Mohon tunggu...
Aurelia Krisnadita
Aurelia Krisnadita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Diponegoro

...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Transplantasi Organ Memicu Kanker, Benarkah?

22 September 2017   21:52 Diperbarui: 24 September 2017   21:58 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mitos tersebut berasal dari sebuah anggapan bahwa sel-sel dalam tubuh manusia berpotensi untuk menjadi sel kanker. Anggapan ini benar, tetapi bukan bearti semua orang memiliki sel kanker yang siap menyerang kapan saja. Kanker hanya akan muncul jika ada kesalahan pada sistem atau siklus sel.

Ada tiga hal yang dapat meningkatkan resiko seseorang terkena kanker. Yang pertama adalah faktor genetik. Seseorang yang mengidap kanker karena faktor genetik biasanya sudah memiliki kelainan sel yang diturunkan dari orangtua kandung sejak lahir. Kedua adalah faktor karsinogen. Karsinogen adalah zat penyebab kanker yang berasal dari luar tubuh, contohnya radiasi, zat kimia, dan virus. Zat karsinogen menyebabkan kerusakan sel yang kemudian menjadi penyebab terjadinya kanker. Faktor yang terakhir adalah faktor gaya hidup, misalnya jika seseorang merokok, kurang beraktivitas, dan makan tidak sehat.

Faktor akibat transplantasi organ termasuk ke dalam faktor yang kedua, yaitu faktor karsinogen. Pasien yang menerima transplantasi organ harus meminum obat anti penolakan organ baru setiap hari sepanjang masa hidup mereka. Obat yang disebut imunosupresan ini mencegah sistem kekebalan tubuh menolak organ baru. Imunosupresan bekerja dengan mengurangi kemampuan fungsi sel kekebalan tubuh. Selain menekan sistem imun, imunosupresan dapat mengakibatkan efek samping lain yang berakibat ke seluruh tubuh, seperti mual dan muntah-muntah, diare, sakit kepala, encok, kadar kolestrol tinggi, muka bengkak, anemia, arthritis, tulang melemah, berat badan naik, susah tidur, jerawat atau masalah kulit lain, gemetaran, rambut rontok, dan tumbuh bulu di beberapa bagian tubuh. Beberapa imunosupresan dapat menyebabkan katarak, diabetes, tekanan darah tinggi, asam lambung berlebih, dan beberapa penyakit tulang.

Dr. Darla Granger, direktur program transplantasi pankreas di St. John Hospital dan Medical Center di Detroit, mengungkapkan bahwa pada beberapa pasien, dalam jangka waktu yang lama, berkurangnya sistem imun dapat meningkatkan risiko terserang kanker.

"Menekan sistem kekebalan tubuh meningkatkan risiko kanker. Dan jika pasien memiliki kanker, diperlukan sistem kekebalan yang kuat untuk melawan kanker." (Granger, 2011)

Sebuah penelitian dari Institut Kanker Amerika menemukan bahwa risiko penyakit kanker pada penerima organ transplantasi jauh lebih besar dibandingkan dengan masyarakat umum yang tidak menerima transplantasi. Risikonya meningkat untuk 32 jenis kanker yang berbeda. Para peneliti sebelumnya sudah mengetahui bahwa penerima transplantasi organ lebih berisiko terkena kanker, tetapi penelitian baru ini menunjukkan seberapa besar risiko tersebut.

Dr. Eric Engels, kepala penelititan, menyebutkan bahwa risiko penerima organ terkena kanker dapat berlipat ganda selama setahun setelah transplantasi.

"Jadi, jika tujuh dari setiap 1.000 orang populasi umum diduga akan berisiko terkena kanker, kami mengamati sekitar dua kalinya, sekitar 13 atau 14 di antara 1.000 pasien transplantasi yang diikuti selama satu tahun berisiko terkena kanker."(Engels, 2012)

Engels dan rekan-rekannya menggunakan data dari 176.000 pasien transplantasi di Amerika pada tahun 1987 hingga 2008. Transplantasi ginjal menyumbang lebih dari setengah dari jumlah tersebut, diikuti oleh hati, jantung, dan paru-paru.

Risiko kanker paru-paru tertinggi ada pada penerima transplantasi paru-paru, dan risiko kanker hati hanya meningkat pada penerima transplantasi hati. Namun, kanker ginjal meningkat lima kali lipat pada semua penerima transplantasi. Hal ini kemungkinan terjadi karena penyakit yang mendasari para pasien membutuhkan ginjal baru dan keharusan semua pasien transplantasi untuk mengkonsumsi imunosupresan.

Selain kanker ginjal, ada pula kanker lain yang tidak memiliki kaitan langsung dengan organ yang baru saja ditransplantasikan. Kanker tersebut adalah lymphoma non-Hodgkin, yang berhubungan dengan virus Epstein-Barr dan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Risiko untuk kanker ini sangat tinggi, terutama di kalangan penerima cangkok paru-paru. Menurut Engels dan rekan-rekannya, risiko yang tinggi ini mungkin berkaitan dengan kenyataan bahwa pasien khususnya mengalami penekanan sistem imun yang kuat.

Dr. Lewis Teperman, kepala bedah transplantasi di NYU Langone Medical Center di New York City, menyebut bahwa tumor tertentu akan berkembang setelah transplantasi organ.

"Kami tahu bahwa tumor tertentu akan berkembang setelah transplantasi. Tumor tertentu juga diketahui berkaitan dengan virus. Jadi ketika kami memberikan obat imunosupresan, kami mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan virus." (Teperman, 2004)

Ada pula kasus kanker pasca transplantasi yang muncul akibat sudah adanya sel kanker di dalam organ sebelum dilakukannya transplantasi. Namun, kasus ini jumlahnya sangat kecil sebab sebelum dilakukan transplantasi, calon pendonor dan penerima organ sudah diperiksa secara detail untuk mencegah kemungkinan adanya penyakit infeksi atau menular.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun