Mohon tunggu...
Auuu
Auuu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang memiliki ketertarikan dalam membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Urbanisasi Sebabkan Kemiskinan di Negeri Ini

11 Oktober 2022   08:29 Diperbarui: 11 Oktober 2022   08:36 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup di sebuah kota besar menjadi salah satu hal yang mungkin hingga saat ini menjadi hal yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Hal ini dikarenakan tidak semua orang dapat memiliki kesempatan untuk hidup di kota besar. Terdapat banyak bayangan terhadap perkotaan, mulai dari gedung-gedung pencakar langit, mobilitas yang tinggi, hingga banyaknya transportasi umum yang berlalu-lalang dan masih banyak lagi bayangan tentang kota bagi semua orang.

Dengan segala fasilitas dan kemudahan yang ada, tentunya akan membuat banyak orang melakukan berbagai upayanya untuk bisa merasakan sensasi kehidupan di kota besar. Mulai dari menempuh Pendidikan, mencari pekerjaan dan masih banyak lagi. Tingginya perpindahan ini erat kaitannya dengan urbanisasi. 

Di Indonesia sendiri, tingkat urbaniasi terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Lebih dari sebagian penduduk di Indoesia akan tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan hasil dari perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 66,6% dari jumlah penduduk di Indonesia akan tinggal di kota pada tahun 2035. Kenaikan jumlah urbanisasi yang teratur setiap tahunnya seperti berbanding terbalik dengan upaya transmigrasi yang sedang digiatkan oleh pemerintah.  

Banyaknya jumlah penduduk yang melakukan perpindahan ke kota (urbanisasi) ini tentunya membuat kota menjadi tidak nyaman untuk ditinggali. Padahal, Suatu kota dapat dikatakan optimal apabila memenuhi beberapa kriteria yang ada. 

Pada dasarnya sebuh kota memiliki standar atas segala aspek supaya nyaman dijadikan tempat tinggal. 

Namun dengan sedikitnya ketersediaan lahan yang ada berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang terus berdatangan dari luar daerah membuat suasana kota semakin padat. 

Mobilitas yang tinggi dan banyaknya penduduk juga menyebabkan ketidaknyamanan saat menggunakan transportasi umum. Kemacetan menjadi semakin tidak terkendali. Merajalelanya pemukiman kumuh juga membuat nilai estetika di kota memudar. 

Kota di Indonesia yang menjadi sasaran urbanisasi tidak hanya Jakarta, melainkan kota-kota pendukung disekitarnya turut merasakan hal serupa. Salah satunya yaitu Kabupaten Tangerang. Kabupaten Tangerang yang kerap kali dijuluki sebagai kota seribu industri turut menjadi sasaran empuk masyarakat yang ingin melakukan urbanisasi. 

Banyaknya industry yang ada membuat banyak orang beranggapan akan mendapatkan lapangan pekerjaan dengan begitu mudahnya, mendapat gaji yang tinggi dan dapat hidup sejahtera. 

Kabupaten Tangerang sendiri memang dapat dikatakan memiliki upah minimum yang cukup tinggi dan terus mengalami kenaikan upah minimum setiap tahunnya. Berdasarkan data yang ada pada BPS, upah minimum di Kabupaten Tangerang pada tahun 2019 sebesar 3,8juta Rupiah. 

Sedangkan upah minimum pada tahun 2020 tetap meningkat waaupun adanya pandemi menjadi sebesar 4,1juta Rupiah. Dan pada tahun 2021 upah minimum mengalami kenaikan lagi menjadi 4,2juta Rupiah.

 Nilai upah ini menjadikan Kabupaten Tangerang sebagai urutan ketiga sebagai kota dengan upah minimum tertinggi yang ada di Provinsi Banten dari 9 kabupaten lainnya setelah Kota Cilegon dan Kota Tangerang

Namun kenyataannya berbanding terbalik dengan hal sebelumnya, karena angka kemiskinan turut menjadi masalah utama yang dihadapi pemerintah setempat. Hal ini dibuktikan dengan data yang diunggah oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per bulan Maret 2021. 

Dari data tersebut menunjukkan bahwa terdapat 272,35 ribu orang merupakan penduduk miskin yang ada di Kabupaen Tangerang. Dan jumlah ini telah mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan data pada Maret 2019 yang hanya menunjukkan sebanyak 193,97 orang sebagai penduduk miskin. 

Selain itu, Badan Pusat Statistik turut menyertakan data lainnya, seperti Indeks Kedalaman Kemiskinan yang turut mengalami kenaikan sebesar 0,26 terhitung sejak tahun 2019 hingga tahun 2020 menjadi 0,95 yang semula hanya 0,69. 

Tak hanya Indeks Kedalaman Kemiskinan, Indeks Keparahan Kemiskinan juga turut mengalami kenaikan, tercatat sejak Maret 2019 menunjukkan angka 0,14, namun pada Maret 2020 Indeks Keparahan Kemiskinan mencapai 0,22.

