Saat ini kita hidup di dunia yang sempit. Hanya dengan gadget di tangan, semua orang dapat mengakses informasi tentang apapun dari manapun lewat internet.
Dengan demikian, semua orang juga dapat membagikan apapun yang mereka kehendaki di berbagai kanal seperti media sosial dan aplikasi layanan pesan instan.Â
Di dunia yang sempurna dan ideal, hal ini akan menjadi sangat menguntungkan karena perputaran informasi yang berkualitas tentunya akan menambah pengetahuan dan menajamkan pikiran.Â
Akan tetapi, tentu saja kita hidup di dunia yang serba tidak sempurna dan serba tidak ideal. Ketika semua orang dapat menuangkan pikiran dengan bebas di ranah dunia maya, informasi yang tidak terkurasi akan semakin mudah ditemui.Â
Akan menjadi berbahaya apabila pembacanya tidak cukup kritis menanggapi informasi tak terbatas yang saat ini dapat diakses dari mana saja.
Topik bahasan seputar budaya baca dan kemampuan berpikir kritis orang Indonesia yang rendah agaknya sudah bukan hal baru lagi.Â
UNESCO telah menyatakan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia sangatlah memprihatinkan karena menduduki peringkat dua terbawah di dunia.Â
Hal ini tentu saja diperparah dengan fenomena kecanduan gadget yang membuat penggunanya menjadi pasif dan kehilangan kreativitas untuk mencipta dan berkreasi.Â
Ujung-ujungnya sebagai netizen, masyarakat dengan tingkat literasi rendah menjadi rentan termakan hoax dan mudah terprovokasi informasi yang seringkali belum jelas kebenarannya.
Hal ini tentu saja memunculkan tantangan baru bagi dunia pendidikan, terutama bagi para pendidik yang menjadi ujung tombak yang diharapkan dapat melakukan intervensi agar generasi muda dapat kembali terpantik untuk kembali membudayakan aktivitas membaca.Â