Masyarakat mulai menyadari pentingnya memperhatikan mental health atau kesehatan mental beberapa tahun belakangan ini. Bahkan, mental health saat ini sudah tak asing di telinga anak muda. Tak sedikit pula anak muda yang menjadi pembicara dalam isu mental health.
Mental health issue merupakan kondisi di mana seseorang memiliki perasaan bersalah kepada dirinya sendiri. Kemudian tidak mampu membuat estimasi secara realistis, sulit menerima kelebihan dan kekurangannya. Orang yang memiliki masalah mental health biasanya kesulitan menghadapi setiap masalah yang terjadi dalam hidupnya. Serta, tak merasa cukup dan bahagia atas kehidupannya (Pieper dan Uden, 2006).
Ada berbagai macam masalah mental yang cukup umum seperti depresi, stres, paranoid, gangguan kecemasan, gangguan tidur, dll. Bahkan tak jarang seseorang pada akhirnya melakukan self harm. Self harm merupakan perilaku yang dilakukan seseorang untuk melukai dirinya sendiri dengan berbagai cara, tanpa memandang apakah ada atau tidak ada niat maupun keinginan untuk mengakhiri hidup (NICE, 2015; WHO, 2015).
Self harm terjadi dalam berbagai bentuk. Seperti menyayat kulit, menggigit tangan hingga terluka, atau membenturkan kepala ke tembok. Self harm sendiri bukan selalu tentang melukai fisik, tapi bisa juga dengan mengonsumsi rokok, alkohol, kemudian obat-obatan secara berlebihan, hingga melakukan seks dengan cara yang tidak aman dengan tujuan untuk melampiaskan emosi negatif yang mereka rasakan (satupersen.net, 2022).
Seseorang yang pada akhirnya melakukan self harm tentu memiliki alasannya masing-masing. Pada umumnya seseorang yang menyakiti dirinya sendiri adalah mereka yang sudah melalui masalah kesehatan mental. Lalu, mereka merasa sangat lelah dan sakit secara emosional. Ada pula yang terlalu lama memendam perasaan atau luka dan tidak mengerti bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut.Â
Dengan melakukan self harm, mereka merasa bisa memindahkan rasa lelah dan sakitnya ke bagian tubuh yang mereka sakiti, dan dengan begitu mereka akan mendapat kepuasan tersendiri setelah melakukannya.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2018), lebih dari 19 juta penduduk berusia 15 tahun ke atas menagalami gangguan mental dan emosional. Lalu, lebih dari 12 juta penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami depresi.
Banyak orang menganggap enteng depresi. Mereka tak mengetahui seberapa bahayanya depresi jika dibiarkan terus menerus. Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI tahun (2018), depresi menempati peringkat kelima penyebab kematian karena alasan kesehatan.
Hal ini terjadi karena pengidapnya cenderung melukai diri sendiri bahkan mencoba bunuh diri. Depresi memiliki berbagai tingkatan dan jenis. Tingkatan depresi dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat. Sementara jenis depresi yaitu depresi mayor, depresi bipolar, depresi psikotik, SAD, depresi saat hamil dan pasca melahirkan, dysthymia, hingga PMDD (hellosehat.com, 2021).
Menurut Chepenik, Cornew, & Farah (2007), depresi juga berdampak pada daya ingat seseorang. Tak jarang orang yang depresi kehilangan ingatan jangka pendek alias short term memory loss. Selain itu, depresi juga menyebabkan ketidaksinkronan antara apa yang dipikirkan seseorang dan yang mereka lakukan. Â
Untungnya, saat ini lebih banyak orang menyadari pentingnya isu kesehatan mental. Bicara 10 tahun lalu, orang mungkin masih meremehkan penanganan kesehatan mental. Bahkan, masih banyak yang mengaitkan kesehatan mental dengan urusan agama. Banyak yang menggampangkan kesehatan mental karena kurang ibadah, misalnya.Â