Para penduduk yang berada di garis kemiskinan ini kerap kali mengeluarkan suaranya melalui aksi demosntrasi. Hal ini terbukti dengan seringnya aksi demosntrasi yang terjadi.

Tingginya angka urbanisasi yang berdampak pada kemiskinan dan berujung pada aksi demosntrasi yang dilaKukan oleh penduduk miskin ini, membuat suasana kota menjadi tidak nyaman untuk ditinggali oleh penduduk secara keseluruhan. 

Beberapa dampak yang dapat dialami oleh penduduk lainnya yaitu, terganggunya mobilitas akibat demonstrasi yang menyebabkan kondisi lalu lintas mengalami kemacetan. Selain itu, penduduk miskin yang ada mayoritas mengemis-ngemis kepada penduduk lainnya yang mengganggu kenyamanan saat berada di luar. 

Tidak hanya mengemis, bahkan penduduk miskin ini kerap kali merusak fasilitas yang tersedia pada lingkungan penduduk yang lebih mampu secara latar belakang ekonomi. Kesenjangan sosial yang ada juga terjadi dengan cukup jelas. Ditambah lagi dengan adanya fasilitas ruang publik yang terkadang, secara tidak langsung ditujukan hanya bagi penduduk dengan kalangan tertentu yang membuat kesenjangan sosial tersebut semakin terlihat jelas.

Lantas, apa itu kemiskinan dan mengapa sangat berpegaruh terhadap tatanan suatu kota? Dikutip melalui Jurnal Kemiskinan dan Faktor-Faktor Penyebabnya, (Cahyat, 2007) kemiskinan merupakan suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sementara lingkungan penduduknya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari kerentanan. 

Kemiskinan ini dapat dikarenakan rendahnya Pendidikan, ekonomi, serta keterampilan yang rendah. Dikarenakan beberapa hal tersebutlah, membuat penduduk desa yang melakukan urbanisasi pada akhirnya mengalami kemiskinan dan memperkeruh suasana perkotaan yang ideal.

Suatu kota pada dasarnya dapat ideal jika memenuhi beberapa standar dari segala aspek atau bidang yang ada. Jika dilihat dari panduan rancang kota oleh Kementrian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, dari segi geologiya harus mencakup ketersediaan sumber air, sedangkan dari lingkungan hidup mengedepankan keberlanjutan ekologis yang berprinsip pada kenyamanan. 

Selain itu, perumahan dan pemukiman turut menjadi faktor penentu kenyamanan dari sebuah kota. Dan terakhir yaitu ditinjau dari segi ekonomi. Pada kasus kemiskinan ini, tentunya memengaruhi keyamanan sebuah kota.

Oleh karena itu, peran planner turut dibutuhkan dalam hal ini guna membangun kota yang nyaman dan layak huni dengan mempertimbangkan keadaan ekonomi yang ada di lapangan. Kemiskinan sendiri sesungguhnya dapat diatasi dengan cara melakukan investasi. 

Dengan memiliki investasi, kita dapat menyimpan dana darurat jika dibutuhkan di kemudian hari. Selain itu, merancang cita-cita pada anak sejak dini juga menjadi langkah yang dilakukan orangtua. 

Dengan begitu, orangtuaddapat memperkirakan dan menyiapkan dana yang dibutuhkan untuk keperluan pendidikan kedepannya. Namun, jika kemiskinan tersebut sudah terjadi, pemerintah telah memberi beberapa solusi yang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. 

Dari segi Pendidikan, terdapat banyak beasiswa hingga Kartu Indonesia Pintar yang ditujukan untuk keluarga kurang mampu, yang membuat biaya pendidikan wajib selama 12 tahun terjangkau, bahkan bebas biaya. 

Dari segi permodalan usaha, pemerintah memberikan bantuan finansial yang tertuju pada UMKM. Selain itu, sisi kesehatan turut menjadi perhatian pemerintah untuk memutus mata rantai kemiskinan. Diterbitkannya Kartu Indoenesia Sehat dan BPJS Kesehatan menjadi salah satu contohnya.

Jika ditinjau dari lingkaran kemiskinan, pendapatan dan pendidikan yang rendah menyebabkan kemiskinan. Terbatasnya tabungan dan investasi juga menyebabkan kemiskinan. 

Daya konsumsi yang rendah dan berpengaruh pada kecukupan gizi, akan berdampak pada turunnya Kesehatan dan berakibat pada kemiskinan. Intinya banyak aspek yang dapat menyebabkan kemiskinan dan sifatnya saling berkesinambungan. 

Oleh karena itu, bukan hanya pemerintah yang wajib mengatasi hal ini, masyarakat juga harus berupaya memutus lingkaran kemiskinan dengan memperbaiki latar belakang pendidikan, minat, pekerjaan dan kesehatan. Karena negeri ini butuh kita semua untuk bangkit dari belenggu kemiskinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun