"Uang simpanan Emak telah habis untuk modal tanam jagung dan belanja untuk kebutuhan sehari-hari. Adikmu juga butuh membayar LKS yang kemarin belum Emak kasih. Cicilan sepeda motor juga belum ku bayar." Bicara Emak dengan mata berkaca-kaca.
      "Tapi aku telah dipilih bu Milla, Emak."
      "Iya aku tahu, Nem. Karena kau cantik. Dan aku tak tahu kenapa kau cantik, Nem? Karena yang ngasih itu Tuhan. Aku yang hanya sebagai petani persilan yang miskin tapi punya anak yang cantik sepertimu. Kau tak berdandan saja sudah cantik , apalagi berdandan?" Bicara ibu lagi.
      "Ah Emak."
      "Tahun kemarin Lek Tumi cerita waktu si Kinkinarti mengikuti karnaval dan merias di salon habis sekitar 750ribu padahal tidak menjadi maskot, Nem. Kalau maskot bisa jadi sejuta lebih. Uang darimana lagi, Nem? Mau utang rentenir tak bisa kubayangkan bunganya, pasti selangit dan mencekik." Bicara pelan Emak lalu mengusap dahinya yang penuh dengan keringat.
Aku hanya terdiam. Rasa kecewa singgah lagi dalam hati. Dan Emak paling mengerti tentang perasaanku.
      "Coba besok bilang sama bu Milla, kau tetap ikut, tapi aku sendiri yang akan merias dan menentukan pilihan bajunya." Jawab Emak tegas.
      "Emak, kau serius, Emak."
      "Iya, aku serius, Nem."
      "Nem akan dipermak Emak jadi maskot apa?"
      "Nanti kalau sudah waktunya akan Emak beritahu. Ayo kita pulang! Hari telah berangsur sore." Ajak Emak.