Lima pokok dasar Al-Ushul Al-Khamsah pada teologi ajaran Mu'tazilah
Ushul al-Khamsah Mutazilah, ialah suatu konsep ajaran dasar yang ada di Mutazilah, tidak diakui sebagai pengikut aliran teologi Mutazilah jika tidak mengakui Ushul al-Khamsah (lima dasar ajaran pokok) Mutazilah.
1.At-tauhid (Keesaan Tuhan)
Imam Al Asyari dalam kitabnya: Maqolat al Islamiyyin, menyebutkan pengertian Tauhid menurut Mu'tazilah sebagai berikut : Allah itu Esa, tidak ada yang menyamai-Nya, bukan jisim (benda) bukan pribadi (syahs), bukan jauhar (substansi), bukan aradl (non essential property), tidak berlaku padanya masa. Tiada tempat baginya, tiada bisa disifati dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk yang menunjukkan ketidak azaliannya, tiada batas bagi-Nya, tiada melahirkan dan tiada dilahirkan, tidak dapat dilihat dengan mata kepala dan tidak bisa digambarkan dengan akal pikiran. Ia Maha mengetahui, Yang Berkuasa dan Yang Hidup. Hanya Ia sendiri Yang Qodim, tiada yang Qodim selain- Nya, tiada pembantu bagi-Nya dalam menciptakan.
Itu semua untuk memurnikan Ke-Esaan Allah, karena itulah juga Mu'tazilah meniadakan sifat-sifat bagi Allah. Adapun diluar Mutazilah yang mengatakan sifat Allah bagi Mu'tazilah itu adalah zat-Nya Allah SWT itu sendiri.
Mu'tazilah juga berpendapat bahwa Alquran itu adalah makhluk dan Allah disebut yang Khalik, Alquran juga adalah manifestasi dari kalam Allah maka dengan ini Alquran disebut Makhluk atau yang diciptakan, karena diciptakan maka itu bersifat baru, karena bersifat baru maka disebut makhluk.
2.Al-Adl (Keadilan)
Ajaran dasar yang kedua adalah al-Adl yang berarti Allah Maha Adil, Allah itu maha sempurna. Pandangan ini memberikan pemahaman dari sudut pandang manusia bahwa Allah itu sempurna, karena Allah itu sempurna  dalam hal keadilan, dengan demikian  Allah terikat dengan janji-Nya, begitulah yang dinamakan al-Adl (keadilan Tuhan), kemudian Tuhan itu adil bila Tuhan tidak melanggar janji-Nya sendiri. Yang dimaksud keadilan Tuhan itu bahwa manusia itu bebas berkehendak dalam segala perbuatannya, ketika manusia itu berbuat suatu hal yang dilarang maka Allah akan memberikan azab baginya, adapun manusia itu berbuat baik maka akan medapatkan balasan pahala dari Allah SWT.
Pendapat Mutazilah ini juga digunakan untuk membalas jawaban dari pendapat musuhnya yang berpendapat bahwa, jika Tuhan mentakdirkan manusia itu berbuat dosa maka manusia itu akan diazab oleh Tuhan, tentu pandangan ini sangat berbeda dengan konsep ajaran dasar dari Mutazilah perihal adilnya Tuhan.
Dari pandangan keadilan Mutazilah ini yang mana Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia sehingga manusia bebas bertindak semaunya untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT atau tidak mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT inilah yang memiliki implikasi teologis yang luas.
3.Al-Wad wa al-Waid (Ancaman dan Janji)
Janji dan ancaman merupakan kelanjutan dari prinsip keadilan. Mereka yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala berupa syurga dan ancaman akan menjatuhkan siksa yaitu neraka sebagai yang disebutkan di dalam Al-Qur'an, pasti dilaksanakan karena Tuhan sendiri sudah menjanjikan hal yang demikian itu.
