Mohon tunggu...
Fitri Kusnayanti
Fitri Kusnayanti Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Ex-journalist (persma). Content writer and copywriter. Write articles with random and informative topics [K-pop and hallyu, woman empowerment, education, social and culture].

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak sebagai Korban Perceraian dan Perselingkuhan

3 September 2024   07:15 Diperbarui: 3 September 2024   07:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar keluarga, sumber: tangkapan layar drama Good Partner

Drama Korea Good Partner Sebagai Referensi

Tokoh Jae-hui dalam Drama Good Partner

Drama Good Partner sedang naik daun. Drama Korea tersebut menceritakan mengenai seorang pengacara perceraian yang bernasib malang karena diselingkuhi suaminya. Hal yang cukup menjadi perhatian bagi pecinta drama dari serial  yang dibintangi Jang Nara (Cha Eun-kyung) ini adalah nasib anak dari dua tokoh utama yang berseteru; Jae-hui.

Jae-hui menjadi korban dari perceraian kedua orang tuanya; Cha Eun-kyung dan Gim Ji-sang. Usianya baru 14 tahun tetapi dipaksa dewasa oleh keadaan. Sejak kecil Je-hui kurang mendapat perhatian ibunya karena sibuk menjadi pengacara. Oleh karena itu Jae-hui sangat dekat dengan ayahnya. Sayangnya, Sang Ayah mengecewakan Jae-hui dan ibunya dengan berselingkuh dengan sekretaris ibunya. Akhirnya Jae-hui terpaksa harus berpisah dengan ayahnya karena perceraian kedua orang tuanya.

Pecinta drakor beramai-ramai menghaturkan rasa prihatin pada tokoh Jae-hui. Banyak yang memikirkan kondisi mentalnya, apalagi Jae-hui melihat dengan mata kepalanya sendiri perselingkuhan ayahnya.

Anak Sebagai Korban Perceraian dan Perselingkuhan

Tokoh Jae-hui, sumber: tangkapan layar drakor Good Partner
Tokoh Jae-hui, sumber: tangkapan layar drakor Good Partner

Dari drama Good Partner, pecinta drakor juga memahami betapa besar beban dari anak korban perceraian. Ayah dan ibu bisa saling membenci, tetapi tidak dengan anak. Ada rasa rindu akan orang tua mereka. Kesulitan memilih harus tinggal dengan siapa juga menjadi masalah klasik bagi korban "broken home". Jae-hui merupakan korban keegoisan dari orang tuanya. Ibu yang sibuk dengan karirnya dan ayah yang lebih memilih nafsunya dengan berselingkuh.

Belajar dari drama Good Partner, ada beban besar bagi seorang anak yang orang tuanya mengalami perceraian. Kedepannya, anak-anak korban perceraian akan mendapatkan tantangan dan dampak negatif dari perceraian tersebut. Hasil dari penelitian Sarbini, dkk (2014) juga menunjukkan bahwa psikologi anak dari keluarga bercerai mengalami dampak negatif yang cukup signifikan seperti, rendah diri terhadap lingkungannya, temperamen (mudah marah), serta rasa kecewa yang berkepanjangan terhadap orang tuanya.

Spesifik untuk kasus perselingkuhan, terdapat temuan pada tahun 2021 oleh Dewanggana dimana dalam kasus "perselingkuhan ayah", tiga anak laki-laki yang menjadi sample menjadi kecanduan game, merokok, hingga minuman beralkohol. Tidak  hanya itu, mereka juga merasa takut untuk membangun rumah tangga dan tindakan bunuh diri.

Perselingkuhan juga orang tua yang bercerai akan memberikan efek psikologis pada anak, termasuk anak yang kurang mendapat perhatian, perlindungan, dan kasih sayang dari ayah dan ibunya (Sukmawati, 2021).

Perceraian dapat terjadi karena berbagai hal, mulai dari perselingkuhan orang tua, masalah ekonomi, dan kekerasan. Apapun itu, perceraian tentu membawa trauma tersendiri bagi seorang anak. Tidak sedikit anak yang tidak mendapatkan nafkah dari ayahnya setelah orang tuanya bercerai dan tinggal bersama ibunya. Anak mudah mengalami depresi dan takut menjalin hubungan ketika dewasa.

Pendampingan Terhadap Anak

Melihat cukup besarnya dampak perceraian terutama yang disebabkan oleh perselingkuhan, maka anak yang tidak jarang sebagai korban perlu mendapat pendampingan dan dukungan sosial. Baik keluarga atau teman perlu untuk sedikit memperhatikan anak korban perceraian. Bagi korban perlu tentu untuk mencoba memahami keadaan, kemudian berdamai, dan mencari pertolongan profesional jika diperlukan. Tidak mudah tentu, karena trauma hadir tanpa izin dan tanpa disadari. Dalam hal ini, pemerintah memegang peran untuk memberikan pendampingan melalui lembaga.

Referensi:

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/download/32932/26304

https://e-journal.metrouniv.ac.id/jsga/article/download/3801/2455/  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun