangi toko dorayaki yang dikelola oleh Sentaro untuk melamar pekerja paruh waktu yang dipasang Sentaro di depan tokonya.
Mulanya Sentaro tidak menerima Tokue karena alasan usia dan tangan kanan Tokue yang sebagian telah digerogoti penyakit yang diidapnya. Sentaro memberikan Tokue sepotong dorayaki yang dibuatnya. Keesokan hari, Tokue mendatangi Sentaro kembali dan menyerahkan setoples kecil kacang merah buatannya.
Sentaro mencicipi selai kacang merah buatan Tokue, dan diakuinya rasanya sangat lezat. Sentaro jatuh cinta pada selai kacang merah Tokue. Esok harinya, Tokue mendatangi toko, dan disambut oleh Sentaro yang langsung menerimanya bekerja di tokonya. Sentaro mengakui bahwa selai kacang merah yang dioleskan pada dorayakinya adalah pesanan, bukan buatan sendiri. Sontak, Tokue kaget dan mengatakan, “selai kacang merah adalah jiwa dari dorayaki”.
Matahari belum nampak, namun Sentaro sudah membuka toko dan Tokue menunggunya di depan toko. Ya, hari itu Tokue meminta Sentaro untuk membuat sendiri selai kacang merah. Sentaro memperhatikan Tokue yang membuat selai kacang merah. Beberapa kali Sentaro memperhatikan Tokue ‘berbicara’ dengan kacang merah tersebut, ia terkesan. Proses pembuatan yang memakan waktu lama, tak terasa sudah jam 11:00 yang artinya toko harus dibuka.
Siswi-siswi sekolah langganan dorayaki Sentaro lah yang pertama mencicipi dorayaki dengan selai kacang buatan Tokue dini hari tadi. Mereka semua memuji dorayaki Sentaro, bahkan pembeli lainnya juga. Pujian-pujian tersebut disampaikan Sentaro kepada Tokue. Lebih menggembirakan lagi, esok harinya banyak pembeli yang sudah mengantri depan toko padahal belum jam 11:00.
Suatu hari, Sentaro ‘curhat’ ke Tokue bahwa dirinya sebenarnya adalah karyawan pub yang tak sengaja melakukan kesalahan. Kala itu Sentaro hendak melerai sebuah pertikaian di pub, sialnya ia malah menyebabkan salah seorang pengunjung yang bertikai mengalami cacat parah. Untungnya, kesalahannya ditebus oleh pemilik toko dorayaki dengan jaminan, Sentaro harus mengabdikan diri seluruh hidupnya pada toko dorayaki tersebut. Hal inilah yang membuat Sentaro ‘lesu’ menjalani rutinitasnya. Selain itu, Sentaro tidak menyukai makanan manis.
Tokue sendiri mengidap penyakit kusta sejak dirinya seusia Wakana. Wakana adalah siswi langganan dorayaki Sentaro yang ‘broken home’. Sejak dinyatakan positif kusta, Tokue terpisah dari keluarganya dan dunia luar, menghuni sanatorium sepanjang hidupnya.
Istri pemilik toko dorayaki sangat tidak menyukai kehadiran Tokue. Ia takut reputasi tokonya akan hancur karena pelanggan mengetahui ada seorang nenek kusta yang menghidangkan dorayaki di tokonya. Ia meminta Sentaro untuk memecat Tokue.
Singkat cerita, Tokue meninggal karena radang paru-paru yang dideritanya. Sementara Sentaro keluar dari toko tersebut dan mendirikan kios kaki lima yang menjual dorayaki di taman umum.
Yang saya suka dari kisah film ini adalah akting natural Tokue yang menyayat hati. Jujur, saya menitikan air mata pada adegan surat Tokue dibacakan dan juga rekaman suara sebelum ia meninggal. Saya acungi jempol untuk director of photography (DOP) film ini. Seperti film-film Jepang yang sebelumnya saya tonton, saya jatuh cinta pada ide cerita dan hasil gambar sang DOP. Juga bunga sakura yang beberapa kali menghiasi adegan pada film ini.
Pesan moral dari film ini adalah kita jangan mengucilkan para pasien kusta terlebih orang tua yang berusia senja. Betapapun berat masalah kita, percayalah kita pasti bisa melaluinya, percaya diri saja seperti yang disarankan Tokue pada Sentaro.
Berikut ini adalah rekaman suara sebelum Tokue meninggal:
Pertama Wakana
Aku harus minta maaf. Aku sudah berjanji untuk mengurus Marvy (burung kenari milik Wakana), tapi kenyataannya aku justru melepaskannya. Saat aku mendengarkan dia (Marvy) bernyanyi, aku menyadari bahwa dia sedang berkata padaku, “Biarkan aku pergi.”
Maafkan aku.
Seperti yang kau tahu, aku tidak punya anak. Aku pernah hamil, tapi aku tidak diizinkan untuk memiliki bayi.
Ketika pertama kali aku melihatmu, Bos. Itu adalah saat jalan-jalan mingguanku, tertarik oleh aroma manis di udara. Di sanalah aku melihat wajahmu. Matamu sangat sedih. Itu adalah tatapan yang membuatku ingin bertanya padamu, kenapa kau menderita?
Karena kau pernah punya tatapan seperti itu. Seperti itulah aku dulu, ketika kupikir aku tidak akan pergi ke luar pagar. Seolah-olah aku tertarik ke tokomu. Ketika aku sadar diriku telah berdiri di sana.
Kalau saja anakku telah lahir, sekarang dia akan seumuran denganmu, Bos.
Kau tahu... bulan purnama berbisik kepadaku hari itu.
“Aku ingin kau bertemu denganku.”
“Karena itulah aku bersinar.”
Kau tahu, Bos. Kita lahir ke dunia ini... untuk melihat dan mendengarkannya. Karena itulah, kita tidak harus menjadi seseorang. Kita... Kita semua... memiliki arti dalam hidup kita.
*)Tokue dimakamkan oleh teman-temannya dengan menaman sebuah pohon sakura yang sangat disukainya. (sangat filosofis dan menginspirasi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H