Kesepakatan yang dibuat oleh golongan kaum Mutazilah adalah ancaman atau siksa (al-Waad) dan janji pahala (al-Waid) adalah ketetapan Allah yang mutlak, ini juga seperti yang dikatakan oleh al-Qadli Abdul Jabbar (Matondang, 1989). Pandangan Mutazilah memang menghendaki kebebasan manusia yang berefek pada setiap kehendak manusia bisa berbuat kebaikan dan bisa berbuat keburukan, dan setiap semua tindakan manusia itu akan mendapatkan balasanya dari Allah SWT yang sempurna, adil dan menepati janji-janji-Nya. Akan tetapi Tuhan dikatakan tidak adil, ketika tidak menepati janji-Nya tapi itu mustahil bagi Allah SWT yang maha sempurna.
Seperti itulah yang dipercayai oleh kaum Mutazilah tentang janji dan ancaman Tuhan pada berkehidupan di dunia, semua perbuatan baik dan buruk akan mendapatkan balasannya yang sesuai apa yang dilakukan dan yang dikerjakan oleh manusia, bahkan yang berhak untuk menentukan seseorang akan mendapatkan pahala atau dosa atas perbuatan manusia itu hanyalah Allah SWT saja, perihal surga dan neraka pun menjadi konsekuensi dari janji dan ancaman Tuhan yang dijanjikan atas perbuatan dan tindakan manusia itu sendiri.
4.Al-Manzilah Baina al-Manzilatain (Di antara Dua Posisi)
Al-Manzilah baina al-Manzilatain merupakan ajaran dasar pertama yang lahir di kalangan Muktazilah. Ini adalah satu istilah khusus yang digunakan oleh kaum Mutazilah untuk merespon fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada masa pemerintahan Amirul Mukmini Ali bin Abi Thalib. Yakni ketika terjadi selisih paham antara kaum khawarij dan Murjiah menyangkut perkara kafir dan mengkafirkan orang muslim yang kedapatan telah melakukan dosa besar (fasik). Bagi kaum khawarij, mereka yang fasik itu (para pendosa) bisa digolongkan kedalam orang-orang yang kufur, oleh karena itu mereka sama saja dengan orang kafir. Atau tegasnya, menurut kaum khawarij mereka itu adalah kafir.
Sebaliknya, menurut kelompok murjiah, sepanjang imannya masih utuh walaupun seseorang telah melakukan kejahatan dan berdosa besar maka dia masih tetap dianggap orang muslim. Alasan kelompok ini sederhana, bahwa urusan hati siapa yang tahu. Dan iman adalah urusan hati. Jadi sepanjang hatinya masih beriman maka dia adalah tetap orang muslim. Kaum Mutazilah tampil ditengah-tengah mereka dengan mengatakan bahwa untuk perkara seperti itu maka manzilah wal manziltain- lah dia. Orang yang melakukan perbuatan dosa besar itu adalah ada diantara dua posisi, yakni antara kafir dan muslim. Orang yang melakukan perbuatan fasik itu bukanlah termasuk kedalam golongan kaum muslimin dan bukan pula termasuk kedalam golongan kafir, mereka ada diantara dua posisi itu.
5.Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Ini adalah yang terakhir dari kelima konsep ajaran dasar dari aliran teologi Mutazilah, yaitu Amr Maruf Nahy Mungkar atau perintah kepada hal kebaikan dan menjauhkan hal dari keburukan, ini lebih kepada hubungan moral, dari kelima ajaran dasar ini (Ushul al-Khamsah), ajaran satu sama lainnya saling menghubungkan dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Adapun seseorang mengajak pada perbuatan yang baik dan mencegah perbuatan buruk tidak hanya dengan lewat lisan akan tetapi juga lewat gerakan, sebagai konsekuesni yang logis, pengakuan keimanan tidak hanya di hati dan di lisan saja tapi bukti nyata dalam bersosial dan beragama dimasyarakat dan saling mengingatkan dan menyerukan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk.
Perbedaan dasar dari Mutazilah dan aliran teologi yang lainnya mengenai doktrin kelima ini terletak pada teknis pelaksanaannya di lapangan, Mutazilah beranggapan jika diperlukan kekerasan, maka lakukanlah. Mutazilah akan menempuh dan merealisasikan ajaran-ajarannya walaupun dengan cara kekerasan, sejarah juga mencatat bahwa Mutazilah pernah membuat kegaduhan yang menyebabkan kekerasan terjadi dalam rangka untuk mewujudkan dan menyebarkan doktrin-doktrin Mutazilah agar dapat diterima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H