"Mira, kapan kau sudahi pekerjaanmu itu?"
      Hanya angin yang berhembus lirih menyapu segala bunga ditaman Mira. Lelaki itu menuangkan anggur pada gelasnya yang telah kosong. Tak terhitung lagi berapa gelas anggur yang telah ia teguk. Kedua matanya mulai merah, wajahnya mulai gembung, dan bibirnya mulai kering. Â
      "Mira, kaukah itu?" pandangan lelaki itu mulai kabur.  Samar-samar ia melihat bayangan Mira sedang merunduk mencabuti rumput liar yang tumbuh disekitar bunga kesayangannya.
      "Mira..." panggilnya. Mira tak bergeming.
      "Mira, kaukah itu?" pandangannya semakin kabur.
      "Mira, maafkan aku. Aku telah tega melukaimu."
      "Mira, temani aku disini, minum anggur bersama-sama, agar segala penat luruh juga."
      "Mira, maafkan aku telah membuatmu tertidur selama-lamanya."
      "Mira, aku hanya ingin bercinta...." Tubuhnya sempoyongan lalu jatuh. Sedangkan botol-botol anggur kosong berantakan di atas meja. Taman bunga Mira tetap saja sunyi. Angin malam menyapu pelan-pelan, menggoyang bunga-bunga yang sedari tadi tak pernah diam menari mengikuti irama malam. Acuh tak acuh pada rembulan yang tak lagi riang. Seakan merekam suatu malam dimana anggur-anggur itu telah menidurkan perempuan atas nama Mira selama-lamanya. Bunga-bunga yang mengharap sentuhan halus tangannya, meratap kecewa dengan semakin liar tumbuh kembang bersama rumput liar.
Bangilan, 13 Nopember 2017
*Penulis anggota Komunitas Kali Kening Bangilan.