Pada masa antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II tumbuh ide baru bahwa negara sudah tidak sesuai menjadi organisasi masyarakat. Atau dipahami bahwa negara sudah tidak menjadi aktor utama dalam perpolitikan dunia. Fungsionalis memberikan focus pada kepentingan bersama dan kebutuhan bersama baik secara negara maupun non-negara dalam proses integrasi global. Semangat integrasi berawal dari memudarnya kedaulatan negara dan perkembangan ilmu pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan (Rosamond 2000).
Menurut fungsionalisme, branding suatu negara bergantung pada integrasi lembaga internasional yang diikuti. Seperti Uni Eropa yang bersinergi untuk membangun berbagai kerjasama, sehingga menghasilkan prestasi melalui keberhasilan yang diakui masyarakat internasional. Terbukti dengan ketertarikan negara selain anggota Uni Eropa berlomba untuk menjalin kerjasama dengan negara anggota Uni Eropa.
Asumsi fungsionalisme berpijak pada keamanan yang dikalkulasi melalui perdamaian dan kesejahteraan, dalam praktiknya menggunakan instrument ekonomi dan kemauan politik dalam kebijakan negara, juga menitikberatkan pada politik rendah seperti isu ekonomi sosial, apalagi dengan pengaruh besar dari peran organisasi internasional. Pengaruh organisasi internasional yang besar juga menghasilkan rumusan kebijakan yang penuh dengan tanggungjawab atas penerapan agendanya (McCormick 1999).