Sepertinya aku kembali patah hati
Karena terlalu memaksa menyimpan cinta
Untuk benda hidup yang tak ingin dicintaiÂ
Aku kira kami hampir mendekati dekat
Ternyata aku hanya orang lewat
Aku kira sayangku terkirim dengan tepat
Ternyata dia tersesat, pun salah alamatÂ
Lagi-lagi aku salah paham
Aku kira kami cukup mungkin untuk bermain peran
Ternyata, sandiwara tak pernah menang dari hakikinya kenyataan
Formalitas tak 'kan pernah meleleh menjadi fleksibilitas
Kami tetap bagai dua kutub yang saling aku, tapi tak sudi duduk berdampinganÂ
Aku tak menuntut koneksi
Aku tahu, ini arena sebelah sisi
Namun, tak kukira, adaku begitu asing
Di saat aku tengah girang, aku dapat berkisah dengan seringÂ
Ini bukan tentang kisah cinta
Namun, ini patah hati dan aku memaksa
Rasanya sama seperti ketika dipatahkan oleh cinta
Rasa kosong yang mencabik, karena menjadi kepingan tak berhawa secara tiba-tibaÂ
Dari awal aku salah
Mengira menaklukan macan yang belum pernah kukenal
Dan kini dinding kamar pun tak lagi mampu berpura-pura
Menertawai lambanku, menyadari kami, sesama sebatas pengguna jasaÂ
Aku memang patah hati
Karena kukira satu-satunya yang tersisa
Telah menguap menjadi mendung yang tak akan menghujan turun
Namun, aku pemercaya lahirnya hal baik dari matinya hal, baik tak baik, yang lain
Hatiku masih luas
Patah satu teras, tak kan mati seluruh badan
Aku mengaku, lama-lama ia kebas
Mati rasa, tuna akan kepekaan
Namun, bagaimana pun, aku masih bersisa
Tak adil jika harus berhenti karena alasan sisaÂ
Baik, mungkin harus lebih berhati-hati memberi hatiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H